• Pedoman Media Siber
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Term of Service
  • FAQ
Kotomono.co
No Result
View All Result
  • Login
  • Register
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • UMKM
  • OH JEBULE
  • FIGUR
  • PLESIR
  • NGULINER
  • WISDOM
  • PUSTAKA
  • LAINNYA
    • KILASAN
    • NYASTRA
    • NGABUBURIT
    • RELEASE
    • EDUKASI
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • UMKM
  • OH JEBULE
  • FIGUR
  • PLESIR
  • NGULINER
  • WISDOM
  • PUSTAKA
  • LAINNYA
    • KILASAN
    • NYASTRA
    • NGABUBURIT
    • RELEASE
    • EDUKASI
No Result
View All Result
Kotomono.co
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • UMKM
  • OH JEBULE
  • FIGUR
  • PLESIR
  • NGULINER
  • WISDOM
  • PUSTAKA
  • LAINNYA
Kebaikan itu Tak Mengenal Seragam

Kebaikan itu Tak Mengenal Seragam

Ribut Achwandi by Ribut Achwandi
Maret 5, 2021
in ESAI
0
Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsApp

KOTOMONO.CO – Menjadi manusia baik itu tak harus berseragam. Begitu pula dengan seragam. Tak selalu menunjukkan kebaikan seseorang. Kebaikan tidak ditentukan oleh apakah seseorang berseragam atau tidak. Tetapi, berangkat dari kesadarannya sebagai manusia.

Terus terang, saya sangat tergelitik dengan postingan sahabat baik saya, Fredi Kastama, di akun facebooknya, pada hari Rabu (3 Maret 2021). Dalam postingannya, ia menuliskan perihal kejadian yang dialaminya bersama kawan-kawan lain yang selama dua minggu berkrubyak-krubyuk. Menolong para korban banjir di Pekalongan.

Tidak hanya itu. Ia tulis juga tentang pribadi mereka yang bukan golongan orang-orang berseragam. Entah itu seragam organisasi, instansi, lembaga, ataupun seragam-seragam lainnya. Yang penting, bagaimana melakukan tugas kemanusiaan itu dengan caranya sendiri, apa adanya, tanpa ada bumbu-bumbu drama yang mengesankan seolah-olah ingin tampil sebagai pahlawan. Dalam pandangannya, untuk apa ribet dengan seragam jika pada akhirnya hanya dijadikan ajang pamer kebaikan.

Di lain sisi, ia juga menyoroti soal bagaimana seragam menjadi perihal yang sifatnya kaku. Prosedural dan mekanik. Seperti yang dialaminya sendiri sewaktu ia bersama-sama warga korban banjir di kampungnya tengah berusaha mengevakuasi warga kampungnya. Ketika hendak meminjam perahu karet dari orang-orang berseragam, ia justru mendapatkan perlakuan yang kurang mengenakkan. Bukannya segera meminjamkannya, melainkan dijawab dengan jawaban yang prosedural. Bahwa segala keperluan untuk menangani masalah warga terdampak banjir mesti melalui prosedur yang sudah ditetapkan.

BACA JUGA: Angkat Topi untuk Para Dermawan dan Relawan

Catatan peristiwa itu menjadi kritik pedas, menurut saya, terhadap lembaga yang tak disebutkan namanya oleh kawan saya itu. Tetapi, saya lantas membayangkan seandainya saya berada dalam situasi itu. Ketika saya mengandaikan diri sebagai warga tentu akan kecewa dengan perlakuan semacam itu. Sebab, keadaan yang genting semestinya tidak boleh dianggap sepele. Apapun keadaannya.

Seperti menolong korban kecelakaan lalu lintas, apakah perlu ia ditanya nama, alamat, umur, pekerjaan, dan lain-lain, sedang keadaannya sudah sangat parah? Yang penting, angkat dulu tubuhnya dari jalan. Perlancar lalu lintas, agar para pengguna jalan tidak merasa terganggu. Bila perlu antarkan korban ke rumah sakit atau puskesmas agar mendapatkan pertolongan. Sesimpel itu.

Namun, lain kejadiannya, ketika saya mengandaikan diri sebagai petugas berseragam, saya mungkin saja kesulitan untuk menentukan sikap. Sebab, dalam sistem kerja lembaga ada hierarki yang kadang sifatnya sangat kaku dan tak bisa dirobohkan. Sebagai anak buah, saya takut jika gara-gara dinilai gegabah oleh bos, saya lantas kehilangan mata pencaharian alias dipecat.

Maka, yang saya lakukan sebagai petugas, entah itu sebagai petugas kontrak atau berstatus resmi sebagai aparat sipilnya negara, saya akan patuhi dulu aturannya. Sebab, di dalam aturan kadang terkandung kata perintah yang tidak bisa digugat. Jika tak dilaksanakan, saya bisa saja diputus kontraknya atau diberhentikan dari tugas. Masih untung jika hanya dipindahtugaskan ke instansi lain. Apalagi jika instansinya bukan tergolong instansi yang menangani masalah-masalah kritis semacam itu.

BACA JUGA: Cerita Dua Penelepon tentang Dampak Banjir di Pekalongan

Ya loh, dalam konstruksi tata kelola lembaga resmi itu, rupanya instansi yang menangani masalah-masalah kritis itu tidak banyak. Coba saja dicek. Dari sekian banyak instansi, lebih banyak instansi yang urusannya masalah-masalah yang sifatnya birokratis. Sementara, untuk urusan ketanggapdaruratan dan kebencanaan tak terlalu banyak.

Memang, mungkin maksudnya agar penanganan masalah ketanggapdaruratan dan kebencanaan itu bisa dilaksanakan dengan fokus. Segala hal dapat diurusi dengan lebih tertata dengan baik. Tetapi, lagi-lagi, apakah SDM-nya memadai untuk menangani urusan itu di semua wilayah? Apakah tenaganya cukup?

Jika memang masih kurang, lantas porsi pengadaan tenaga baru di lembaga yang nangani masalah ketanggapdaruratan dan kebencanaan bagaimana? Apakah lebih diprioritaskan atau sekadar nambah dikit aja?

Belum lagi sarananya. Apakah selama ini sudah mencukupi? Jika memang belum, apakah tidak memungkinkan pengadaan sarana prasarana itu ditaruh di kelurahan-kelurahan yang rawan bencana dan bila perlu sampai ke tingkat RT atau RW? Setidaknya, itu akan mengurangi beban kerja dari petugas-petugas itu yang barangkali jumlahnya masih sangat terbatas.

Memang, kemarin sempat saya lihat ada usaha dari lembaga itu yang membuka lowongan bagi relawan bencana. Sebuah upaya yang patut diapresiasi sekalipun upaya itu terkesan sangat insidental. Tetapi, okelah. Setidaknya ada usaha.

BACA JUGA: Keluh Kesah Seorang Warga Terdampak Banjir tentang Foto-foto di Medsos

Nah, kembali ke masalah budaya birokrasi kita. Sudah semestinya, dalam keadaan-keadaan yang perlu penanganan segera, birokrasi yang mewarisi kultur feodal itu ditinggalkan. Ada yang lebih urgen, yaitu usaha penyelamatan demi rasa kemanusiaan. Jangan sampai hanya karena kekakuan birokrasi itu membuat upaya-upaya pemuliaan atas rasa kemanusiaan itu justru terabaikan. Mungkin, di jajaran atasan tidak menerapkan birokrasi yang kaku dalam upaya penanganan korban banjir ini. Tetapi, kebiasaan sehari-hari dalam menjalin relasi antara atasan dan bawahan inilah yang kemudian terbawa sampai ke ranah pelaksanaan tugas mereka. Mungkin, atasannya sudah sangat merakyat. Akan tetapi, lingkungan yang dibentuk di dalam ranah kepemerintahan yang feodalistik kadung dijiwai sepenuh-penuhnya. Akibatnya, mereka, para petugas itu menjadi ketakutan dan tidak dapat menentukan sikap yang siap menanggung risiko.

Saya rasa, sudah waktunya bagi pemerintah untuk mengubah paradigma tentang mentalitas aparatnya. Tidak lagi bermental sebagai warga terjajah sebagaimana para abdi di masa Kolonial Hindia Belanda, yang hanya bisa mengabdi untuk dan demi reputasi dan prestasi atasannya. Tetapi, mestinya mereka bermental sebagai warga negara merdeka. Mengabdi untuk kemanusiaan, mengabdi untuk negara dan tanah airnya. Apalagi, kita sama-sama warga negara yang memiliki bendera yang sama, merah putih. Jadi, berseragam atau tidak, mestinya itu tidak dipersoalkan lagi. Semoga.

 

Baca Tulisan-tulisan Menarik Ribut Achwandi Lainnya

Tags: banjirBanjir PekalonganbencanabirokrasidonasiinstansikomunitaskorbanlembagamaiyahmanusiaorganisasipekalonganPekalongan Infopemerintahpetugasrelawanseragamsuluk pesisiransumbanganuluran tanganwarga

Mau Ikutan Menulis?

Kamu bisa bagikan esai, opini, pengalaman, uneg-uneg atau mengkritisi peristiwa apa saja yang bikin kamu mangkel. Karya Sastra juga boleh kok. Sapa tahu kirimanmu itu sangat bermanfaat dan bisa dibaca oleh jutaan orang. Klik Begini caranya


Ribut Achwandi

Ribut Achwandi

Kepala Redaksi
Ngedanlah asal nggak bikin orang lain jadi edan.

Sapa Tahu, Tulisan ini menarik

Tradisi Syawalan Balon Udara Pekalongan

5 Tradisi Syawalan di Pekalongan yang Sayang Untuk Dilewatkan

Mei 7, 2022
7.8k
Tradisi Bunga Sumping Hari Raya

Tradisi Memasang Bunga Sumping Saat Hari Raya

Mei 1, 2022
869
Svasana Ramadan Ceria 2022

Svasana Ramadan Ceria 2022 yang Begitu Rahat

April 28, 2022
180
Politik Pangkon Walikota Afzan Arslan Djunaid

Politik “Pangkon” Ala Mas Walikota Aaf

April 5, 2022
169
Banjir Rob Pekalongan

Banjir Pekalongan Tak Pernah Tuntas Kalau yang Diajak Ngobrol Cuma Elite

Maret 31, 2022
190
Memaknai Tradisi Megengan

Memaknai Tradisi Megengan

Maret 29, 2022
417
Load More


Ada Informasi yang Salah ?

Silakan informasikan kepada kami untuk segera diperbaiki. Pliss "Beritahu kami" Terima kasih!


TERBARU

Belajar Bijak dari Driver Ojol Selalu Berwajah Lusuh Ketika Mengambil Orderan

Koenokoeni Cafe Gallery, Kafe Resto dengan Kearifan Lokal di Semarang

4 Sosok Penting Pelopor Penerbangan Dunia

Tradisi Pesta Giling Tebu di Pabrik Gula Sragi, Sebuah Upacara Spesial Pengantin Tebu dan Pengantin Glepung

Wisata Hits Terbaru Tegal di Villa Guci Forest

Mengenal Lebih Jauh Apa Itu Mata Uang Kripto

Mengulik Fakta Wingko Babat; Berasal dari Lamongan yang Kadung Terkenal di Semarang

LAGI RAME

Tradisi Pengantin Glepung di Pabrik Gula Sragi

Tradisi Pesta Giling Tebu di Pabrik Gula Sragi, Sebuah Upacara Spesial Pengantin Tebu dan Pengantin Glepung

Mei 18, 2022
373
Cafe Hits Batang Hello Beach

20 Cafe Hits Kekinian di Kabupaten Batang yang Keren Abis Buat Nongki-Nongki

Februari 13, 2022
3k
Wisata Pekalongan Pantai Pasir Kencana

New Taman Wisata Pantai Pasir Kencana Kota Pekalongan

Maret 10, 2022
6.4k
Wisata Hits Terbaru Jogja di HeHa Ocean View

Wisata Hits Terbaru Jogja di HeHa Ocean View

Maret 3, 2022
1.8k
Legenda Dewi Lanjar Pantai Utara

Kisah Legenda Asal-usul Dewi Lanjar

Agustus 12, 2016
34k
Wisata Tegal - Villa Guci Forest

Wisata Hits Terbaru Tegal di Villa Guci Forest

Mei 17, 2022
310
Tradisi Syawalan Balon Udara Pekalongan

5 Tradisi Syawalan di Pekalongan yang Sayang Untuk Dilewatkan

Mei 7, 2022
7.8k
Makam Sapuro

Wisata Religi : Makam Habib Ahmad Sapuro Pekalongan

Agustus 7, 2016
11.6k
Forest Kopi Batang

Inilah 10 Tempat Kuliner di Batang Paling Direkomendasikan untuk Wisatawan

April 9, 2020
29.5k
Dewi-Rantamsari-Dewi-Lanjar

Kisah Misteri Dewi Rantamsari Yang Melegenda

Oktober 16, 2018
15.6k

TENTANG  /  DISCLAIMER  /  KERJA SAMA  /  KRU  /  PEDOMAN MEDIA SIBER  /  KIRIM ARTIKEL

© 2021 KOTOMONO.CO - ALL RIGHTS RESERVED.
DMCA.com Protection Status
No Result
View All Result
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • UMKM
  • OH JEBULE
  • FIGUR
  • NGULINER
  • PLESIR
  • LOCAL WISDOM
  • PUSTAKA
  • LAINNYA
    • KILASAN
    • NGABUBURIT
    • RELEASE
    • EDUKASI
    • NYASTRA
  • Mau Kirim Tulisan?
  • Login
  • Sign Up

Kerjasama, Iklan & Promosi, Contact : 085326607696 | Email : advertise@kotomono.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In