Kotomono.co – Detail mengenai kasus dugaan korupsi pengadaan menara BTS dan infrastruktur pendukung BAKTI Kominfo yang menyeret mantan Menkominfo Johnny G Plate telah dijelaskan oleh Menko Polhukam Mahfud MD. Mahfud menjelaskan bahwa masalah pada proyek senilai Rp28 triliun tersebut dimulai ketika pemerintah mencairkan anggaran awal sebesar Rp10 triliun pada tahun 2020.
“Muncul masalah pada tahun 2020 ketika proyek senilai 28 triliun tersebut mendapatkan pencairan anggaran awal sebesar 10 triliun,” ujar Mahfud setelah melapor kepada Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan Jakarta pada Senin (22/5).
Setelah pencairan anggaran, pemerintah meminta laporan dan pertanggungjawaban mengenai proyek tersebut pada Desember 2021. Namun, hingga saat itu, tidak ada satu pun menara yang telah dibangun oleh pelaksana proyek.
Mahfud menyebut pandemi Covid-19 sebagai alasan mengapa pelaksana proyek tidak dapat memenuhi kewajiban pengerjaan proyek. Namun, menurut Mahfud, alasan tersebut tidak bisa diterima secara hukum.
“Uangnya sudah dikeluarkan pada tahun 2020-2021, dan mereka meminta perpanjangan hingga Maret 2022. Secara hukum, seharusnya tidak diperbolehkan,” tegasnya.
Pada bulan Maret 2022, pengelola proyek mengklaim telah membangun 1.100 dari target 4.200 menara BTS. Namun, setelah dilakukan pengecekan langsung, hanya terdapat 958 menara BTS.
Mahfud menyebutkan bahwa penegak hukum memeriksa keberadaan 958 menara BTS tersebut dengan mengambil delapan menara sebagai sampel, namun tidak ada satupun yang berfungsi dengan baik.
“Dari 958 menara BTS tersebut, tidak diketahui apakah semuanya berfungsi sesuai spesifikasi atau tidak karena delapan sampel yang diambil tidak ada yang berfungsi dengan baik,” jelasnya.
Plt Menkominfo menyatakan bahwa penegak hukum memperkirakan jumlah uang yang digunakan hanya sekitar Rp2 triliun dari total pencairan Rp10 triliun. Dengan demikian, terdapat sekitar Rp8 triliun yang hilang dalam proyek tersebut.
“Jumlah yang sudah dikeluarkan hanya sekitar Rp2,1 triliun atau sejumlah itu, sehingga sisanya sekitar Rp8 triliun menghilang entah ke mana,” ungkapnya.
Kejagung telah menetapkan Johnny G. Plate sebagai tersangka dalam kasus korupsi pembangunan menara BTS jaringan 4G dan infrastruktur pendukung BAKTI Kominfo pada Kamis (17/5). Johnny dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Soal Aliran Dana Korupsi BTS ke Parpol
Mahfud MD, mengungkapkan bahwa dirinya telah menerima informasi mengenai dugaan korupsi dalam pembangunan menara pemancar (BTS) 4G BAKTI Kominfo yang melibatkan aliran dana ke partai politik. Namun, ia memandang hal tersebut sebagai gosip politik yang tidak dapat dipercaya.
“Dalam hal ini, saya juga menerima kabar serupa dengan disertai nama-nama yang terkait. Namun, saya anggap itu hanyalah gosip politik. Kita harus bekerja sesuai dengan aturan hukum yang berlaku,” ujar Mahfud di Kantor Kemenkominfo, Jakarta Pusat, pada hari Selasa (23/5).
Mahfud mengungkapkan bahwa ia telah melaporkan informasi tersebut kepada Presiden Joko Widodo. Namun, ia menyadari bahwa pembuktian informasi tersebut akan sulit dilakukan, sehingga ia memberikan izin kepada Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut.
“Saya juga telah melaporkan hal ini kepada Presiden. ‘Pak, saya tidak akan ikut campur dalam kasus ini. Pembuktian akan menjadi rumit dan mungkin akan menimbulkan kerumitan politik. Oleh karena itu, saya mempersilakan Kejaksaan Agung atau KPK untuk menyelidiki hal ini, asalkan tetap berada di luar batasan-batasan yang sudah jelas untuk menghindari politisasi,” paparnya.
Mahfud juga menegaskan bahwa ia tidak akan mencampuri urusan terkait informasi tersebut. Sebab, kasus tersebut sudah menjadi wewenang hukum.
Harga Tower BTS Ternyata Segini
Besarannya yang “wah” ini membuat banyak warga RI penasaran, berapa harga sebenarnya untuk satu menara BTS?
Menurut Sekjen Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Zulfadly Syam, harga sebuah menara BTS berkisar antara Rp 600 juta hingga Rp 1,5 miliar. Namun, ia menekankan bahwa angka tersebut bergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut meliputi lokasi, jalur distribusi material, grounding, serta harga tanah.
Sementara itu, terkait antena BTS, Zulfadly menyatakan bahwa itu berasal dari pihak operator. “Biaya untuk membangun menaranya sendiri, sedangkan antenanya merupakan tanggung jawab dari operator. Seharusnya satu menara dapat digunakan oleh 2-6 operator,” ungkap Zulfadly kepada CNBC Indonesia pada hari Selasa, tanggal 23 Mei 2023.
Zulfadly menjelaskan bahwa rentang harga tersebut masih dalam batas wajar, terutama jika pembelian material dilakukan secara massal.
Ketika ditanya mengenai waktu penyelesaian pembangunan, ia menegaskan bahwa hal itu juga tergantung pada beberapa faktor lainnya, seperti proses desain, lokasi, dan pondasi.
“Namun pada umumnya, proyek semacam itu dapat diselesaikan dalam waktu 4-6 bulan,” tambah Zulfadly.
Kasus korupsi terkait proyek penyediaan BTS dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI telah menimbulkan kehebohan di kalangan warga RI. Semua proyek tersebut berada di wilayah 3T, yaitu Papua, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, dan Nusa Tenggara Timur.
Selain Johnny, Kejaksaan Agung juga telah menetapkan beberapa tersangka lainnya dalam kasus ini. Salah satunya adalah Anang Latif, yang menjabat sebagai Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI).
Proyek seharusnya telah selesai pada bulan Desember 2021, tetapi akhirnya ditunda hingga Maret 2022. Dari anggaran sebesar Rp 10 triliun, hanya sekitar Rp 2 triliun yang dilaporkan telah digunakan.
***
Sumber: CNBC. CNN Indonesia
(AI)
Tulis Komentar Anda