• Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Term of Service
  • FAQ
Kotomono.co
  • Login
  • Register
  • ARTIKEL POPULER
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • OTOMONO
  • K-Popers
  • PLESIRAN
  • PUSTAKA
  • LAINNYA
    • KILASAN
    • RELEASE
    • NYASTRA
    • FIGUR
    • OH JEBULE
    • KEARIFAN LOKAL
    • NGABUBURIT
    • UMKM
No Result
View All Result
  • ARTIKEL POPULER
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • OTOMONO
  • K-Popers
  • PLESIRAN
  • PUSTAKA
  • LAINNYA
    • KILASAN
    • RELEASE
    • NYASTRA
    • FIGUR
    • OH JEBULE
    • KEARIFAN LOKAL
    • NGABUBURIT
    • UMKM
No Result
View All Result
Kotomono.co
No Result
View All Result
  • ARTIKEL POPULER
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • OTOMONO
  • K-Popers
  • PLESIRAN
  • PUSTAKA
  • LAINNYA
Letnan Hoo Teng Koey Pekalongan

Ilustrasi via Opsir Tionghoa di Indonesia

Hoo Tong Koey, Letnan Tionghoa yang Suka Seni Karawitan

Kakek Buyut The Sidji Hotel

Angga Panji W by Angga Panji W
November 8, 2020
in FIGUR
0
Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsApp

KOTOMONO.CO – Menengok masa lalu Kota Pekalongan itu seperti membuka jendela kusam yang kayu-kayunya telah lama lapuk. Mungkin karena termakan usia. Mungkin pula saking lamanya tak terurus. Apalagi sejak dulu kawasan pesisir utara Jawa Tengah ini menjadi salah satu kawasan dagang yang super sibuk. Wajar jika catatan-catatan masa lalunya tak terawat karena saking sibuknya.

Padahal, di balik jendela itu berjejer kisah-kisah inspiratif. Berderet pula nama-nama tokoh dengan energi kreasinya yang menginspirasi banyak orang, bahkan mewarnai pertumbuhan kota. Menjadi perbincangan sehari-hari di tengah warga.

Sebut saja salah satunya, Hoo Tong Koey. Bagi sebagian besar generasi milenial penghuni kota kreatif ini, nama Hoo Tong Koey terasa asing di telinga. Selain namanya yang tak cukup akrab di lidah, nama itu tak pernah dikenalkan pula dalam buku-buku sejarah di Pekalongan. Tetapi, bagi sebagian kecil generasi tua nama itu sudah melekat di telinga mereka. Lantas, apa yang membuatnya dikenal? Ada banyak alasan untuk menyebut tokoh yang satu ini dikatakan punya pamor.

Pertama, sekalipun seorang Tionghoa, rupanya ia punya minat besar terhadap kesenian-kesenian daerah. Ia begitu senang melihat orang memainkan seperangkat gamelan Jawa. Boleh dibilang, mendengarkan gending-gending Jawa sudah menjadi kebiasaan sehari-hari. Sampai-sampai ia menyimpan seperangkat alat musik tradisional Jawa itu di kediamannya. Bahkan, sempat pula membentuk kelompok nayaga. Di kediamannya, kelompok panembrama ini berlatih dan sesekali membikin pertunjukan.

Baca juga : Ini Dia, Profesor Linguistik Dunia Asal Pekalongan

Selain memiliki kelompok penabuh gamelan, Hoo Tong Koey juga punya kebiasaan yang royal. Yaitu, suka nanggap kesenian cokek. Sebuah pertunjukan tari pergaulan yang memadukan tari tradisional Tionghoa dengan tarian Sunda-Betawi dan unsur pencak silat. Iringannya berupa gambang kromong.

Furniture Peninggalan Hoo Tong Koey
Furniture Peninggalan Yang Masih di Pertahankan (dok The Sidji Hotel)

Saat ia nanggap cokek, ia tidak hanya menikmatinya sendiri. Selalu saja ada kolega-kolega yang sengaja diundang. Saat kesenian cokek itu dimainkan, ia bersama para tetamu duduk di kursi beludru yang mewah. Menikmati bersama kesenian itu sambil melakukan negosiasi-negosiasi dagang.

Sepertinya memang sudah menjadi kelaziman. Seorang pengusaha besar dengan kedudukan yang cukup dihormati mesti menyajikan aneka ragam hiburan. Menghadirkan kesenian ini di hadapan para kolega yang diundang secara khusus. Ya, rupanya kesenian tradisional macam cokek sepertinya memberi nuansa yang baru bagi kehidupan para pebisnis Tionghoa. Selain menghibur, penampilan kesenian cokek ini bisa dijadikan sebagai sarana untuk mengumpulkan orang-orang berpengaruh dan sejumlah pengusaha. Juga menjadi ajang untuk membincangkan bisnis mereka.

Baca juga : Oey Soe Tjoen, Legenda Batik Tionghoa dari Pekalongan

Kedua, gaya hidupnya yang royal seolah ingin memperlihatkan bahwa Hoo Tong Koey bukanlah orang sembarang orang. Dan memang, ternyata dia ini seorang pengusaha kaya. Ia sangat berbakat membaca peluang. Di usia yang relatif muda (18 tahun), ia menjalankan bisnis tembakau. Maklum, pada masa itu—abad ke-19—tembakau sedang populer-populernya. Apalagi setelah Van den Bosch mulai menerapkan kebijakan penanaman tembakau secara massal lewat cultuurstelsel.

Nah, soal tembakau, sebenarnya tembakau sudah dikenal sejak lama. Jauh sebelum Van den Bosch memaksa orang-orang menanam tembakau. Tembakau merupakan barang mewah. Hanya dikonsumsi para raja atau para bangsawan. Selain itu, tembakau juga ramai diperdagangkan di hampir seluruh negara-negara di dunia.

Peluang bisnis lain yang dijalankannya adalah batik yang pada era 1800-an naik pamor menjadi industri. Bersama kolega-koleganya yang orang berkulit putih dengan rambut pirangnya, Hoo Tong Koey ikut meramaikan industri batik. Untuk keperluan ini, Hoo Tong Koey mengembangkan beberapa motif batik dengan menampilkan corak-corak kebudayaan Eropa, India, Timur Tengah, dan Tiongkok.

Rumah Hoo Tong Koey Sebelum dibangun The Sidji Hotel
Rumah keluarga Hoo Tong Koey Sebelum menjadi The Sidji Hotel (Dok pribadi Felicia Nugroho)

Ia tak sendirian. Usahanya menjalankan bisnis batik dilakukan bersama istrinya, istrinya, Tan Seng Nio. Sebelumnya, Tan Seng Nio menjalankan bisnis jamu dan balsam. Namun, perkenalannya dengan Hoo Tong Koey membuatnya punya obsesi lain. Ia kembangkan usaha batik dan mengembangkan bisnis bahan pewarna batik. Langkah ini diambil bersamaan dengan terpuruknya industri tekstil di India pada masa 1840-an.

Baca juga : Mubarak Kelip, Si Cabe Rawit Andalan Timnas Indonesia

Usaha yang dirintis dari halaman belakang rumah yang ia sulap menjadi pranggok (bengkel batik) membuahkan hasil panenan yang benar-benar bikin senyum mengembang. Karya batik mereka diterima dengan terbuka oleh sejumlah kolega yang memang menyukai batik. Terlebih dalam hal pewarnaan yang juga mendorong pengembangan toko obat batik.

Tidak hanya itu, Hoo Tong Koey rupanya juga memainkan bisnis dagang bahan-bahan baku batik lainnya. Terutama kain. Tahun 1911, ia rintis bisnis dagang kain itu. Ia kembangkan pula bisnis dagang kainnya dengan mendirikan toko “Moerah” dan sebuah perusahaan firma Hoo Tjing Thay. Perusahaan itu hanya mampu ia pertahankan hingga tahun 1920.

Selepas menutup toko dan perusahaan firmanya itu, nyaris tak ada yang dapat dijalankan. Barulah enam tahun kemudian, ia kembali menghidupkan usahanya. Ia membangun perusahaan baru, N.V. Handel-Maatschappij Swie Mo atau toko “Adel”. Di toko ini, ia menjual aneka macam kain, batik, sarung, dan obat-obatan pewarna. Perusahaan itu ia kelola sendiri.

Ketiga, Hoo Tong Koey juga tercatat sebagai seorang aktivis. Beberapa organisasi dan komunitas Peranakan Pekalongan ia ikuti. Ia pernah menjadi co-founder sekaligus ketua Hoo Gie Hwee. Ia juga merupakan salah seorang yang duduk di dewan THHK dan Joe Gie sebagai anggota. Aktif pula sebagai anggota Bank Umum Perkreditan Rakyat (Algmeene Volkscredietbank) Pekalongan.

Baca juga : Mengenal Eliza Van Zuylen Maestro Seniman Batik Indo-Eropa

Segudang aktivitasnya itulah yang kemudian membuatnya diangkat sebagai Letnan Tionghoa (Lieutnant der Chinezen) oleh pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Sebuah pangkat presitisius pada masa itu. Sebab, selain kelihatan mentereng, pangkat ini menandai bahwa seseorang akan bertugas sebagai penanggung jawab atas segala urusan orang-orang Tionghoa dengan pemerintah Kolonial Belanda. Pangkat ini merupakan pangkat tertinggi ketiga dari Peranakan dalam hierarki Kolonial Hindia Belanda setelah Mayor dan Kapitan. Jabatan itu ia sandang selama tiga tahun (1927-1930).

Ya, Hoo Tong Koey adalah sosok yang multiperan. Pengusaha, aktivis, pencinta seni, juga seorang aparatur pemerintahan Kolonial Belanda. Namanya tercatat sebagai seorang Tionghoa yang lahir di Pekalongan. Ia merupakan keturunan generasi keempat keluarga Hoo yang datang dari Amoy (Xiamen, Fujian, China) ke Pekalongan pada abad ke-18. Dari nenek moyangnya Hoo Tong Koey mewarisi sebidang tanah di kawasan Jalan dr. Cipto. Luasnya 2000 meter persegi.

Di atas lahan itu pula, di tahun 1918, pasangan Hoo Tong Key dan Tan Seng Nio membangun sebuah rumah megah. Ornamen Tiongkok begitu kental pada bangunan rumah itu. Hingga kini, rumah tua itu masih berdiri kokoh. Malah menjadi daya tarik tersendiri manakala berpadu dengan bangunan hotel mewah yang mengapitnya.

The Sidji Hotel Pekalongan
Rumah Hoo Tong Koey Setelah Menjadi The Sidji Hotel (dok The Sidji Hotel)

Ada alasan yang kuat mengapa bangunan tua itu dipertahankan. Salah satunya wasiat Hoo Tong Koey, yang menghendaki agar rumah itu digunakan sebagai tempat istirahat bagi tamu ketika sudah tidak ditinggali. Harapan itu pun terwujud begitu keturunan Hoo Tong Koey-Tan Seng Nio memanfaatkan lahan di luar bangunan rumah sebagai hotel bintang tiga. The Sidji Hotel. Bahkan, dinobatkan pula sebagai hotel heritage pertama di Pekalongan.

Tags: Cerita Sejarah PekalonganLetnan TionghoaPekalongan InfoThe Sidji HoteltokohTokoh Pekalongan

Mau Ikutan Menulis?

Kamu bisa bagikan esai, opini, pengalaman, uneg-uneg atau mengkritisi peristiwa apa saja yang bikin kamu mangkel. Karya Sastra juga boleh kok. Sapa tahu kirimanmu itu sangat bermanfaat dan bisa dibaca oleh jutaan orang. Caranya? Klik disini


Angga Panji W

Angga Panji W

Kadang netizen, kadang content writer, kadang ngopini | Pendiri Media Alternatif Kotomono.co

Sapa Tahu, Tulisan ini menarik

TPA Degayu Kota Pekalongan

Solusi Jitu Ketika TPA Kota Pekalongan Over Kapasitas

Januari 27, 2023
171
Literasi di Pekalongan

Job Seeker Pekalongan Minim Literasi, Komentar Postingan Medsos Buktinya

Januari 23, 2023
187
Petisi kepada Walikota Pekalongan

Banjir Tak Kunjung Surut, Warga Kirim Petisi buat Walikota Pekalongan

Januari 11, 2023
164
Masalah Banjir Kota Pekalongan

Kiat Sukses Mengatasi Masalah Banjir Versi Orang Goblok

Januari 9, 2023
262
Wisata Hits Pekalongan - Wow Pacalan

Yang Baru di Pekalongan Nih, Obyek Wisata Wow Pacalan Paninggaran

Desember 27, 2022
955
Kasus Pembuang Bayi di Pekalongan

Fix, Pelaku Penelantar Bayi di Slamaran Kota Pekalongan Patut dikasih Bebas

Desember 3, 2022
488
Load More

Komentarnya gan


Ada Informasi yang Salah ?

Silakan informasikan kepada kami untuk segera diperbaiki. Pliss "Beritahu kami" Terima kasih!


TERBARU

Song Joong Ki Menikah Lagi: Beruntung Dia Bukan WNI

Coffee Shop Itu Buat Berdialog, Nggak Cuma Selfie!

5 Hal ini Hanya Terjadi Pada Mahasiswa Universitas Terbuka, Lucu Sih!

Gembira Loka Zoo, Taman Rekreasi Satwa Terbesar Di Jogja

Surat Cinta Untuk Starla The Series: Yakin Bikin Penasaran

Kripala Dekso Coffee and Resto, Spot Kuliner Ciamik di Jogja Bagian Barat

Menikmati Tanggal Tua Dengan Sate Kere Khas Solo

LAGI RAME HARI INI

Sejarah Asal-usul Desa Silurah Wonotunggal Batang

Sejarah Asal-usul Desa Silurah Wonotunggal Batang

Juli 10, 2020
3.5k
Resensi Novel Janji karya Tere Liye

Janji Bukan Sekedar Janji dari Novel Terbaru Tere Liye

September 15, 2022
1.3k
Review Buku Novel Ezaquel

Resensi Novel Ezaquel Karya Siti Habibah

April 12, 2022
1.8k
Coffee Shop dan diskusi

Coffee Shop Itu Buat Berdialog, Nggak Cuma Selfie!

Januari 31, 2023
155
Sate Winong Mustofa Purworejo

10 Rekomendasi Kuliner Enak di Purworejo Tahun 2023

November 9, 2021
5.1k
Shuntaro Chishiya dalam serial Alice in Borderland

Membedah Karakter Shuntaro Chishiya di Serial Alice in Borderland

Januari 11, 2023
477
Legenda Dewi Lanjar Pantai Utara

Kisah Legenda Asal-usul Dewi Lanjar

Agustus 12, 2016
37.7k
Wisata Alam Curug Bidadari Talun Kabupaten Pekalongan

Wisata Alam Curug Bidadari Talun Kabupaten Pekalongan

November 4, 2016
3.1k
Sinopsis dan Review Novel Laut Bercerita

Tentang Sosok Kinan, Si Wanita Tangguh dari Novel Laut Bercerita

September 6, 2022
806
Song Joong Ki Menikah Lagi

Song Joong Ki Menikah Lagi: Beruntung Dia Bukan WNI

Januari 31, 2023
147
header-kotomono

RINGAN-RINGAN SEDAP

 

TENTANG  /  DISCLAIMER  /  KERJA SAMA  /  KRU  /  PEDOMAN MEDIA SIBER  /  KIRIM ARTIKEL

© 2023 KOTOMONO.CO - ALL RIGHTS RESERVED.
DMCA.com Protection Status
No Result
View All Result
  • ARTIKEL POPULER
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • OTOMONO
  • K-POPers
  • PLESIRAN
  • PUSTAKA
  • LAINNYA
    • KILASAN
    • RELEASE
    • NYASTRA
    • OH JEBULE
    • FIGUR
    • KEARIFAN LOKAL
    • NGABUBURIT
    • UMKM
  • Mau Kirim Tulisan?
  • Login
  • Sign Up

Kerjasama, Iklan & Promosi, Contact : 085326607696 | Email : advertise@kotomono.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In