KOTOMONO.CO – Tidak terasa sudah dua tahun pasangan Afzan Arslan Djunaid dan Salahudin memimpin Kota Pekalongan sebagai walikota dan wakil walikota. Belum lama ini gebyar acara refleksi dua tahun kepemimpinan pria yang akrab disapa Aaf, dan Salahudin itu digelar. Acara yang, tentu saja megah itu ditayangkan secara langsung oleh televisi kebanggaan Batik TV.
Belakangan berita hasil dari refleksi itu bertebaran di mesin pencari. Maksud saya Google. Muncul pemberitaan soal langkah-langkah dan capaian Walikota Pekalongan selama dua tahun.
Sebagai warga Pekalongan yang berbudi luhur, menjunjung tinggi NKRI, dan dipenuhi nilai-nilai religiusitas, saya perlu berprasangka baik pada pasangan Aaf dan Salahudin (selanjutnya saya akan menyebut Aaf saja). Betapa memang, banyak sekali program-program Aaf yang barang tentu, diakui atau tidak, terlaksana.
Disamping itu, dalam acara tersebut Aaf juga mengatakan tak sedikit permasalahan di Kota Pekalongan yang belum tuntas. Bagi Aaf, itu akan diselesaikan selama sisa masa jabatannya. Kurang lebih dua tahun lagi.
Saya sangat mengapresiasi hal itu. Sebab kalau semua permasalahan di Kota Pekalongan selesai dalam waktu dua tahun, Aaf pasti akan santai-santai saja. Ia akan duduk manis di kantornya.
Kalau sampai tidak ada yang dikerjakan, barangkali walikota yang satu ini akan menghabiskan waktunya untuk menonton televisi, melihat video-video mukbang di YouTube, main pingpong, sepak bola, bulu tangkis, dan sering-sering tanding kerambol dengan kerabat satu RT.
Kalaupun permasalahan di Kota Pekalongan selesai, itu juga tidak baik untuk iklim demokrasi di kota ini. Para calon walikota berikutnya jadi kehabisan ide untuk mencari bahan kampanye. Maka sampai sini, saya amat ingin memuji Aaf dan wakilnya. Bahwa sudah tepat masalah di Kota Pekalongan itu nggak usah buru-buru diselesaikan.
Namun kurang asoy rasanya kalau tidak memberikan usul. Btw, KTP saya Kota Pekalongan, lho pak. Jadi terasa kurang sedap kalau saya nggak ikut merefleksikan dua tahun kepemimpinan njenengan.
Banjir Mulu yang Jadi Sorotan
Mari mulai dari soal banjir. Tema yang, juga disoroti oleh cendekiawan yang hadir di acara tersebut. Banjir, terutama rob, memang jadi masalah serius yang sulit ditangani.
Isu banjir juga jadi bahasan yang gurih ketika kita berbicara soal Pekalongan. Seperti misalnya di musim hujan, hampir tidak ada wilayah di Kota Pekalongan yang bebas dari banjir. Entah banjir dalam skala besar maupun sekadar kubangan.
Singkatnya, banjir Kota Pekalongan sangat problematik. Dan mendesak untuk segera dicarikan jawabannya. Aaf sudah menerima masukan dari para akademisi. Saya yakin masukan itu akan jadi pondasi untuk mengambil kebijakan.
Keyakinan saya itu timbul karena sejauh ini kebijakan untuk mengatasi banjir selalu berpijak pada hasil penelitian. Tapi, hasil penelitian mana yang dipakai?
Selama ini Aaf hanya mencomot sana-sini, menerima saran sana-sini, mengiyakan usulan ini-itu, tapi tidak ada satu pun yang efektif menanggulangi banjir. Benar, dalih banjir adalah masalah yang sulit ditangani boleh digunakan.
Namun, Aaf justru seolah tak punya rencana matang untuk menangani masalah yang satu ini. Beberapa langkah yang dicoba dan gagal, menunjukkan Aaf tak punya plan yang matang. Beliau masih gagal mengurai masalah dan mencarikan solusinya yang tepat. Jadilah semua usul diterima dan dilaksanakan.
BACA JUGA: Kiat Sukses Mengatasi Masalah Banjir Versi Orang Goblok
Bikin tanggul senilai miliaran rupiah, pengadaan pompa, bersih-bersih sungai, peninggian jalan, semua dilakukan. Kalau bicara hasil, ya ada, tapi masih jauh panggang dari api. Namun jika bicara kapasitasnya sebagai walikota, Aaf seolah tak punya sikap untuk menentukan satu saja yang menurutnya ampuh sehingga menjadi proyek jangka panjang.
Padahal sebagai walikota, Aaf mesti menyusun rencana, berinovasi, dan melahirkan ide yang terukur. Boleh mendengarkan seluruh saran, tapi walikota punya hak untuk memakai saran tersebut maupun tidak. Jangan semuanya dipakai, dan tidak elok rasanya kalau semua diabaikan.
Banyak Problem, tapi Wisata Terus Digenjot
Mana yang seharusnya lebih diutamakan, menyenangkan warganya sejenak atau menyelesaikan masalah? Walikota Pekalongan yang satu ini sepertinya tak punya skala prioritas dalam membangun Kota Pekalongan.
Bayangkan! Kota Pekalongan membangun wisata dan menangani banjir dalam waktu yang bersamaan. Itu ibarat kamu menambal ban motor sambil melubangi ban yang satunya lagi.
BACA JUGA: Solusi Jitu Ketika TPA Kota Pekalongan Over Kapasitas
Wisata dibangun untuk menggenjot kebahagiaan warga, ekonomi, dan martabat kota. Tapi di satu sisi, warga sulit berbahagia karena untuk berangkat kerja saja harus menerjang banjir. Namun masih untung, karena salah satu isu yang jadi perhatian Aaf dalam dua tahun kepemimpinannya adalah land subsidence atau penurunan muka tanah.
Betapa saya senang setengah mampus Aaf memperhatikan hal itu. Walau bagaimana penurunan muka tanah memang jadi salah satu penyebab utama banjir di Kota Batik. Aaf tampaknya mengerti bahwa pengambilan air tanah yang berlebih menyebabkan hal itu.
Namun di saat yang bersamaan, beliau tidak menyadari bahwa pembangunan tempat wisata juga bisa mempercepat penurunan muka tanah. Mbok kira, penyebab land subsidence itu cuma pengambilan air tanah? Nggak gitu, Malihhh!!!
BACA JUGA: Saya yang Walikota Menjawab Kritik Saya yang Tukang Kritik
Beban berat di atasnya juga bisa mempercepat penurunan muka tanah. Belum lagi garis pantai yang disunat demi tempat wisata berpotensi jadi bahaya laten di kemudian hari. Itu belum saya tambahkan truk-truk yang mengangkut material bangunan membawa petaka untuk jalan yang dilintasi.
Solusi mengurangi land subsidence dengan cara mencarikan alternatif sumber air hanya akan optimal jika—dan hanya jika—penggunaan air tanah menjadi satu-satunya penyebab land subsidence. Terlihat sekali betapa gagapnya walikota dalam memetakan masalah.
Teruslah Bersolek!
Sejauh pengamatan saya, pembangunan di Kota Pekalongan banyak yang inkonsisten. Saya pikir alun-alun yang begitu adanya sudah lebih dari cukup untuk warga Kota Pekalongan. Tapi ternyata, bagi Pemkot Pekalongan belum. Alun-alun pun dibangun lagi, ditambah ini-itu, direnovasi sana-sini. Katanya agar alun-alun lebih cantik dan jadi daya tarik wisatawan.
BACA JUGA: Perlunya Masjid Ikonik untuk Pekalongan yang Lebih Religius
Oh betapa Aaf sepertinya senang sekali mendandani Kota Pekalongan. Belum selesai urusan alun-alun yang pembangunannya tidak konsisten, simpang lima dibangun semacam miniatur kapal. Kawasan Jetayu dipercantik. Seingat saya ada air mancurnya, nggak tahu sekarang.
Taman Jlamprang yang kumuh diperindah. Meski Jalan Jlamprang tetap banjir. Saya yakin, ke depannya Kota Pekalongan akan tambah bersolek di tangan Aaf. Ditambah lagi Aaf juga mau bikin masjid ikonik.
Memperindah kota memang bisa membuat Kota Pekalongan jadi makin eye catching. Dan mungkin bisa mengantarkan Kota Pekalongan jadi salah satu kota terindah di Indonesia.
Tapi jika masalah-masalahnya belum selesai, buat apa memperindah kota? Kalau belum tuntas masalah limbah batik dan kesejahteraan pengrajin batik masih sesuatu yang utopis, ngapain bangga dengan labelisasi “Kota Batik”?
komentarnya gan