KOTOMONO.CO – Ide Kawasan Ekonomi Kreatif Ala Sebuah Desa Di Kecamatan Tirto, Kabupaten Pekalongan ini yang sangat Mind Blowing.
Kira-kira bagaimana perasaan Anda kalau tiba-tiba desa atau kelurahan tempat Anda tinggal diresmikan sebagai Kawasan Ekonomi Kreatif?
Saya tentu tidak bisa membaca perasaan Anda. Yang jelas, sebutan Kawasan Ekonomi Kreatif yang disematkan pada desa tempat tinggal saya per 14 Agustus 2020 lalu bukan predikat yang main-main. Apalagi hari itu yang meresmikan adalah orang nomor wahidnya Kabupaten Pekalongan.
Sudah begitu, acara peresmiannya digelar semeriah mungkin. Sampai-sampai tak terbendung pula hasrat warga untuk ikut merayakan acara peresmian yang dikemas dengan Jalan Sehat. Wah, ya pasti ramai dong! Selain menjadi ajang untuk membuang rasa bosan karena dikurung pandemi, keikutsertaan warga boleh jadi karena terbuai oleh hadiah-hadiah yang cukup menghibur.
Lalu, apa sih bentuk Kawasan Ekonomi Kreatif yang ada di desa saya itu? Setelah saya lihat, rupanya yang dimaksud Kawasan Ekonomi Kreatif itu sebuah bangunan tanpa dinding, dengan lantai cor-coran semen, dan bertiang pancang rangka besi untuk menyangga atap berbahan baja ringan. Ya, boleh dibilang tak jauh beda dengan los-los di pasar pada umumnya.
Lokasi bangunannya juga menarik. Di area persawahan dan parit. Bangunannya memanjang, sekitar 30 meter dan lebarnya 8 meter.
Sebagai warga desa yang baik, tentu saya mesti bangga dengan apapun yang sudah dibangun. Saya yakin, untuk membangun Kawasan Ekonomi Kreatif semacam itu tidak mudah. Harus melewati berbagai proses dan tahapan. Mulai dari riset mendalam, mempelajari sebanyak mungkin referensi, sampai mengumpulkan dan menganalisis data. Sehingga, tercetuslah ide untuk membangun Kawasan Ekonomi Kreatif yang akhirnya diberi label “Pasar KARAMEL”.
Tentu, dari tahapan riset sampai proses pembangunannya membutuhkan pikiran, tenaga, dan ongkos yang tidak sedikit. Makanya, patutlah untuk dihargai jasa-jasa para penggagas Kawasan Ekonomi Kreatif itu. Apalagi tujuannya sangat mulia, yaitu mengembangkan perekonomian desa.
BACA JUGA: Pemkot Pekalongan Mau Meningkatkan Ekonomi, tapi Kok Malah Kebanyakan Pelatihan?
Jika ingatan saya tidak berkhianat, dulu saya sempat menanyakan konsep Kawasan Ekonomi Kreatif itu kepada salah seorang perangkat desa. Kebetulan waktu itu beliau mengunggah foto kegiatan selametan “Doa bersama” jelang peresmian. Unggahan itu ditaruh pada sebuah grup Facebook khusus yang berisi warga desa.
Pertanyaan saya sederhana; “Konsepnya seperti apa ya kawasan ekonomi kreatif? Los kayak pasar biasakah?”.
Oleh penyetatus itu dijawab, pembangunan Kawasan Ekonomi Kreatif yang dimaksud mirip-miriplah dengan kawasan “Gemek” (sebuah sentra kuliner dan taman yang ada di kecamatan Kedungwungi). Tanggapan itu pun saya respons dengan pikiran positif. Saya memandang wajar-wajar saja jika kontruksi awalnya hanya berupa atap baja ringan tanpa dinding.
Bayangan saya kala itu, di kawasan itu akan ada kawasan keramaian desa yang setiap hari atau sore hari menjadi tujuan favorit warganya untuk rekreasi. Maklum desa ini nggak punya lapangan bola yang bisa dijadikan area hiburan dan bermain anak-anak secara bebas.
Seiring berjalannya waktu, setelah KEK (Kawasan Ekonomi Kreatif) ini dilaunching, “Pasar Karamel” tak banyak menampilkan sesuatu yang baru, belum terlihat esensi kreatifnya. Satu-satunya yang membuat suasana terasa berbeda hanya bentuk bangunan. Semula berupa los biasa, kini dan perlahan berubah menjadi bentuk yang semakin permanen. Katakanlah dari Los menjadi Kios atau Ruko.
BACA JUGA: Saya Mendukung Semua Orang Mendirikan Minimarket Dekat Dengan Pasar, itu Tidak Melanggar Perda Kok!
Padahal, dulu saya berekspektasi, nantinya di kawasan ini selain akan dibangun taman representatif sebagai daya magnet utama, juga akan dibangun sarana pengembangan kreatifitas pemuda desa. Barangkali para muda-mudi ingin mengembangkan bakatnya dengan berbagai latihan atau menggelar pertunjukan mini setiap minggunya. Atau ada semacam galeri yang memamerkan produk-produk unggulan desa. Minimal wacana awal untuk melengkapi pasar ini dengan area gantangan burung kicau bisa terwujud.
Lagi-lagi ekspektasi saya meleset. Mungkin bayangan serta harapan saya mengenai Kawasan Ekonomi Kreatif desa ini yang belum sampai. Sehingga saya kerap merasa kecele. Gagasan tentang Kawasan Ekonomi Kreatif di desa ini mungkin saja bukan ditujukan seperti yang saya pikirkan. Mungkin saja ada tujuan yang jauh lebih kedepan dari pemikiran para pemangku desa.
Saya yakin dan 100 persen percaya apa yang dilakukan mereka itu jelas untuk kemaslahatan, kemakmuran, dan kesejahteraan warga. Demi mengangkat kemajuan desa. Untuk itu, mau tidak mau saya pun harus belajar juga mengenai Apa itu Ekonomi Kreatif? dan Apa Saja Wujudnya?
Akhirnya saya temukan jawaban. Menurut qwords.com, Ekonomi Kreatif merupakan gagasan baru dalam dunia perekonomian yang mengutamakan kreativitas dan informasi. Intinya, ekonomi kreatif ditujukan pada mereka yang mengedepankan kreatifitas, pengetahuan, serta ide-ide cemerlang seseorang untuk memajukan roda perekonomian.
Lalu, apa saja ciri-cirinya? Diantaranya berbasis pada ide dan juga gagasan, pengembangannya bersifat terbuka dan unlimited, merupakan hasil kreasi intelektual, mampu membuat relasi dengan berbagai pihak, konsep yang dibangun bersifat sementara dan mudah tergantikan.
BACA JUGA: Bupati Banjarnegara Sebaiknya Nggak Perlu Membangun Jalan Sampai Petungkriyono Segala
Merujuk definisi tesebut, maka pada poin ide cemerlang dan konsep yang dibangun bersifat sementara dan mudah tergantikan, saya rasa “Pasar Karamel” dari desa ini sudah masuk kategori sebagai kawasan untuk ekonomi kreatif. Idenya cemerlang, karena memanfaatkan lokasi strategis tanah bengkok desa dan bangunannya berubah-ubah seiring berjalannya waktu yang artinya bersifat sementara-mudah tergantikan, dari los menjadi kios, dari awalnya untuk jualan apa menjadi apa, dan lain sebagainya.
Tidak sampai di situ, “Pasar Karamel” konon juga diplotkan sebagai sentra kuliner. Lantas, saya perlu memahami posisi kuliner pada ekonomi kreatif. Masih dari situs qword.com, dikatakan bahwa masyarakat cenderung menyukai hal-hal yang nyeleneh apalagi di bidang kuliner. Sebagai contoh dari apa yang pernah viral, seperti bakso beranak, bakso mercon, dan berbagai jenis bakso lain yang dirubah agar bisa mendapat perhatian masyarakat.
Jadi kuliner sebagai unsur untuk mendukung berjalannya kawasan ekonomi kreatif menurut saya haruslah yang menyajikan produk-produk out of the box. Kulinernya yang nggak biasa, harus punya sesuatu yang cetar membahana yang bisa bikin viral.
Itu dari produknya, sementara dari sisi tempatnya juga harus menampilkan sesuatu yang membuat orang minat untuk datang. Makanya sebagai penunjang kawasan ekonomi kreatif perlu juga mencontoh ide Cafe Aesthetic yang menjadi tren sekarang ini.
Bukan tanpa alasan, sebab anak muda zaman now ini paling senang mengunggah foto untuk sosial media mereka, apalagi dengan tempat yang menurut mereka itu “keren”. Makanya perlu mengambil ide serta konsep dari apa yang disebut “aesthetic” tadi jika bersungguh-sungguh membangun kawasan ekonomi yang kreatif ini sukses digandrungi orang-orang.
BACA JUGA: Gerakan “Njajan Njo” Dari Pemkab Pekalongan Mung Sebatas Labelisasi Saja, Nggak ada yang Istimewa
Dari sini saya lantas berpikir, mungkin saja KEK di desa saya ini sedang menjajal konsep yang berbeda. Sesuatu yang benar-benar tidak sama dengan yang biasa ditampilkan oleh KEK yang lain. Dengan begitu KEK di desa saya bisa menjadi salah satu sumber pemasukan desa.
Singkatnya, saya sungguh mengapresiasi langkah para perangkat desa dan teman-teman yang ada di BUMDes selaku pengelola kawasan pasar ini. Tanpa mereka, kawasan ekonomi kreatif desa hanya akan jadi wacana alias ke-halu-an belaka. Paling enggak “Pasar Karamel” ini bisa menjadi amunisi buat pamer pencapaian ke desa lain, sebab hanya di desa ini ada pasar yang dikelola oleh BUMDes. Pokoknya sukses terus untuk kemajuan desa saya ini.
Inget pesan Pak Bupati sewaktu peresmian dulu “Barang yang dijual dan tempatnya harus bersih dan sehat, dan juga harus tertib, kalau bersih pembeli datang, tapi kalau kotor yang datang lalat, dan makanannya dijaga kualitasnya, tolong ditata, dilihat dan disesuaikan”.

Komentarnya gan