Kotomono.co – Belum lama ini, Wakil Presiden Indonesia , Ma’ruf Amin menyampaikan kekhawatirannya terkait prediksi proporsi penduduk usia produktif di Indonesia yang akan semakin menurun pada tahun 2045. Menanggapi hal tersebut, beliau menghimbau Gen Z untuk tidak menunda pernikahan agar pertumbuhan penduduk usia produktif dan tua tetap proporsional.
Pernyataan Wapres RI tersebut mengundang banyak komentar. Namun stop, cukup. Mari tinggalkan sejenak hal itu karena masih ada yang lebih penting. Setidaknya buat kamu warga Pekalongan.
Bak gayung bersambut, himbauan mantan Rais Aam PBNU agar tidak menunda pernikahan seakan langsung dijawab oleh program Lembaga Kemashlahatan Keluarga PCNU Kota Pekalongan. Mereka menggagas program pencarian jodoh dengan nama Ruang Ta’aruf. Flyer program ini mendadak meramaikan Whatsapp saya Kamis (18/5) malam.

Ta’aruf, Menikah, dan Problem di Lapangan
Sebagai individu yang masih dalam tahap “pencarian”, flyer tersebut berhasil menarik atensi saya. Sayangnya, link dan medsos yang dicantumkan dalam flyer tidak bisa saya temukan. Meskipun begitu, program ta’aruf sudah dipastikan benar adanya oleh seorang kawan yang kebetulan kenal dengan “orang dalam”.
Apakah program ini memang sengaja diadakan untuk menjawab himbauan Pak Kyai Ma’ruf Amin? Saya tidak terlalu yakin. Program kerja suatu organisasi pasti melewati banyak rapat pertimbangan, jadi pasti sudah dicanangkan jauh-jauh hari.
Tapi terlepas dari itu, benarkah program tersebut akan benar-benar dijalankan?
Begini, jika mengacu pada fakta banyaknya anak muda yang kesulitan menemukan jodoh dan berpacaran secara berlebihan, mungkin ta’aruf dalam kacamata agama bisa menjadi jalan terbaik. Tapi tunggu sebentar! Benarkah kita hanya punya satu kacamata untuk melihat fenomena ini?
Jika logika yang dipakai dalam merencanakan program ini sama halnya dengan yang dihimbaukan Pak Wapres, tentu salah kaprah.
Jelasnya seperti ini, Pak Wapres meminta Gen Z segera menikah alias bereproduksi untuk menyelamatkan kuantitas anak muda di 2045 kelak. Secara sederhana memang hal itu bisa menjadi solusi. Sebab populasi bisa bertambah jika terdapat kelahiran. Namun tidakkah beliau ini terpikir bagaimana pernikahan yang dilakukan secara asal-asalan justru membawa kehancuran?
BACA JUGA: Review Film Noktah Merah Perkawinan, Happiness is Number 1
Meminta Gen Z lekas menikah sementara masalah yang dialami kalangan muda sendiri belum terpecahkan hanya akan menambah masalah baru. Kita tidak bisa menutup mata dengan problem kesehatan mental, juga problem sosial lain yang masih melilit kalangan muda. Alih-alih mementingkan kuantitas, sebagai orang nomor dua di RI semestinya fokus pada kualitas penduduk.
Nah, jika Ruang Ta’aruf juga dibuat semata-mata hanya untuk mencari jodoh demi menghindarkan kemudharatan (karena ini program kemashlahatan keluarga), tidak ada bedanya dengan yang Pak Wapres lakukan. Hanya fokus pada hal yang sangat nampak, padahal masih banyak persoalan yang lebih urgen untuk disoroti.
Alternatif Program Menarik Selain Ruang Ta’aruf
Sebagai Lembaga Kemashlahatan Keluarga, visi yang ingin dicapai tentunya tidak jauh dari mashlahah keluarga itu sendiri. Ringkasnya, memelihara tujuan syara’, menghindarkan kemudharatan, dan meraih manfaat dalam keluarga.
Ketimbang membidik kalangan muda untuk segera menikah, saya kira fokus pada keluarga yang sudah tercipta justru akan lebih baik. Misalnya, membuat program dengan mengusung konsep “Baiti Jannati” atau rumahku adalah surgaku.
BACA JUGA: Privasi Selebritas dan Konsumsi Publik yang Menggila
Program ini bisa ditujukan untuk orang tua atau anak sekaligus. Bagaimana seluruh anggota keluarga bisa menjadi sebuah kesatuan sehingga mereka benar-benar memiliki rumah sebagai tempat pulang. Tidak sesederhana yang terlihat, di dalamnya bisa diselipkan parenting yang sehat, manajemen keluarga, bahkan pendidikan seks.
Agenda yang bertujuan untuk menghindarkan kemudharatan dalam keluarga juga bisa berupa penyuluhan untuk pasangan suami istri. Berdasarkan data BPS Provinsi Jawa Tengah tahun 2020, jumlah pernikahan yang tercatat di Kota Pekalongan mencapai 2.442. Sementara angka perceraian ada 549 kasus.
Apakah tidak ingin memberikan perhatian pada perceraian yang tahun sebelumnya sempat melonjak tersebut?
Tapi kalau masih ingin fokus dengan para pencari jodoh, ya sudah. Mungkin rekan-rekanita sekalian bisa berkolaborasi dengan Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah Ditjen Bimas Islam Kemenag. Adakan penyuluhan pengantar pernikahan yang lebih intens sehingga para pencari jodoh tersebut punya bekal yang cukup.
Tidak hanya bermodal materi dan calon pasangan saja, tapi juga mental serta keilmuan yang relevan untuk membangun keluarga sakinah.
Anyway, pendaftaran dibuka sampai kapan ya?
Berikan komentarmu