KOTOMONO.CO – Saat usia mencapai 20 hingga 30 tahun para generasi Z mengalami rasa kekhawatiran yang berlebih atau yang bisa kita sebut dengan anxiety yaitu kondisi kecemasan karena memikirkan suatu peristiwa atau situasi di masa depan. Hal tersebut ditandai dengan rasa cemas, depresi, insecure, ketidakmampuan untuk berkomitmen, sulit untuk mengambil keputusan, merasa kesepian dan kehilangan arah serta serasa dunia tak adil baginya.
Belakangan ini keadaan tersebut dikenal dengan istilah Quarter-life crisis yaitu suatu periode ketidakpastian saat pencarian jati diri yang dialami oleh individu, keadaan ini di tandai dengan rasa takut dan khawatir terhadap masa depannya termasuk dalam karir, relasi, kehidupan sosial maupun hubungan asmara. Meskipun begitu periode ini sudah pasti dialami setiap orang baik siapa kita, profesi, pengalaman dan latar belakang keilmuan kita untuk sebuah proses pendewasaan diri.
Semua orang akan melewati fase Quarter life crisis agar dapat mengenali dirinya sendiri lebih dalam dan tahu cara mengendalikan apa yang seharusnya dilakukan pada dirinya untuk mempersiapkan berbagai kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di masa depan.
kondisi tersebut akan memiliki fungsi positif dalam proses kehidupan kita jika kita mampu menyikapinya dengan bijak dan yakin bahwa hal yang mengakibatkan kecemasan dalam fase tersebut akan berlalu di waktu yang tepat. Ngerinya, Quater life crisis akan menggangu kesehatan mental dan emosional yang kurang stabil bagi tiap individu yang merasa tidak siap untuk melewatinya. Maka dari itu, fase ini harus dihadapi dengan menciptakan pola pikir positif dan tetap melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun lingkungan sekitar.
BACA JUGA: Giat Film Sebagai Media Propaganda LGBT dan Feminisme
Seiring kemajuan teknologi menjadikan manusia semakin berkembang dan akan terpacu dengan pencapaian atau goals dalam hidup tanpa mengukur kemampuan diri dan memaksakan apa yang terlihat indah saja. Hal yang memicu Quarter life crisis juga ditandai dengan peran atau penggunaan media sosial yang kurang bijak dimana kita dapat dengan mudah mengakses segala macam perihal dengan penyuguhannya dibalut dengan sangat sempurna tanpa kita tahu, sebenarnya apa yang nampak di media sosial terkadang berbeda dengan realita sesungguhnya.
Pada rentan usia di fase Quarter life crisis tersebut, pada umumnya mereka telah mencapai tujuan dalam hidupnya seperti halnya karir, asmara dan ekonomi. Mungkin saja kita melihat teman sebaya berhasil dalam perekonomianya dibarengi mendapatkan posisi kerja yang sangat diimpikan semua orang dengan statusnya yang sudah menikah dan terlihat hidup bahagia.
BACA JUGA: Menyoal Makna ‘Kesejahteraan Rakyat’ Ala Pembangunan Infrastruktur Pemerintahan Jokowi
Hal tersebut akan menjadikan kita selalu membandingan kehidupan kita dengan kehidupan orang lain tanpa disadari bahwasanya proses dan jalan kehidupan setiap orang tentu berbeda-beda dengan takarannya masing-masing. Melihat pencapaian setiap orang bukanlah hal yang negatif jika dijadikan motivasi dalam hidup agar lebih semangat dalam mengembangkan potensi diri dengan hati yang ikhlas dan sabar untuk melihat situasi serta proses yang dijalani.
Menikmati setiap fase yang ada didalam hidup adalah cara terbaik untuk kita menghargai dan mencintai diri sendiri karena yang kita tahu bahwasanya tak semua bunga tumbuh dan mekar secara bersamaan, jadi stop banding-bandingkan kehidupan orang lain dengan kehidupan kita, hal tersebut hanyalah akan memperburuk keadaan. Sejatinya Quater life crisis merupakan proses pendewasaan diri yang akan dialami oleh setiap individu dengan cerita dan kondisi yang bermacam-macam sesuai dengan jalan kemampuan hidup masing-masing.
Jika kita masuk pada fase ini, cara yang dapat membantu kita keluar dari kondisi tersebut adalah mampu menciptakan ruang diri untuk bersosialisasi dan menyaring informasi sebaik mungkin sesuai dengan kebutuhan.
BACA JUGA: Fix, Pelaku Penelantar Bayi di Slamaran Kota Pekalongan Patut dikasih Bebas
Selain mengolah aktivitas, memperbaiki relasi juga tidak kalah penting, yang dimaksut memperbaiki relasi adalah kita dapat meyeleksi dan memilih sebaik mungkin lingkungan yang dapat menjadikan diri kita berkembang dan tentunya berkulitas. Meningkatkan kemampuan spiritual dengan cara bersyukur dengan apa yang telah dimiliki adalah sikap yang tepat dalam menghadapi chapter hidup baru pada Quarter life crisis.
Menurut Ahmad & Ambotang, 2020 Kemampuan spiritual dapat dijelaskan sebagai kondisi penerimaan seseorang sehingga mendapatkan makna dari sebuah masalah dan mengurangi stres yang dialami oleh seseorang dan menurut Saifuddin Oktawirawan, 2020 berdoa atau ibadah dianggap menjadi salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan fisik maupun psikis yang dialami Quarter life crisis.
Komentarnya gan