KOTOMONO.CO – Terhitung sejak 2013, Ramadan Muslim Indonesia disemarakkan dengan ajang pencarian bakat Hafiz Indonesia. Program religi andalan RCTI ini menampilkan kemampuan anak-anak Indonesia maupun luar negeri dalam melafalkan dan menghafalkan ayat al-Qur’an. 10 tahun lamanya Hafiz Indonesia berjalan, program ini mengantongi banyak penghargaan.
Pada 2014, Hafiz Indonesia memenangkan penghargaan Panasonic Gobel Award dalam kategori Program Anak. Dalam kategori Program Ramadhan Terpopuler Indonesian Television Awards 2017, Hafiz Indonesia juga berhasil menang. Ia juga memenangkan Anugerah Syiar Ramadhan 1439 dalam kategori Pencarian Bakat. Juga, pemenang dalam Indonesian Television Awards 2020 dalam kategori Program Ramadhan Non Drama Terpoluler.
Yap, begitu banyak penghargaan yang dimenangkan Hafiz Indonesia. Tak terkecuali hati para orang tua. Program ini berhasil mencuri perhatian mereka karena melihat kemampuan luar biasa anak-anak menghafal al-Qur’an. Bisa dibilang, program ini menjadi makin menonjol karena membawa nilai religi yang tidak main-main dalam kepercayaan Islam.
Tiap kali menonton Hafiz Indonesia, ibu saya selalu mengungkapkan kekagumannya dengan anak-anak tersebut. Hal ini juga terjadi dengan ibu-ibu lain. Salah satu dari mereka—ibu teman saya— bahkan ada yang nyeletuk “Kok anak e ibu ora ono sing koyo kui ya?”. Cerita ini terjadi sudah bertahun-tahun lalu, tapi ternyata terulang kembali belakangan ini.
Setiap Anak Memiliki Kelebihan Masing-Masing
Disadari atau tidak, kalimat yang dilontarkan ibu tadi sebenarnya membuat si anak overthinking. Apalagi teman saya adalah tipe pendiam yang enggan membalas perkataan ibunya, walaupun sebenarnya tidak sepakat dan bisa menyanggah. Dia merasa gagal karena tidak bisa memenuhi ekspektasi ibunya.
Bisa jadi sebenarnya banyak problem yang melatarbelakangi perasaan gagal tersebut, dan ucapan ibunya menjadi pemicu ledakan besar. Dia mengakui bahwa selama ini memang karirnya tidak sesuai dengan harapan keluarga. Tapi orang tua sebagai pihak terdekat baiknya menjadi support system setiap anak.
BACA JUGA: Poin Penting Pola Asuh Anak Untuk Para Orang Tua Zaman Now
Menjadi pendukung tidak semudah kedengarannya. Banyak yang perlu diupayakan untuk mencapai titik itu. Salah satunya adalah dengan berhenti membandingkan anak. Entah itu dengan anak tetangga, figur yang ada dalam televisi, atau sesama saudara.
Yang perlu disadari orang tua dan anak yaitu bahwa setiap individu memiliki kelebihan masing-masing. Membandingkan satu anak dengan yang lainnya bisa diibaratkan dengan menuntut ikan bisa terbang. Sekali lagi, ikan hanya bisa berenang. Jika dipaksa terbang, sebelum proses itu berjalan dia sudah mati terlebih dahulu.
Manusia memang bukan ikan atau burung. Anak tidak akan kehilangan nyawa hanya karena dituntut menguasai bidang yang tidak ia sukai. Tapi tidak berarti hidupnya baik-baik saja. Semangatnya padam, jiwanya mati. Mungkin dia tampak tersenyum dan menikmatinya, namun dia terpaksa merelakan apa yang ingin dia inginkan.
Dukung Anak Sesuai Minatnya
Jika orang tua menginginkan anak yang mumpuni dalam ilmu agama, dukung dan arahkan dia sejak dini. Saat menonton Hafiz Indonesia, kita bisa melihat bagaimana perjuangan orang tua peserta mengantarkan anaknya mencapai titik itu. Sejak usia dini, anak-anak sudah diarahkan dan difasilitasi sesuai kemampuan keluarga.
Ini yang sering diabaikan orang tua saat membandingkan anak. Mereka hanya melihat output yang ada di depan mata, tanpa menyadari proses yang dilalui. Padahal tidak ada proses yang mudah. Hasil yang baik tentu disertai dengan perjuangan yang sepadan.
BACA JUGA: ODGJ, Problem Struktural, dan Kita sebagai Manusia
Jika menginginkan anak menjadi sosok yang A, B, C. atau D, orang tua bisa mengajaknya berdiskusi. Memberi pengertian agar anak bisa paham. Namun pada akhirnya, orang tua tetap harus melihat apakah inisiatif itu bekerja kepada anaknya, atau ada hal lain yang lebih diinginkan si anak. Lagi-lagi, minat anak tidak bisa dipaksakan.
Jika arah minatnya sudah bisa dilihat, orang tua bisa mendukungnya. Seperti yang dilakukan oleh orang tua peserta Hafiz Indonesia, mereka mendaftarkan anaknya mengikuti ajang tersebut juga sebagai media belajar anak sesuai minatnya.
Saya yakin dalam hati setiap anak yang menonton Hafiz Indonesia juga mengagumi peserta. Ada keinginan untuk menjadi seperti mereka. But, yeah, menghafal juz 30 saja kita perlu waktu yang lebih panjang. Many problems that appear and haven’t been solved. Diperlukan kerjasama yang baik antara anak dan orang tua.
Komentarnya gan