KOTOMONO.CO – Pro kontra atas ‘tradisi’ Balon Udara wabil khusus di Pekalongan tiap lebaran selalu seru dan ramai dibahas setiap tahunnya.
Sekira antara pukul 06.00 sampai 08.00 pagi pada hari Syawalan. Langit-langit Pekalongan terasa menjadi medan perang, dari berbagai sudut wilayah terdengar suara ledakan, mulai dari ledakan kecil hingga “Gong” ledakan besar nyaring terdengar dengan jelas. Uniknya suara tersebut berasal bukan dari bom pesawat tempur ataupun drone militer yang melepaskan tembakan, tetapi berasal dari Balon udara beraneka warna yang diberi serangkaian petasan. Dan ini yang menjadi ciri khas Pekalongan saat merayakan hari ke-8 Bulan Syawal.
Ada kesan gengsi tersendiri antar pemuda kampung yang membuat balon udara yang digantungi rangkaian petasan ini. Ada yang beranggapan setelah Balon Udara ini dilepaskan akan menimbulkan rasa suka cita dan kepuasan tersendiri. Tidak hanya Pekalongan aja sih yang ada tradisi balon udara dengan petasan, seperti daerah Ponorogo dan Jawa Timur lainnya juga sering melepaskan Balon udara ketika lebaran, jangkuan dari Balon udara juga nggak kaleng-kaleng, bisa mencapai pulau Kalimantan lho!
Ada yang berpendapat bahwa awal mula dari tradisi melepas Balon Udara yang dilengkapi petasan ini berasal dari perpaduan 2 budaya yang sewaktu masa kolonialisme. Yakni tradisi melepas balon yang beraneka ragam bentuk dan warna oleh warga Indo-Eropa yang menetap di Kota Pekalongan saat penjajahan Belanda dulu. Sedangkan untuk Tradisi Petasannya, dibawa oleh warga peranakan Tionghoa ketika merayakan suatu hari besar mereka. Dan oleh oleh warga Pribumi Pekalongan, Kedua tradisi ini digabungkan dan tetap dilakukan turun – temurun hingga sekarang ini.
Namun jika ditelisik lebih lanjut, ada fakta sejarah yang sangat menarik dimana alat yang digunakan sangat mirip dengan balon udara yang konon menjadi budaya orang Pekalongan ini dipakai pada masa perang dunia ke-2, saat kekaisaran Jepang melawan Amerika.
Adalah Bom Balon Fu-Go, senjata rahasia antar benua pertama di dunia yang digunakan Jepang untuk membalas dendam kepada Amerika Serikat sekaligus menjadi “pembunuh misterius” dalam PD II.
Secara material dan struktur bentuk terlihat sangat mirip, yakni terdiri dari bentuk balon yang diberi muatan peledak. Dalam kasus perang Jepang ini diisi muatan Bom atau Bahan Pembakar, sedangkan dari Pekalongan diisi muatan serangkaian Petasan yang beraneka ukuran, yang terbesar berukuran kaleng cat. Nah, mungkin nih orang-orang Jawa (Pekalongan dll) membuat Balon Udara yang menjadi simbol lebaran ini dengan mengadaptasi dari Senjata perangnya si Jepang ini, tapi dari tahun kapan dan dari mana mereka mendapat informasi tentang senjata tersebut, toh internet belom ada, oh mungkin kabar dari angin kali ya.
Dilansir dari situs id.wikipedia.org, Bom Balon tersebut disebut dengan Fu-Go yang berarti balon api. Fu-Go tersebut merupakan Balon hidrogen dengan muatan bervariasi dari bom antipersonel 33 pon (15 kg), bom pembakar 26-pon (12 kg), dan empat perangkat pembakar 11 pon (5,0 kg), yang dirancang sebagai senjata murah yang memanfaatkan aliran udara di atas Samudera Pasifik dan meledakkan bom di kota-kota Amerika, hutan, dan tanah pertaniannya. Wah udah dari dulu ya negeri kakek Sugiono ini cerdik-cerdik. Bahkan negara tetangga memerika seperti Kanada dan Meksiko juga melaporkan penampakan balon api Jepang ini.
Seperti yang saya katakan pada paragraf diatas, bahan Bom Balon api Jepang ini adalah senjata pertama yang memiliki jangkauan antarbenua (kalo sekarang tuh ada istilah ICBM, Intercontinental Ballistic Missile yaitu Rudal Nuklir antar benua).
Serangan bom balon Jepang ke Amerika Utara pada waktu itu adalah serangan jarak jauh terpanjang yang pernah dilakukan dalam sejarah peperangan, sebuah rekor yang tidak rusak sampai adanya serangan Operasi Black Buck 1982 selama Perang Kepulauan Falkland.
Balon-balon itu dimaksudkan untuk menanamkan rasa takut dan teror di AS, meskipun bom-bom itu ternyata relatif tidak efektif sebagai senjata pemusnah massal karena terkendala kondisi cuaca ekstrem di Amerika sana.
Pada awalnya balon yang digunakan tersebut terbuat dari sutra karet konvensional, kemudian diganti “washi”, yaitu sebuah kertas yang berasal dari semak-semak murbei yang kedap air dan sangat tangguh. Kertas tersebut hanya tersedia dalam bentuk kotak seukuran peta jalan, jadi kertas washi dilem dalam tiga atau empat laminasi menggunakan pasta konnyaku (lem khas Jepang)
Sistem kerja dari Bom Balon Jepang ini sangat sederhana, seperti saya kutip dari situs id.wikipedia.org, Balon yang terbuat dari gas hidrogen ini mengembang ketika dihangatkan oleh sinar matahari, dan naik ke atas, kemudian berkontraksi saat bertemu udara dingin di malam hari, dan turun. Para insinyur merancang sistem kontrol yang digerakkan oleh altimeter (sebuah alat untuk mengukur ketinggian suatu titik dari permukaan laut) untuk membuang pemberat pada balon. Ketika balon turun di bawah 30000 ft (9,1 km), ia menembakkan muatan listrik untuk memotong karung pasir yang longgar. Karung pasir diangkut dengan menggunakan roda beruji empat aluminium dan dibuang dua sekaligus dalam sekali melepas untuk menjaga keseimbangan roda.
Demikian pula ketika balon naik di atas sekitar 11,58 km, altimeter mengaktifkan katup untuk melampiaskan hidrogen. Hidrogen juga dilepaskan jika tekanan balon mencapai tingkat kritis.
Sistem kontrol menjalankan balon melalui tiga hari penerbangan. Pada saat itu, kemungkinan balon berada di atas AS, dan pemberatnya dikeluarkan. Kilatan terakhir bubuk mesiu melepaskan bom yang juga dibawa di atas roda dan menyalakan sekering panjang 64 kaki (20 meter) yang tergantung dari ekuator balon. Setelah 84 menit, sekering menembakkan bom kilat yang menghancurkan balon, mirip balon pekalongan yang hancur ketika terkena ledakan mercon “gong”.
Bom balon Jepang ini pertama kali diluncurkan tanggal 3 November 1944. Kemudian April 1945, para ahli memperkirakan ada sebanyak 1.000 bom balon mencapai Amerika Utara, 284 di antaranya telah terlihat dan ditemukan. Namun, catatan faktualnya yang ditemukan di negara Jepang menunjukkan angka sekitar 9.000..
Akan tetapi senjata ini kurang berhasil untuk menaklukan lawan dan tidak bekerja sesuai rencana militer Jepang. Kemudian pemerintah Jepang menarik dana untuk program tersebut, di saat yang bersamaan juga pasukan Sekutu meledakkan tanaman hidrogen Jepang, yang menjadi komoditas utama untuk bahan bakar balon.
Sementara demi menjaga pertahanan dan keamanan negaranya, Mamarika menjaga kerahasiaan mengenai keberadaan bom balon yang dapat mengancam jiwa warganya. Karena jika diketahui media massa akan jadi tolak ukur keberhasilan senjata bom balon bagi Jepang. Cukup jenius pula nih Mamarika.
Namun demikian, tercatat pada tanggal 5 Mei 1945 bom balon menewaskan lima orang anak dan istri seorang pastur lokal bernama Archie Mitchell. Mereka tewas saat bermain dengan balon kertas besar saat bertamasya di dekat hutan Bly, Oregon.

Dari cerita diatas, ternyata orang-orang kita menguasai teknologi perbalonan ini dengan baik, ya meski beberapa ada yang kurang setuju namun ini patut diapresiasi. Ya sapa tau aja di masa mendatang ketika negara tercinta kita ini harus menghadapi perang melawan tetangga, menteri pertahanan kita nggak usah mahal-mahal beli rudal, cukup bawa orang-orang dari daerah yang bertradisi ini untuk merakitkan senjata murmer untuk melawan musuh, khususon buat orang Pekalongan, jangan lupa sediakan sarapan Sego Megono + Gorengan biar makin sakpore hasilnya.