Kotomono.co -“Dari Anjing yang benjol, seratus buaya yang biasa nipu malah tertipu, sampai Sang Raja Hutan bertarung sengit. Semua itu ulah Si Kancil.”
Entah wujud aslinya seperti apa, katanya kancil adalah hewan bertubuh kecil dengan otak cerdik bin licik. Saking cerdiknya, ia sampai-sampai diangkat sebagai penasihat plus hakim di hutan tempat tinggalnya. Berbagai masalah hutan, silih berganti hewan datang mengadu meminta penyelesaian masalah, kancil dengan seribu satu akalnya siap membantu seperti keluarga sendiri.
Saking terkenalnya dulu ketika kecil, orang tua saya menyuruh (Baca: menipu) saya makan timun dengan kalimat, “Banyak makan timun, biar pintar seperti kancil.”
Namun, akibat kecerdasannya yang tiada tanding. Ia menjadi salah satu buruan hewan-hewan buas, selain karena (mungkin) dagingnya lezat, ia juga diburu karena sering mengerjai atau bahasa kasarnya menipu mereka. Dan di bawah ini adalah tiga kisah hewan yang menang kekuatan dan ukuran tubuh tapi selalu terkena tipudaya si kancil.

Si Kancil VS Anjing
Saat dikurung Pak Tani karena ketahuan mencuri timun, kancil disekap dan diletakkan di kurungan ayam. Setelah ditinggal Pak Tani ke pasar, anjing entah sengaja atau tidak lewat di hadapan kancil. Kancil tersenyum licik dalam hati, sembari membatin, “mangsa baru.” Anjing dengan kepo dan penuh percaya diri disertai senandungan kecil lagu bangsa per-anjingan berjalanan mendekati kancil.
“Cil, kenapa kau dikurung begitu?” Tanya anjing penasaran.
Kancil yang melihat peluang langsung menjalankan taktiknya, dengan menjawab bahwa ia akan dijadikan menantu pak tani. Harusnya jika dipikir secara logika dan akal yang sehat, mana mungkin pak tani menikahkan anaknya yang cantik jelita dengan kancil yang bintang kecil yang sukanya nyolong timun. Sangat tidak masuk akal, tapi dasar anjing dia percaya-percaya saja.
Didasari rasa iri yang tinggi dan keinginan memiliki anak Pak tani, anjing memaksa menggantikan kancil masuk ke kurungan, eh, jadi mantu Pak tani. Kancil akting pura-pura kagak mau dong, supaya lebih menjiwai peran terus si anjing tentu termakan akting kancil yang terlihat amat profesional. Akhirnya si anjing mendorong kurungan dan masuk ke dalamnya menggantikan kancil.
Kancil yang telah bebas tersenyum sumringah, ia langsung cabut setelah tak lupa memberikan selamat untuk anjing karena akan diambil mantu pak tani.
Pak tani yang baru pulang dari pasar terkaget-kaget terheran-heran lho kok kancil jadi suka melet? Mukanya memerah tangannya mengepal, anjing dengan senyum bahagianya menyapa sang calon mertua, pak tani berlipat ganda murka. Pertama si pencuri kecil yang diduga merusak kebunnya kabur, kedua lauknya menghilang kancil yang aslinya akan disembelih dan dijadikan sate malah jadi anjing yang mana boleh dimakan olehnya.
Pak tani membuka kurungan, meminta anjing memejam dengan dalih akan memanggilkan putrinya. Jantung anjing berdegup kencang dan bukannya suara halus anak pak tani malah jeritan anjing yang terdengar nyaring. Anjing kabur dengan kepala yang sedikit benjol dengan dendam kesumat pada kancil.
“Untung gue haram, kalau nggak bisa mati gue ditangan pak tani. Awas kau kancil!”

Si Kancil VS Buaya
Hewan selanjutnya yang ditipu kancil adalah buaya. Tak tanggung-tanggung, seratus buaya kena tipu! Entah kancil yang terlalu cerdik atau dasar buaya yang gampang ditipu. Karena buaya asli mungkin gampang ditipu, beda cerita kalau buaya darat yang justru suka nipu, yaa.
Diceritakan kancil sedang jalan-jalan keliling hutan sambil nyari makan, pucuk dicinta ulam pun tiba. Si kancil melihat pohon penuh buah yang sudah matang. Cacing-cacing dalam perut kancil bereaksi memunculkan keinginan memakan buah-buahan itu. Tapi oh tapi, masalahnya pohon itu berada di seberang sungai besar–markas para buaya asli– bukan buaya darat. Salah-salah, bukannya kancil dapat makan malah ia yang kena makan. Sedang asyik berpikir bagaimana cara ke seberang, sosok bermata nyelang mengintai, mengendap-endap di sungai yang tenang.
“Hop! Stop!” Kancil lebih cepat melompat menghindari buaya, ia gagal mendapatkan kancil.
“Apaaan stap-stop, sini gue makan lu. Gue dah laper nih. Jangan coba-coba kabur, lu, Cil. Temen gue banyak nih.” Buaya mengancam sembari memanggil teman-temannya.
Lalu muncullah banyak buaya dari dasar sungai, kancil menelan ludah menyadari banyaknya musuh yang harus dihadapi.
“Yaelah, pak buaya. Kalau temen lu sebanyak ini mana mungkin kenyang makan daging gue yang kecil ini.”
Buaya memindai kancil dari atas sampai bawah, mempertimbangkan ucapan kancil.
“Gini aja deh. Di seberang sana ada banyak buah yang udah matang. Anterin gue ke sana, anggap aja ini permintaan terakhir gue sebelum dimakan. Kalau gue udah kenyang dan daging ini udah banyak, kan kalian bisa dapet jatah daging lebih banyak. Gimana?”
Buaya terdiam cukup lama dan akhirnya berkata, “Oke, Cil. Gue anggep itu sebagai permintaan terakhir, lu. Tapi begitu sudah kenyang, lu, harus balik ke sini. Terus gimana caranya supaya lu bisa ke seberang?”
“Jadi gini, pasukan lu kan banyak kalau baris nih pasti bisa sampai seberang. Ya semacam seperti jembatan. Nah nanti gue lompat di atas punggung kalian sekalian menghitung jumlah kalian biar pembagiannya gampang,” ucap Kancil.
Buaya menyetujuinya, ia memerintahkan anak buahnya berbaris layaknya jembatan. Kancil tersenyum lebar, setelah semuanya siap ia melompat sembari menghitung jumlah buaya dengan riang gembira.
“Yes!” Sampailah kancil pada seberang sungai dengan selamat, ia langsung berburu makanan dan melahapnya. Setelah kenyang ia teringat akan janjinya pada buaya, didatanginya buaya yang tengah menunggu kancil di pinggir sungai.
“Hai pak buaya, berdirinya saya di sini ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kalian semua yang telah membuat saya bisa berada di sini dengan selamat. Setelah kenyang dan berpikir jernih, saya rasa setelah makan dan daging bertambah pun masih akan kurang untuk kalian semua. Jadi daripada terjadi pertentangan di antara kalian karena pembagian daging maka saya memutuskan untuk tidak jadi menyerahkan diri dan pergi. Good bye semuaa.” Kancil berpidato di bukit kecil di pinggir sungai, ia lenyap meninggalkan para buaya yang tengah menyumpahi dan bersumpah akan membalas dendam.

Si Kancil VS Harimau
Hewan yang katanya raja hutan pun kena tipu kancil! Begini kisahnya.
Di suatu siang yang terik saat lagi nyantai tidur siang di batunya, kancil dikagetkan suara amukan harimau lapar yang membuatnya harus melek padahal udah nyenyak-nyenyaknya. Harimau tepat ada di depan mukanya.
“Kucing! Kucing kucing!” Kancil latah, “ngagetin aja, Lu, gue kira setan. Ehh, Lu, ternyata! Mau apa? Mau makan gue?”
“Pake nanya lagi, Lu! Iyalah, dah siap-siap sini, gue udah laper.” Harimau memandangi lemak kancil yang aslinya nggak montok-montok amat.
Kancil tersenyum licik seperti biasa dan mulai berpikir cara apa untuk lolos dari harimau kali ini. Ia memindai sekitar, dilihatnya semua sudut hutan dengan teliti.
Aha! Di bawah pohon sana ada seekor ular piton yang tengah tertidur dengan melingkar.
“Nanti dulu, Mau. Ni gue lagi sibuk, gue lagi menjalani tugas mulia dari Yang Mulia Raja Sulaiman. Lu, tau kan?”
Harimau terdiam mencerna ucapan kancil dan berkata, “Bohong, Lu, masak Raja Sulaiman ngasih tugas ke binatang kecil kek gini. Harusnya ngasih tugasnya ke gue dong.”
BACA JUGA: Dongeng Timun Mas dan Ramalan Masa Depan
Kancil mengumbar alasan sebaik dan seyakin mungkin agar si harimau percaya. Dan gobloknya akhirnya harimau percaya kelicikan kancil.
“Emangnya lu disuruh apa?”
Kancil menggiring Harimau ke bawah pohon tempat ular tadi tidur, “Gue disuruh jaga sabuknya Nabi Sulaiman. Ini pusaka bahaya banget nih bagi beliau. ”
“Ini bukannya ular, Cil?” Ragu Harimau
“Bukan dong. Ini emang dibentuk kayak ular, memang semirip itu dibuatnya supaya musuh taunya itu ular beneran padahal nggak.”
Harimau ber-oh-ria lalu mencoba menyentuh sabuk, alias ular, itu tapi langsung ditepis kancil dan diperingatkan bahwa yang boleh menyentuh adalah orang khusus yang diperbolehkan raja. Harga diri Sang Raja hutan tersenggol, maka tanpa lelah harimau terus membujuk dan akhirnya diperbolehkan kancil dengan syarat ia harus meninggalkan harimau dan tempat itu dengan alasan jika sang nabi melihat kancil, ia bisa dimarahi.
“Kena kau harimau!” Kancil berlari meninggalkan harimau setelah memberi tahu cara pemakaiannya.
“Kata kancil harus dijilat 7× nih supaya manjur.”
Harimau menjilat ular itu dan tentu saja ularnya bangun dan langsung marah. Harimau kaget bukan kepalang. Pertarungan tak dapat dihindari, si ular melilit harimau kencang dan harimau mulai menggigit tubuh ular dan berusaha melepaskan lilitan. Pertarungan berjalan sengit, sementara kancil sudah menghilang jauh seperti dedemit.
Demikianlah tiga bintang yang katanya besar, buas, dan ganas, tetapi nyatanya kalah dengan binatang kecil dengan ukuran tidak sebanding. Dapat kita ambil hikmah bahwa, kekuasaan dan kekuatan saja tidak cukup, hal itu harus sejalan dengan kecerdasan akal yang tinggi supaya kita tidak gampang dibodohi dan dimanfaatkan oleh orang lain. Maka dari itu kita harus rajin belajar supaya pintar seperti kancil wkwkwk.
Tulis Komentar Anda