KOTOMONO.CO – Beberapa tahun lalu, saya dan teman-teman alumni SMA kumpul-kumpul santai hingga malam. Saat sedang asyik ngobrol, tiba-tiba beberapa teman perempuan saya buru-buru ingin pulang. Salah seorang beralasan, takut pulang malam karena nggak mau kena cap yang aneh-aneh dari tetangga.
Pada momen yang berbeda, ketika saya dan teman SMA saya sedang asyik ngobrol di sebuah kafe sederhana, tiba-tiba suara azan menggema dari berbagai corong masjid di sekitar kafe tersebut. Sebagai muslimah yang berusaha taat kepada Tuhan, saya dan teman saya langsung cabut dari kafe tersebut dan segera menyambangi Masjid Agung Pemalang yang sekarang sudah jauh lebih mewah dari pada sebelumnya.
“Eh, habis ini kita mau kemana, nih?” tanya saya kepada teman saya ketika kami sedang menuju ke tempat wudu.
“Pulang aja, ya, Zah. Aku takut dimarahi ibuku, soalnya udah malam, ” ucap perempuan yang satu tahun lebih tua dari saya.
Mendengar ucapan tersebut, saya langsung kaget dan bilang ke teman saya bahwa jam magrib itu ya masih sore. Masih bisalah menikmati suasana di Pemalang Kota. Saat itu pula saya langsung tanya dengan dia, apakah di tempat rantau dia tidak pernah pergi malam-malam.
Dia bilang bahwa di sana dirinya hanya pergi ke tempat kerja dan kembali lagi ke kos-kosan. Keluar malam ya jika dapat jatah bekerja shift malam. Jika mau pergi ke mall ya saat hari libur dan itu dilakukan saat siang hari.
BACA JUGA: Surat Terbuka untuk Perempuan yang Selalu Dituntut ‘Manut’ dengan Pasangannya
Mendengar itu, saya langsung cerita ke teman bahwa saya sudah sering pulang malam (walaupun nggak larut-larut amat sih) sejak saat SMA. Maklum, mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolah memang membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Apalagi kegiatannya dimulai saat setelah azan asar berkumandang.
Pulang malam juga saya lakukan saat mengikuti organisasi mahasiswa di kampus. Saat mendengar cerita itu, teman saya langsung nyletuk ke saya, “Wah, berarti aku cupu banget, dong, ya.”
Setelah ungkapan itu menyambangi telinga, saya hanya bisa tertawa kebingungan. Masak iya ukuran cupu hanya dilihat sering atau tidaknya keluar malam. Padahal menurut saya, cupu itu ya ketika pola pikir kita yang hanya berputar-putar di situ saja. Tidak berubah ke arah yang lebih positif.
Balik lagi ke persoalan perempuan keluar malam, memang masih sangat tabu untuk dilakukan apalagi jika pola pikir masyarakat masih saja konservatif. Bahkan, saking konservatifnya, banyak masyarakat yang masih menstigmakan jika perempuan keluar malam itu adalah perempuan nggak jelas, rendahan, dan murahan.
Padahal kenyataanya tidaklah demikian. Perempuan keluar malam ya memang banyak urgensinya. Misalnya pekerjaan yang didominasi oleh perempuan yaitu perawat, yang mana diharuskan untuk berkerja saat malam hari untuk mengurus para pasien. Apalagi saat ini mereka tengah berjibaku dengan pandemi yang entah kapan selesainya.
BACA JUGA: Aa Gym, Tolong, Bedakan Antara Perempuan dan Kendaraan Bermotor!
Bayangkan jika tidak ada mereka. Nyawa para pasien pasti sudah banyak yang melayang. Iya, saya tahu mereka digaji karena bekerja. Namun, apakah seimbang dengan gaji yang mereka terima di tengah peliknya virus Covid-19 di negeri ini?
Tak hanya perawat perempuan, para buruh perempuan, seperti teman saya tadi juga mau tidak mau harus keluar malam untuk mencari nafkah buat keluarganya. Saya yakin, banyak perempuan yang rela keluar malam dan melawan stigma masyarakat demi mencari uang untuk biaya kehidupan rumah tangga mereka.
Jika para perempuan tersebut masih saja memikirkan stigma masyarakat, ya nanti mau makan apa? Apakah orang-orang tersebut rela mengeluarkan koceknya demi membiayai perempuan-perempuan yang keluar malam?
Pun dengan mereka yang belum bekerja dan masih berjuang dengan dunia perkuliahan yang tak kalah kejamnya. Hal ini pernah saya lakukan ketika sedang aktif kuliah.
Kebanyakan dari kami, kuliah hingga sore hari. Mau tidak mau, untuk melaksanakan kegiatan organisasi seperti rapat, kami lakukan saat malam hari. Ya, mau gimana lagi, memang sempatnya saat itu. Lagi pula, kegiatan organisasi bukannya tidak penting. Di sana kami bisa lebih mengeksplor kemampuan kita. Saya misalnya, bisa menulis berkat mengikuti organisasi.
Pulang malam juga tak hanya dilakukan oleh mahasiswa yang aktif organisasi. Mahasiswa yang harus mengerjakan tugas lapangan sampai malam hari hingga mahasiswa yang bekerja paruh waktu juga sering dilakukan oleh mereka.
BACA JUGA: Apakah Menjadi Perempuan itu Sulit?
Pulang malam juga seharusnya diizinkan kepada perempuan yang hanya ingin main-main di luar rumah. Saat tengah suntuk dengan segala rutinitas entah itu soal pekerjaan atau persoalan di dalam rumah. Dan bagi mereka solusi untuk mengusir kejenuhan tersebut adalah keluar rumah saat malam hari, ya biarkanlah.
Namun, karena saat ini virus Covid-19 semakin mengganas, lebih baik berpergiaan yang tidak penting-penting amat saat malam hari atau di waktunya lainnya ditunda saja dulu, hingga virus tersebut enyah dari muka bumi ini. Carilah alternatif hiburan lainnya selain keluar rumah.
Intinya, biarkanlah perempuan keluar rumah saat malam hari. Ciptakan ruang aman di ruang publik untuk kami agar kalimat “kamu sih, pergi malam-malam sendirian, di tempat sepi lagi, jadinya dilecehin, kan!” tidak terdengar berulang kali di kehidupan ini.
Berikan komentarmu