• Pedoman Media Siber
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Term of Service
  • FAQ
Kotomono.co
  • Login
  • Register
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • OTOMONO
  • DUNIA GAME
  • K-Popers
  • OH JEBULE
  • FIGUR
  • PLESIR
  • NGULINER
  • LAINNYA
    • KILASAN
    • PUSTAKA
    • KEARIFAN LOKAL
    • UMKM
    • NGABUBURIT
    • NYASTRA
    • EDUKASI
    • RELEASE
No Result
View All Result
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • OTOMONO
  • DUNIA GAME
  • K-Popers
  • OH JEBULE
  • FIGUR
  • PLESIR
  • NGULINER
  • LAINNYA
    • KILASAN
    • PUSTAKA
    • KEARIFAN LOKAL
    • UMKM
    • NGABUBURIT
    • NYASTRA
    • EDUKASI
    • RELEASE
No Result
View All Result
Kotomono.co
No Result
View All Result
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • OTOMONO
  • DUNIA GAME
  • K-Popers
  • OH JEBULE
  • FIGUR
  • PLESIR
  • NGULINER
  • LAINNYA
Antara Jamu dan Suwuk Corona Covid-19

Antara Jamu dan Suwuk Corona Covid-19

Sobrun Jamil by Sobrun Jamil
April 9, 2020
in ESAI
0
Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsApp

KOTOMONO.CO – Ekspresi budaya setiap bangsa dalam menghadapi pandemi Covid-19 adalah salah satu tema yang menarik untuk diamati. Seperti perbedaan insting tiap bangsa yang menentukan jenis tindakannya ketika menghadapi lockdown dan kondisi-kondisi darurat masa pandemi. Bayangkan, warga negeri Paman Sam memborong senjata api, warga Belanda rela antri panjang untuk beli ganja, sementara warga di Australia justru memasukkan tisu toilet ke nomor urut satu daftar barang wajib beli selama masa pandemi Covid-19.

Insting adalah hal menarik karena ia merupakan bangunan amat panjang ke belakang. Rangkaian memori yang tersusun dari pengalaman, pembelajaran, dan permenungan, baik yang bersifat spiritual mau pun intelektual. Repetisi batin yang terdiri dari komposisi cuaca budaya, atmosfer nilai, dan watak sejarah, yang pada tiap bangsa berbeda cuatan-cuatannya.

Yang tidak kalah menarik dari menyaksikan acara “Doomsday Preppers” semacam itu ialah mengamati ensiklopedia kuliner global berupa ragam ramuan herbal yang telah melekat menjadi identitas sebuah bangsa. Yang karena keminderannya WHO menyebut ramuan hasil kreasi otentik setiap bangsa itu dengan sebutan “obat tradisional” (who the hell are you WHO?). Toh selama vaksin belum ditemukan, sah-sah saja kan kalau kita kembali membuka lembaran-lembaran kuno berdebu itu? Setidaknya mengonsumsi ramuan herbal saat wabah melanda tidak membuat kita lebih konyol dari orang-orang yang memborong tisu toilet.

BACA JUGA: Menelisik Muasal Kata “Corona” – Bagian 1

China punya “Kitab Kaisar Kuning” yang fungsinya semacam manual book kesehatan berisi teknik sekaligus ramuan zat-zat medis guna menangani beragam jenis penyakit. India punya konsep diagnosa holistik yang disebut “Ayurveda”. Dengan 8 cabang turunan keilmuan, konsep ini disebut-sebut sebagai sistem ilmu kedokteran paling kuno. Diagnosanya holistik karena menitikberatkan pada keseimbangan tubuh, energi, pikiran, dan ruh.

Sementara Indonesia tidak punya catatan berupa buku resep atau kitab mengenai produk kuliner kesehatan karena bangsa Indonesia memang bukan jenis bangsa dengan karakter notulen. Kekayaan khasanah ramuan herbal Indonesia tidak terletak pada catatan kaki peradaban: naskah-naskah kuno ketabiban, melainkan pada wajah kebudayaan sehari-harinya. Datang mainlah ke Indonesia, lihat mbok-mbok jamu yang keliling tiap pagi, atau pergi mampir ke warung jamu malam hari yang bisa buka sampai larut—itulah laboratorium medis herbal Indonesia.

Bahkan bisa bukan hanya yang jenisnya herbal. Metode medis bangsa Indonesia ketika sudah bergesek dengan alam pikir yang paling ‘rebel‘ bisa dengan santai menawarkan kesehatan lewat empedu kobra di pinggir jalan. Agen-agen ‘ketok magic‘ semacam itu sesungguhnya berjumlah lebih banyak dari kekayaan ilmu medis yang tercatat di dalam almari Kemenristekdikti.

Orang-orang dulu menyetak identitasnya melalui produk kuliner dengan kesehatan sebagai fokus utamanya. Kesehatan adalah kebutuhan ummat manusia paling purba, maka produk-produk kuliner yang tawaran primernya adalah kesehatan usianya cenderung langgeng. Dan karena langgeng seturut zaman, ia menjadi emblem identitas yang tercantol di dada setiap bangsa. Ketika zaman bergerak dan dunia dihinggapi wabah kapitalisme, disiplin fokus produk kuliner setiap bangsa bergeser dari kesehatan menjadi kenikmatan lidah semata. Pada terapannya yang lebih jauh serta konyol, ia bernama kuliner narsistik.

BACA JUGA: Menyaksikan Orang Terdekat Mati Satu Persatu Karena Corona yang Sekadar Dianggap Angka

Artinya fokus kuliner itu ter-reduksi lagi sedemikian rupa sampai tinggal soal sedap atau tidak sedap di dalam bidikan kamera. Makanan atau minuman yang paling laku hari ini adalah yang paling compatible dengan karakter selera Instagram (Instagramable). Perkara kualitas rasa, itu urusan belakangan. Apalagi soal efeknya terhadap kesehatan jasmani dan rohani, sama sekali tidak masuk dalam kategori penilaian meja juri manusia modern. Ini peradaban rupadatu. Segalanya tinggal soal rupa, rupa, dan rupa. Penyair Instagram asal Kanada sampai-sampai pakai nama Rupi Kaur (bukan Rupa Kaur) karena takut dituduh fans garda depan peradaban rupadatu. Gak deng saya ngarang aja kalo itu.

Maka ramuan-ramuan herbal itu ditinggalkan, meski eksistensinya tidak pudar atau lenyap total. Termasuk ketika masa pandemi seperti saat ini. India dan China yang punya resep herbal kuno masuk dalam salah dua negara dengan jumlah kasus positif Covid-19 terbanyak. Bahkan China menjadi rahim dari SARS-Cov-2, prolog dari kisah panjang pandemi Corona. Ini bukan faktor tunggal, tetapi pasti juga bukan sama sekali ‘bukan faktor’.

Di Indonesia, empon-empon kurang dapat perhatian. Di Pekalongan sendiri kita punya Kopi Tahlil, kopi dengan campuran rempah. Kopi yang setiap kumpeni Dutchman pasti ngiler ketika mencium aromanya. Belum lagi metode suwuk. Metode meniup air putih dengan doa, wirid, atau hizib. Setelah disuwuk, airnya bisa diminum, dioles ke sekujur badan, atau diciprat-cipratkan ke sekeliling rumah.

Bukankah itu semestinya jadi mainstreamatau katakanlah salah satu treatment pencegahan, di negara dengan jumlah ummat Islam terbanyak sedunia? Metode-metode medis berbasis ilmu spiritual, bukankah setidaknya muncul ke permukaan wacana nasional, ketika pluralisme agama ramai digembor-gemborkan bahkan sampai menjadi komoditi paling menjual sepanjang tahun?

Padahal Masamu Emoto, peneliti dari Hado Institute Tokyo, pada tahun 2003 pernah membuktikan bahwa partikel-partikel di dalam air dapat bergerak, berubah, atau memuai, ketika diperdengarkan kepadanya suara, musik, atau rapalan doa-doa, termasuk juga sholawatan dan suluk syi’ir-syi’ir. Masamu Emoto membuktikan bahwa spiritualitas dan rasionalitas logika bukanlah sesuatu yang patut dibenturkan atau ditabrakkan. Justru keduanya merupakan satu kesatuan yang bulat dan saling melengkapi.

BACA JUGA: Corona Dalam Tahap Ayat Allah Yang Bersifat Muqoththo’ah

Namun barangkali kita memang terlalu modern dan canggih, sulit percaya kepada hal-hal yang tidak kasat mata. Beruntung ada Corona, kita jadi terpaksa melatih ‘mata’ yang lain. Belajar percaya pada yang tidak terlihat. Belajar mengaktifkan protokol sanitasi hati, pakai masker akal, dan menjaga jarak (value-distancing) dengan hal-hal yang destruktif. Dan yang paling utama, belajar kepada sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang mata fisik dan mata rohani mustahil menangkapnya.

Yang letaknya tidak di mana-mana tetapi sekaligus ada di mana-mana. Yang paling relevan untuk menentukan lamanya masa karantina, apakah 14 hari, 28, 42, 7 dasawarsa, 3 abad lebih 9 tahun, atau 78 milenium, terserah. Kepada yang paling berhak menyetop jumlah kematian di angka berapa, ikut dan beriman saja.

BACA JUGA Tulisan-tulisan menarik dari Sobrun Jamil lainnya.

Tags: CoronaCorona VirusCovid-19EsaiOpiniPandemi

Mau Ikutan Menulis?

Kamu bisa bagikan esai, opini, pengalaman, uneg-uneg atau mengkritisi peristiwa apa saja yang bikin kamu mangkel. Karya Sastra juga boleh kok. Sapa tahu kirimanmu itu sangat bermanfaat dan bisa dibaca oleh jutaan orang. Klik Begini caranya


Sobrun Jamil

Sobrun Jamil

Sesekali menulis, sisanya menjalankan kewajaran hidup

Sapa Tahu, Tulisan ini menarik

Film Pendek Menanti Keajaiban

4 Film Pendek Keren yang Bisa Kamu Tonton Gratis di Youtube

Juli 29, 2022
160
Menanggulangi Wabah Cacar Monyet

Kiat Agar Indonesia Bisa Sukses Menanggulangi Wabah Cacar Monyet

Juli 28, 2022
179
Mengenal Filsafat Stoa - Stoikisme

Stoikisme, Jalan Damai Mengenal Diri Sendiri Sebagai Kunci Hidup Tenang

Juli 27, 2022
234
Soal Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus yang Kurang Diperhatikan

Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Itu Perlu Diperhatikan lho!

Juli 25, 2022
187
Alasan Hobi Orang Dewasa yang Gemar Nonton Kartun itu Layak Diapresiasi

Alasan Hobi Orang Dewasa yang Gemar Nonton Kartun itu Layak Diapresiasi

Juli 22, 2022
185
Cibiran akan kesuksesan orang lain

Soal Rivalitas Kehidupan yang Kalau Dipikir Itu Mending Lucu

Juli 20, 2022
155
Load More


Ada Informasi yang Salah ?

Silakan informasikan kepada kami untuk segera diperbaiki. Pliss "Beritahu kami" Terima kasih!


TERBARU

Menteri PPPA: RUU KIA Tak Menimbulkan Diskriminasi Gender

Kepulangan Jamaah Haji Indonesia Sempat Dilanda Badai Pasir

5 Alasan Kamu Perlu Memilih Eranyacloud sebagai Cloud Provider Terbaik di Indonesia

Mobil Tiba-Tiba Mati dan Tidak Bisa Distarter? Cek Cara Ini

Cobain yuk! 8 Game Balap Mobil Android Offline yang Asyik

7 Alternatif Wisata Anak dan Keluarga di Bali yang Bagus Buat Edukasi

Joko Anwar Jamin Pengabdi Setan 2 Lebih Mencekam

LAGI RAME

Wisata Tegal - Villa Guci Forest

Wisata Hits Terbaru Tegal di Villa Guci Forest

Mei 17, 2022
7.3k
Legenda Dewi Lanjar Pantai Utara

Kisah Legenda Asal-usul Dewi Lanjar

Agustus 12, 2016
35.5k
Wisata Jepara - Karimun Jawa

18 Wisata Hits Jepara Terbaru 2022 Wajib Kamu Kunjungi

April 10, 2022
1.6k
Tradisi Syawalan Balon Udara Pekalongan

5 Tradisi Syawalan di Pekalongan yang Sayang Untuk Dilewatkan

Mei 7, 2022
8.3k
Burung Kicau Terbaik 2022

Ini Lho 7 Burung Kicau yang Menjadi Primadona di Tahun 2022

Juni 16, 2022
1.4k
Kepulangan Jamaah Haji Indonesia Sempat Dilanda Badai Pasir

Kepulangan Jamaah Haji Indonesia Sempat Dilanda Badai Pasir

Agustus 10, 2022
156
Baron Sceber Rogoselo

Legenda Baron Sekeber Desa Rogoselo

Januari 10, 2016
14.3k
Resep-Membuat-Megono-Pekalo

Resep dan Cara Membuat Megono Khas Pekalongan

Desember 19, 2018
27.8k
Asal-usul Karangdowo

Sejarah Desa Karangdowo – Kab. Pekalongan

Mei 3, 2016
1.4k
Resep Tauto Pekalongan

Sejarah Asal-Usul Tauto Pekalongan

November 21, 2017
1.5k

TENTANG  /  DISCLAIMER  /  KERJA SAMA  /  KRU  /  PEDOMAN MEDIA SIBER  /  KIRIM ARTIKEL

© 2021 KOTOMONO.CO - ALL RIGHTS RESERVED.
DMCA.com Protection Status
No Result
View All Result
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • OTOMONO
  • DUNIA GAME
  • K-POPers
  • OH JEBULE
  • FIGUR
  • NGULINER
  • PLESIR
  • PUSTAKA
  • LAINNYA
    • KILASAN
    • KEARIFAN LOKAL
    • UMKM
    • NGABUBURIT
    • NYASTRA
    • EDUKASI
    • RELEASE
  • Mau Kirim Tulisan?
  • Login
  • Sign Up

Kerjasama, Iklan & Promosi, Contact : 085326607696 | Email : advertise@kotomono.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In