• Pedoman Media Siber
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Term of Service
  • FAQ
Kotomono.co
No Result
View All Result
  • Login
  • Register
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • OTOMONO
  • DUNIA GAME
  • K-Popers
  • OH JEBULE
  • FIGUR
  • PLESIR
  • NGULINER
  • LAINNYA
    • KILASAN
    • PUSTAKA
    • KEARIFAN LOKAL
    • UMKM
    • NGABUBURIT
    • NYASTRA
    • EDUKASI
    • RELEASE
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • OTOMONO
  • DUNIA GAME
  • K-Popers
  • OH JEBULE
  • FIGUR
  • PLESIR
  • NGULINER
  • LAINNYA
    • KILASAN
    • PUSTAKA
    • KEARIFAN LOKAL
    • UMKM
    • NGABUBURIT
    • NYASTRA
    • EDUKASI
    • RELEASE
No Result
View All Result
Kotomono.co
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • OTOMONO
  • DUNIA GAME
  • K-Popers
  • OH JEBULE
  • FIGUR
  • PLESIR
  • NGULINER
  • LAINNYA

Adios, Diet!

Cerpen: Elsa Meilisa

Elsa Meilisa by Elsa Meilisa
April 11, 2021
in NYASTRA
0
Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsApp

Sejak kapan tubuh menjadi objek kesalahan? Rasa-rasanya nggak pernah deh aku temukan itu. Tetapi, mengapa tubuh selalu menjadi sasaran empuk bagi jutaan pasang mata untuk kemudian diukur salah benarnya atas dasar penglihatan mereka?

Ya, tubuhku mungkin nggak menarik bagi mereka. Berat badan berlebih. Pipi seperti bakpao. Dan, tinggi badanku tak bisa mengalahkan tingginya pagar rumah tetangga yang ukurannya hanya satu setengah meter itu. Tetapi, apakah aku harus merasa bersalah dengan tubuhku?

Mestinya tidak. Tetapi, setiap melintas di jalan kampung, tiba-tiba saja aku merasakan sesuatu yang tak mengenakkan. Aku merasa ada banyak pasang mata mengikuti langkahku. Cara mereka memandang juga aneh. Diselingi bisik-bisik yang kadang terdengar pula tawa dengan nada mengejek. Sungguh menjengkelkan!

Mula-mula aku tak peduli memang. Tetapi, lama-lama aku merasa tak nyaman. Aku merasa seperti dikejar dosa hanya karena tubuhku.

Pada sebuah pagi, aku menyengaja memanggil beberapa teman yang senasib. Sama-sama memiliki bentuk tubuh yang berlebihan. Kami mengobrol soal tubuh kami. Ah, rasanya aneh memang mengobrolkan tubuh sendiri. Tetapi, apa boleh buat, ini juga demi kebaikan bersama, pikirku. Toh, bagiku, mengobrolkan tentang diri sendiri itu lebih baik daripada ngobrolin orang.

Karuan saja, teman-teman semua hadir. Kami berkumpul di warung Mak Ndut. Ya, aku sengaja memilih tempat itu, karena pemilik warungnya juga bertubuh gendut seperti kami. Dengan begitu, kami merasa bebas membicarakan tubuh kami.

“Fren, kamu ngrasa nggak sih kalau kita ini spesial?” aku mengawali obrolan. Sengaja kupancing dengan obrolan yang mungkin saja di luar dugaan teman-temanku. Spesial! Kata itu barangkali saja bisa membuat mereka meledak-ledak.

“Spesial?” seloroh Cika sambil nyengir dan mengerutkan dahinya.

“Iya, spesial!” aku menukas.

“Apanya yang spesial, Vit?” pangkas Amel.

“Karena kita selalu diperhatiin orang-orang sekitar kita. Ya nggak?” tanyaku.

Sejenak senyap. Tak ada yang buka suara. Hanya suara bising kendaraan yang melintas di jalan depan warung Mak Ndut yang lewat. Pandangan mereka juga mulai aneh. Mungkin karena mereka pikir kata-kataku aneh bagi mereka.

“Kok pada bengong?” selorohku.

“Nggak, aku nggak bengong. Cuma ngrasa aneh aja sama kata-katamu barusan,” sahut Cika.

“Iya, Vit. Kamu aneh hari ini. Kenapa tiba-tiba kamu bilang kita spesial? Padahal, dulu kamu kerap bilang pingin banget diet. Tapi, kenapa sekarang kamu jadi berubah gitu?” sambut Amel.

“Betul, Mel. Gara-gara omongan Vita soal diet itu, sebenarnya aku jadi semangat buat diet lho, Vit. Tapi, kenapa sekarang beda gini?” timpal Jeni.

“Aku juga,” tukas Cika ketus.

Aha! Akhirnya, satu per satu mereka mulai buka suara juga. Aku senang. Mereka mau jujur. Dan, itulah gunanya menjadi teman. Bagi orang-orang seperti kami, kejujuran itu mutlak. Apalagi kami cukup tahu dirilah dengan keadaan tubuh kami. Sekalipun mungkin keadaan tubuh kami masih bisa diakalin, tapi apalah artinya kalau usaha yang kami lakukan justru menyiksa diri.

Ya, aku memang pernah mengatakan pada mereka tentang niatku untuk diet. Tetapi, itu dulu. Ketika aku mulai merasakan ketidaknyamanan. Bukan karena tubuhku sebenarnya. Melainkan karena ocehan kakakku.

“Anak gadis itu mbok ya pinter ngerawat tubuh. Jangan sampai tubuh kedodoran gitu,” kata kakakku suatu sore.

Mungkin kakakku benar. Aku memang nggak bisa ngerawat tubuh. Tetapi, menganggap tubuh gendut sebagai suatu kesalahan, itu tidak bisa aku terima.

Sejak itu, aku berniat diet. Kuikuti saja saran para ahli yang ditulis di media-media online. Aku mulai mengurangi makan nasi. Mengurangi konsumsi gula, lemak, dan sebagainya, dan sebagainya. Tetapi, lama-lama aku merasa tersiksa. Aku seperti merasa berdosa karena dengan diet itu aku seolah-olah tak menerima keadaan dengan seutuhnya. Aku seperti tak menerima takdir. Semua hanya karena anggapan mereka yang buruk padaku.

“Tenang… tenang. Kalian jangan langsung ngejudge gitu deh. Ampun….” ucapku membela diri sambil kutatap pandangan mata mereka satu per satu.

“Vit, aku paling nggak suka dimain-mainin sama temen, Vit. Kamu tahu kan?”

“Oke, oke, Cika, kamu tenang dulu. Aku mau jelasin ke kalian. Kenapa aku ngomong gini,” belum selesai aku bicara, kemarahan Cika makin menjadi. Ia langsung saja nyolot.

“Vit, selama ini aku sudah nganggap kamu teman baik. Teman paling spesial. Tetapi, kamu rupanya suka permainkan pertemanan ini. Nggak Vit, aku nggak terima cara kamu gini!”

“Cika!” Amel menahan Cika. Cepat-cepat ia menarik lengan Cika dan menyuruhnya duduk lagi. Aku yang tadinya agak cemas dan khawatir kalau Cika jadi pergi, merasa lega. Kutarik napas dalam-dalam. Kemudian menghempaskannya.

“Ya, aku kemarin-kemarin memang sempet juga diet. Seperti kalian. Tetapi, ada pengalaman buruk yang aku alami,” pelan aku mulai bercerita pada mereka. Tentang pengalaman buruk itu. Syukur, mereka mau mendengarkannya.

Awal aku diet, memang rasanya ada beban berat. Aku sulit menghindari makanan. Tetapi, lambat laun aku terbiasa. Semua karena ada harapan besar yang kutanam dalam benakku. Bahwa suatu ketika, aku akan memiliki tubuh indah. Aku membayangkan, aku menjadi gadis yang diidam-idamkan. Bahkan, bayangan itu sampai terbawa ke dalam mimpiku.

Aku berdiri di atas catwalk. Berlenggak-lenggok sebagai seorang model. Semua mata memandang perhatian. Sorot kamera pun terpusat ke arahku. Lantas, datanglah seorang pangeran tampan mengulurkan tangannya sambil membungkukkan badan dan berjongkok. Aku menyambut tagannya. Dan, diciumnya tanganku. Riuhlah tepuk tangan.

Selang berapa lama, selepas mimpi itu pergi dari tidur malamku. Aku temukan sebuah artikel tentang peristiwa tragis yang menimpa seorang model. Demi mempertahankan bentuk tubuhnya, ia rela menyiksa diri sendiri. Sampai-sampai tubuhnya meradang dan sakit parah.

Memang, model itu memulai kariernya karena balas dendam. Dulu, kerap ia merasa terpojokkan gara-gara tubuhnya yang tak menarik. Diet ketat pun dilakukannya. Hidupnya seketika berubah.

Tetapi, setelah ia jatuh sakit, ia sadar. Apa yang dialaminya, ia anggap sebagai halusinasi. Ia tak benar-benar memiliki dirinya seutuh-utuhnya. Ia hanya menuruti apa kata orang-orang. Apa yang dibanggakannya tak lebih hanya anggapan orang. Dan ia bekerja bukan atas kemauannya, melainkan demi sebuah anggapan.

“Kupikir, apalah artinya tubuh ini jika tubuh yang kita punya hanya kita tundukkan pada sebuah anggapan? Kalau tubuh kita paksakan untuk tunduk pada anggapan, lalu tubuh kita ini punya siapa? Punya kita atau punya anggapan?” kataku.

Kulihat, semua terdiam. Mereka seolah terhipnotis oleh ceritaku. Mungkin, karena mereka juga merasakan hal yang sama. Mereka terdiskriminasi oleh anggapan orang-orang. Terpojok karena tak sanggup melawan anggapan itu.

Tidak. Aku tidak ingin dikuasai oleh anggapan. Dan aku yakin, Tuhan pasti punya alasan mengapa aku, Cika, Amel, dan Jeni diciptakan dengan tubuh begini. Tentu, alasan itu alasan yang spesial.

“Ya, Tuhan menciptakan kita spesial,” pungkasku.

Seketika, Mak Ndut yang sedari mula mengamati obrolan kami menimpal, “Halah, halah, halaaah…. Kalian itu kok masih ngomongin soal tubuh. Mbok kayak Mak ini loh. Nggak peduli sama tubuh Mak. Alhamdulillah, walau tubuh Mak ini selebar pintu warung, Mak masih tetep bisa jualan. Masih bisa gerak sana-sini. Masih diberi kesehatan. Bisa nyekolahin anak sampai sarjana. Apalagi?”

Kata-kata Mak Ndut, seketika memecah suasana. Tawa pun membuncah. Ya, kami merasa punya orang tua yang mau mengerti keadaan kami.

Tags: Adios Diet!cerpenElsa MeilisaKarya SastraNyastrasastraTubuh

Mau Ikutan Menulis?

Kamu bisa bagikan esai, opini, pengalaman, uneg-uneg atau mengkritisi peristiwa apa saja yang bikin kamu mangkel. Karya Sastra juga boleh kok. Sapa tahu kirimanmu itu sangat bermanfaat dan bisa dibaca oleh jutaan orang. Klik Begini caranya


Elsa Meilisa

Elsa Meilisa

Seorang Pelajar

Sapa Tahu, Tulisan ini menarik

film Journey of the Universe

Doa untuk Semesta

Juni 19, 2022
225
Cerpen Terbaru Negeri Penyemah Kata

Cerpen: Negeri Penyembah Kata

Juni 12, 2022
157
puisi bertema selamat ulang tahun

Puisi: Selamat Ulang Tahun

Juni 5, 2022
159
Review Buku Novel Ezaquel

Resensi Novel Ezaquel Karya Siti Habibah

April 12, 2022
535
Hadi Pranggono dosen unikal

Kegelisahan Pak Hadi Pranggono dalam Sebuah Puisi

November 28, 2021
436
Cerpen Dialog Sepasang Kekasih

Cerpen: Dialog Sepasang Kekasih

November 21, 2021
226
Load More


Ada Informasi yang Salah ?

Silakan informasikan kepada kami untuk segera diperbaiki. Pliss "Beritahu kami" Terima kasih!


TERBARU

Perjalanan aespa menemukan Black Mamba di Kwangya

Mengkaji Makna dan Tujuan Pendidikan Lewat Pemikiran Ibnu Khaldun

Fransis Pizza: Tempat Nguliner Tersembunyi Jogja yang Hanya Buka Dua Hari

Lewat Drama Shooting Stars Kita Jadi Tahu Huru-hara Dibalik Industri Hiburan Korea Selatan

Yakin Deh, Cuma Program Batik TV Ini yang Nggak Mengecewakan

Kehebatan Mobil Listrik Hyundai Ioniq 5 yang Perlu Kamu Tahu

Doa untuk Semesta

LAGI RAME

Wisata Tegal - Villa Guci Forest

Wisata Hits Terbaru Tegal di Villa Guci Forest

Mei 17, 2022
3.1k
Cafe Hits Batang Hello Beach

20 Cafe Hits Kekinian di Kabupaten Batang yang Keren Abis Buat Nongki-Nongki

Februari 13, 2022
4.2k
Wisata hits Purwokerto - Menggala Ranch

Menggala Ranch Banyumas, Wisata Ala View New Zealand di Jawa Tengah

Mei 25, 2022
848
Burung Kicau Terbaik 2022

Ini Lho 7 Burung Kicau yang Menjadi Primadona di Tahun 2022

Juni 16, 2022
877
Wisata Pekalongan Pantai Pasir Kencana

New Taman Wisata Pantai Pasir Kencana Kota Pekalongan

Maret 10, 2022
7.2k
Sate Winong Mustofa Purworejo

10 Rekomendasi Kuliner Enak di Purworejo Tahun 2022

November 9, 2021
1.6k
Wisata Hits Terbaru Jogja di HeHa Ocean View

Wisata Hits Terbaru Jogja di HeHa Ocean View

Maret 3, 2022
2.5k
Forest Kopi Batang

Inilah 10 Tempat Kuliner di Batang Paling Direkomendasikan untuk Wisatawan

April 9, 2020
30k
Legenda Dewi Lanjar Pantai Utara

Kisah Legenda Asal-usul Dewi Lanjar

Agustus 12, 2016
34.8k
Landmark Dieng

Wisata ke Dieng Lewat Jalur Pekalongan

September 7, 2018
13.1k

TENTANG  /  DISCLAIMER  /  KERJA SAMA  /  KRU  /  PEDOMAN MEDIA SIBER  /  KIRIM ARTIKEL

© 2021 KOTOMONO.CO - ALL RIGHTS RESERVED.
DMCA.com Protection Status
No Result
View All Result
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • OTOMONO
  • DUNIA GAME
  • K-POPers
  • OH JEBULE
  • FIGUR
  • NGULINER
  • PLESIR
  • PUSTAKA
  • LAINNYA
    • KILASAN
    • KEARIFAN LOKAL
    • UMKM
    • NGABUBURIT
    • NYASTRA
    • EDUKASI
    • RELEASE
  • Mau Kirim Tulisan?
  • Login
  • Sign Up

Kerjasama, Iklan & Promosi, Contact : 085326607696 | Email : advertise@kotomono.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In