KOTOMONO.CO – Kasus penyelewengan dana bantuan yang diduga dilakukan oleh Aksi Cepat Tanggap (ACT) akhirnya menemui titik terang. Empat petinggi lembaga penerima dana bantuan itu akhirnya dibekuk polisi dan jadi tersangka.
Presiden ACT, Ibnu Hajar dan eks presiden Aksi Cepat Tanggap, Ahyudin adalah dua nama yang jadi tersangka. Keduanya terancam mendapat hukuman penjara setidaknya 20 tahun. Selain dua nama itu, ada nama-nama petinggi lain yang juga jadi tersangka.
Hariyana Hermain dan Imam Akbari juga ditetapkan sebagai tersangka. Dilansir dari detikcom, Karo Penmas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan menjelaskan soal peran dari para tersangka kasus penyelewengan dana bantuan dari ACT.
Peran Para Tersangka
Ahmad Ramadhan menjelaskan, bahwa tersangka A ini berperan sebagai komisaris dan direksi. Tersangka berinisial A mendapat gaji dan fasilitas yang mendukung aksinya. Di sisi lain, perusahaan dalam hal ini ACT hanya dimanfaatkan oleh tersangka A untuk kepentingan pribadi.
Hal itu berkaitan dengan penyelewengan dana Boeing. Wadir Tipideksus Bareskrim Polri, Kombes Helfi Assegaf dalam jumpa pers belum lama ini, sebagaimana dikutip Tempo mengatakan, dana yang diterima ACT dari Boeing mencapai Rp138 miliar.
“Dari dana itu, digunakan Rp103 miliar. Sementara sisanya, sekitar Rp35 miliar tidak digunakan sebagaimana mestinya,” kata Helfi Assegaf dikutip Tempo.
Laporan detikcom menyebutkan, tersangka Ahyudin ini disinyalir memiliki peran besar dalam penggelapan dana ACT. Ia yang menjadi pendiri, kemudian menjabat sebagai ketua ACT periode 2019-2022. Selain jadi ketua, Ahyudin juga ternyata menjabat sebagai Ketua Pembina.
Badan Pembina ini juga diduga sebagai tunggangan Ahyudin untuk menggelapkan dana ACT. Pada 2015, Ahyudin bersama ketiga orang tersangka mendirikan SKB Pembina. Dari situ donasi yang masuk mulai dipotong sekitar 20-30 persen.
Peran Ahyudin dalam penggelapan dana ini sangat vital. Tidak hanya menginisiasi SKB Pembina, ia juga menjadi motor penggerak ACT mengikuti program bantuan dari Boeing.
Tersangka lainnya, Ibnu Khajar diketahui menjabat sebagai ketua pengurus ACT tahun 2019 hingga sekarang. Dalam kasus penggelapan dana Boeing, ia berperan sebagai seorang negosiator dengan vendor. Tugasnya, ya menjalin kerja sama.
“IK membuat kerja sama dengan para vendor. Terutama yang terkait proyek CSR terkait dana kemanusiaan ahli waris korban Lion Air JT-610,” tutur Brigjen Ahmad Ramadhan dikutip detikcom.
Sementara, tersangka lainnya, Hariyana Hermain sendiri merupakan Ketua Pengawas ACT 2019-2022. Tugas Hariyana melakukan pembukuan keuangan ACT. Sedangkan, nama terakhir, Imam Akbari ini juga ternyata anggota dewan pembina dan pernah menjabat sebagai ketua Yayasan ACT. Imam Akbari lah yang menyusun program ACT selama ini.
Gaji Selangit Tersangka ACT
Setelah empat petinggi ACT itu akhirnya menjadi tersangka, semuanya pun terungkap, termasuk gaji keempatnya selama mengelola ACT. Dalam sebuah laporan yang dilansir Tempo, Badan Reserse Kriminal Polri atau Bareskrim Polri membeberkan gaji petinggi ACT yang fantastis.
Ahyudin dikabarkan menerima upah sekitar Rp400 juta per bulan. Nilai itu menjadi yang tertinggi di antara tiga tersangka lainnya. Sebab, presiden aktif ACT saja, Ibnu Khajar ‘hanya’ mengantongi gaji Rp150 juta setiap bulannya.
Dua nama lainnya, Hariyana Hermain dan Imam Akbar, yang masing-masing menjabat sebagai Senior Vice President Operational Global Islamic Philanthropy dan Ketua Pembina Yayasan ACT memperoleh gaji 50 dan 100 juta.
Tak hanya gaji yang selangit, para petinggi ACT juga memperoleh fasilitas lengkap dan bahkan mewah. Kemewahan fasilitas itu di antaranya ada yang mendapatkan mobil mewah. Lucunya, pembelian mobil mewah ini berasal dari dana lembaga dan digunakan hanya untuk keperluan pribadi para petinggi ACT. Kendati mobil-mobil tersebut sifatnya tidak permanen.
Ibnu Khajar sendiri mengklaim bahwa itu bukan hanya dipakai untuk keperluan pribadi. Mobil-mobil yang diberikan kepada petinggi ACT juga digunakan untuk kepentingan ACT.
Berawal dari Laporan TEMPO
Kasus penyelewengan dana di tubuh ACT sebetulnya berawal dari laporan investigasi Majalah Tempo. Tempo mencoba mengendus keberadaan dugaan penggelapan dana, setelah mengetahui bahwa para petinggi ACT juga ternyata hidup bermewah-mewah.
Salah satu yang diinvestigasi adalah Ahyudin. Tempo mengendus bahwa ada dugaan penggunaan dana sumbangan masyarakat oleh Ahyudin untuk bermewah-mewah. Laporan Tempo itu pun kemudian viral di media sosial.
Banyak pihak dan netizen yang menyayangkan. Lembaga semacam ACT ternyata di dalamnya memiliki petinggi yang busuk. Petinggi yang sifatnya tak jauh berbeda dari pejabat negara yang korup. Meski begitu, Ibnu Khajar sendiri membantah soal ACT yang melakukan penyelewengan dana.
Sementara, dugaan penggelapan dana ini sepertinya sudah masuk dalam proses penyelidikan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi (PPATK). PPATK dalam kasus ini memang sudah menduga bahwa, ada yang tidak beres di tubuh ACT. Bahwa dana sumbangan digunakan untuk kepentingan pribadi.
“Ya, indikasi kepentingan pribadi dan dugaan aktivitas terlarang,” kata Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana dikutip Kompas.
Fyi aja nih, karena kasus ini mencuat, izin ACT pun akhirnya dicabut. Kementerian Sosial pada akhirnya mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) ACT pada 5 Juli 2022 lalu.
“Alasan kita mencabut izinnya adalah indikasi pelanggaran Peraturan Menteri Sosial,” kata Menteri Sosial ad interim, Muhadjir Effendy.
Penulis: Arsyad