“Tidak kau jangan bunuh aku sekarang!” jeritan yang keluar dari mulut Risna sungguh memilukan hati, dengan kulit tangan yang memar dan pipi lebam, ditambah lagi tubuhnya yang kurus karena belum makan selama dua hari.
“Kau harus mati sekarang, hahaha.” Seringai muncul dari bibir wanita bernama Gayatri tersebut, rambut yang seluruhnya putih dan berantakan itu menambah kesan seram dirinya.
Gadis bernama Risna itu terlihat ketakutan, ia mulai menangis sesenggukan. Ia tak menyangka jika nasib tragis telah menimpa diri dan keluarganya, semua tak tersisa kecuali hanya kenangan indah yang membuatnya kembali menangis.
***
Dua bulan lalu keluarga Risna pindah ke sebuah rumah yang berada di Pedesaan, rumah tersebut sangat besar dengan ornamen peninggalan Belanda. Sebuah pohon beringin dan bambu kuning menambah keasrian tempat tersebut, namun selain asri rupanya rumah tersebut menyimpan sejumlah misteri yang belum mampu terpecahkan. Bahkan warga sekitar rumah itu tidak ada yang berani melewatinya, jika sudah melewati pukul tujuh malam.
Risna dan keluarganya, Ayah bernama Sunarto dan ibunya Raswati, serta adiknya bernama Bayu Bimantara. Mereka mendapat berbagai gangguan setelah satu malam tinggal di sana, mulai dengan suara tawa wanita lalu dilanjutkan dengan lagu menidurkan bayi yang sangat merdu. Bima yang pertama kali mendengarnya, dia mulai mengendap-endap untuk mencari asal suara itu, namun hasilnya selalu nihil.
Gayatri adalah seorang perempuan berumur lima puluh tahunan, rambut seluruhnya putih dengan kulit yang mulai mengendur, beliau selalu memakai kebaya dengan kemben di bagian bawah. Gayatri adalah pembantu dari rumah itu sebelumnya, sekarang juga menjadi pembantu dari keluarga Sunarto, ayahnya Risna.
Sebuah kidungan terdengar dari arah kamar mandi, membuat Pak Sunarto menghentikan langkahnya. Perlahan ia dekatkan telinganya ke daun pintu untuk memperjelas apa yang telah didengarnya, namun tiba-tiba napasnya tercekat, tubuhnya terasa berat untuk melangkah, pandangannya mulai kabur.
“Apa yang sedang ayah lakukan malam-malam seperti ini?” tanya Risna yang terkejut melihat ayahnya berdiri di dapur dan tengah mengambil sesuatu dalam kulkas, nampak memakan sesuatu dan ternyata itu adalah ayam mentah.
“Jangan ayah! Buanglah!” Risna kembali kaget melihat ayahnya yang menakutkan, dengan mata merah menyala, rupanya ayah tengah kesurupan.
“Tolong.” setelah itu seluruh keluarga Risna berkumpul dan terlihat panik, lalu Ibu Raswati meminta Bima untuk memanggil orang pintar menyembuhkan Pak Sunarto.
Dukun itu membawa dupa di tangannya, dengan pakaian khas jawa yang kental, membuat suasana rumah saat itu terasa magis. Dukun menggumamkan mantera-mantera untuk mengusir lelembut itu dari badan Pak Sunarto, terlihat tubuhnya bergerak tak karuan, berusaha menyerang sang dukun yang mengusirnya.
Darawati, arwahnya memang tidak tenang, beliau adalah pembantu atau dayang di keluarga Belanda yang saat ini ditempati Risna dan keluarganya, ia ikut meninggal secara misterius bersamaan dengan kematian Tuannya, Tuan Robert Borton, Madam Calista Borton, kedua putri mereka Fellyna Borton dan Rebeca Borton.
Kini ayah Risna sudah siuman, arwah Darawati keluar dari badannya. Malam ini begitu dingin, keluarga Risna terlihat tidak tenang karena mungkin saja akan ada petaka lain yang masuk ke rumah mereka, tak disangka angin berhembus sangat kencang di rumah tersebut, membuat siapapun tak kuat untuk berdiri.
Keesokan paginya matahari bersinar cerah, semua orang masih saja malas untuk bangun. Alasannya karena mereka tak bisa tidur malam itu, semua terjaga hingga pagi datang.
Bima mencium aroma dupa menguar dari sebuah ruangan tua, letaknya berada di sebelah kamarnya. Ia mengikuti arah bau tersebut berasal, lalu sangat terkejut mendapati Bibi Gayatri melakukan sebuah ritual. Mendapati hal tersebut Bi Gayatri terlihat marah, ia mengikuti Bima yang berlari keluar dari ruangan itu. Sebuah pisau telah ia siapkan untuk menghabisi bocah kecil itu, Bima telah tertangkap dan beberapa kali tusukan di perut membuatnya berteriak, lalu bocah malang itu terbaring tak sadarkan diri. Ibu Raswati yang mengetahui perbuatan Gayatri berusaha melapor ke suaminya, namun tangannya tercekat dan Gayatri mengatakan sesuatu.
“Akulah yang menumbalkan keluarga Borton, termasuk juga Darawati untuk mendapat setiap kekayaan ini, namun kalian telah mengetahui sedikit rahasia ini, jadi kalian perlu untuk dilenyapkan, hahahaha.” tawa wanita itu menggelegar, menciptakan ketakutan kepada siapapun yang mendengarnya, lalu muncul Risna dan Pak Sunarto yang terkejut dengan apa yang dilakukan Gayatri.
“Mundur! Jika kalian masih ingin melihat dia selamat.” kata Gayatri dengan ancaman pisau di leher Raswati.
“Aku mohon lepaskan dia! Dia tak tahu apapun.” kata Pak Sunarto dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Pisau itu menggores leher Raswati, darah mulai keluar dan membasahi bagian atas bajunya. Pak Sunarto terlihat menangis sekaligus menahan amarahnya, sedangkan Risna hanya berdiri termangu menatap kematian ibunya yang tragis.
“Kini giliran kalian.” Gayatri mulai menyerang Pak Sunarto, ia mendapat perlawanan, namun pisaunya berhasil menusuk perut pria tersebut, tubuhnya terkulai lemas ke tanah dan perutnya bersimbah darah.
Risna berlari sekuat tenaga, ia berusaha menahan air matanya setelah mendapati kematian orang-orang yang begitu disayanginya, namun sekuat apapun dia berlari Gayatri mampu menangkapnya dengan mudah. Kini gadis itu tengah berada dalam kurungan Gayatri, menangisi keadaan dirinya yang memprihatinkan.
“Arghhhhhh, sakit.”
Nia terjatuh dari atas tempat tidur, pantatnya kesakitan setelah mimpi buruk tadi malam, yang membuat tubuhnya membentur lemari di samping tempat tidur.
“Kau kenapa? Pasti gara-gara tadi malam kau membaca novel ini.” kata Ibu dari Nia dengan menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku anak semata wayangnya itu, novel berjudul Rahasia Sang Petaka di tangannya mulai dimasukan dalam lemari dan menguncinya rapat.
‘Jadi itu semua hanya mimpi.’ gumam Nia dalam hati, tapi sebuah keanehan terjadi saat ia melihat pisau bersimba darah di bawah tempat tidurnya.
Berikan komentarmu