KOTOMONO.CO – Iya sih, yang namanya gebetan kadang suka bikin ribet. Minta janjian ngedate, anterin ke mall, temenin makan, dan seabrek kegiatan yang kadang kalau dipikir lagi penting-penting tidak. Tapi ya tetep aja, sebagai cowok yang berusaha menunjukkan rasa “setia” di hadapan pacar, kegiatan-kegiatan yang nggak terlalu penting itu dilaksanakan. Bahkan, tanpa perlu ada panitia kegiatan pun tetep jalan. Ya kan? Hayo… ngaku aja deh!
Sementara, buat menulis, kayaknya selalu saja muncul pertanyaan yang sama. Kapan waktu yang tepat buat nulis? Ups! Wah, kalau pertanyaan ini sudah muncul, itu artinya dalam pikiran kita yang namanya menulis itu butuh waktu luang. Atau, kita berasa sibuk banget sehingga kudu bisa meluangkan diri supaya punya waktu buat nulis. Hadewh tepok jidat deh!
Nggak salah sih memang. Tapi sayang banget kalau kita nggak sempet punya waktu buat nulis. Sebab, yang namanya menulis—biarpun kayaknya sepele—ternyata bisa jadi kegiatan yang mengasyikkan dan jadi kegiatan yang sangat kita perlukan. Paling nggak, ketika kita bikin tulisan, kita sebenarnya sedang mencatat peristiwa yang kita anggap penting. Siapa tahu juga di kemudian hari dianggap penting juga sama orang-orang sejagat.
Teman saya, seorang penulis skenario, namanya Aang Jasman, ketika ketemu di hotel Horison Pekalongan, sempat ngobrol. Dia bilang, “Salah satu kelemahan kita sebagai bangsa, adalah malah membuat catatan. Sehingga, kita gampang lupa. Juga nggak cukup banyak bahan untuk sebuah tulisan.”
Mendengar ucapannya itu, saya merasa seperti ditonjok. Senior saya yang pernah mengajar di Jerman dan Perancis ini seperti sedang memarahi saya tanpa tanda seru di belakang kalimatnya. Cuma obrolan santai sambil ngopi dan menikmati kepulan-kepulan asap rokok. Tentu, yang ditonjok bukan hidung atau muka saya. Yang tertonjok itu akal dan hati saya. Uh!
Lantas, dia cerita, selama hidup di Jerman, Perancis dan negara-negara Eropa dan Amerika, dia sering menemukan orang sibuk membaca dan menulis. Orang-orang yang dia temui di negara-negara itu ada dua barang yang suka dibawa-bawa. Yaitu, buku bacaan dan buku catatan harian. Itu dibawa kemana pun.
Setiap kali mereka duduk diam, selain membaca buku, mereka akan mencatat apa saja yang mereka anggap perlu dicatat. Nggak harus kejadian besar. Mungkin ketika kamu terperosok pun bisa dijadikan catatan. Atau ketika kamu merasakan sakitnya digigit semut, pun bisa saja mereka catat. Karena, digigit semut kali aja lebih sakit dari diputus mantan. Ahai!
Dia juga cerita, suka mencatat apa saja dengan menggunakan apa saja. Kalau kebetulan lupa bawa buku catatan harian, dia bisa saja menulis di kertas lain atau sapu tangan. Baru sesampai di rumah atau apartemen, dia akan memindahkan catatan itu dan mengetiknya di laptop. Bahkan, bisa menjadi tulisan yang utuh dan lengkap.
BACA JUGA: Pertanyaan yang Sulit Saya Jawab adalah Apa Manfaat Menulis?
Tapi, saya yakin, sekarang sih bikin catatan lebih mudah. Ada android. Bisa juga dibikin status di medsos. Cuma, pernah nggak sih status-status kita di medsos itu kita baca lagi dan terbesit untuk mengembangkannya jadi tulisan panjang yang utuh? Agaknya, kalau yang ini masih mikir–mikir deh. Ya kan? Ati-ati, kebanyakan mikir nanti rambut cepet rontok loh. Jadi botak. He he he!
So, dari kisah pengalaman Om Aang Jasman ini, saya dapat poin penting. Bahwa ternyata, menulis itu bisa dilakukan kapan saja. Juga di mana saja. Nggak harus membuat waktu khusus untuk menulis. Dengan kata lain, yang perlu kita lakukan adalah membuat menulis sebagai bagian dari aktivitas sehari-hari, seperti aktivitas lainnya. Tentu, butuh latihan untuk bisa sampai tahap itu. Latihannya sederhana saja sih, cukup selalu bawa buku catatan harian. Terus mencatat apa saja yang dialami, dilihat, dan didengar. Bila perlu, setiap hari bikin satu catatan. Nggak harus membedakan, mana peristiwa penting mana peristiwa nggak penting.
Saya aja, kemana-mana selalu bawa buku catatan. Selalu mencatat apa-apa yang perlu saya catat. Kadang, ada kucing kawin saja saya catat. Jadi, fungsi buku catatan mirip-miriplah dengan kamera. Kita biasa iseng motrat–motret apa saja yang menurut kita unik, menarik, lucu, indah, atau apa saja yang punya daya pikat. Tapi, apa gunanya kamera kalau akhirnya nggak ada catatan apa-apa. Akhirnya, pas mau posting bingung mau kasih caption apa. Ya kan?
Oke deh, itu dulu dari saya. Lain waktu kita sambung lagi.