Kotomono.co – Ketika Ella Wayeya masih belia, dia mengalami krisis identitas. Sebagai warga Muslim Arab yang tinggal di tengah komunitas orang Yahudi, dia selalu bingung ketika ditanya tentang asal-usulnya dan tak ada yang bisa memberinya pencerahan. Ella tak bisa menjawab dengan seenaknya bahwa ia adalah keturunan Arab beragama Islam yang juga warga negara Israel. Keluarganya memiliki perasaan emosional kuat saat Palestina menerima perlakuan keras dari Israel yang kemudian terpatri dalam benak Ella.
Di sisi lain, Ella juga harus menerima fakta bahwa perlakuan itu dilakukan oleh negara tempatnya tumbuh dan berkembang, yakni Israel. Namun, jika ia benar-benar menjawab seperti itu, besar kemungkinan ia akan dicemooh, baik dari lingkungan maupun keluarganya.
Identitas Ella akhirnya terungkap saat ia berusia 16 tahun. Pemerintah secara resmi menetapkan bahwa Ella memiliki kewarganegaraan Israel lewat Kartu Tanda Penduduk. Dari sinilah, Ella mantap mengabdi pada negara.
Meskipun demikian, Ella, yang merupakan minoritas (keturunan Arab, Islam, dan perempuan), kesulitan melawan norma-norma lingkungan dan pandangan keluarganya. Terlebih lagi, jalur pengabdian yang dipilihnya adalah bergabung menjadi tentara Israel (Israel Defence Forces, IDF), yang selalu jadi sorotan negatif banyak orang.
“Selama 18 bulan pertama, saya merahasiakan [kepada keluarga] bahwa saya bergabung dengan tentara. Hingga akhirnya rahasia ini terbongkar oleh ibu saya yang menemukan seragam IDF di kamar. Dia langsung menangis,” ujar Ella yang bergabung dengan tentara pada tahun 2013, kepada Jewish News Syndicate.
Terbongkarnya keanggotaan di IDF membuat Ella mendapat sentimen dan cemoohan luar biasa dari lingkungan. Namun, itu semua tak menggoyahkan pilihannya.
“Saya sudah terlanjur senang dan cinta kepada bendera Israel,” katanya kepada Al Majalla.
Kini, Ella dipandang sebagai prajurit berprestasi. Dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun, ia sudah menyandang pangkat Kapten dan menjadikannya sebagai perempuan Muslim-Arab pertama yang meraih gelar tersebut.
Kisah Ella bukanlah satu-satunya di antara ribuan Muslim lain yang bergabung dengan tentara Israel. Dua sampai tiga dekade lalu rasanya hampir tidak mungkin bagi orang Arab-Israel memilih militer sebagai karir. Namun, sekarang ini, fakta yang mungkin membuat orang terkejut adalah mayoritas Muslim justru berbondong-bondong mendaftar sebagai tentara Israel.
Menurut The Jerusalem Post, pada tahun 2020, IDF mencatat 606 orang dari Arab-Muslim yang bergabung, meningkat dari 489 orang pada tahun 2019 dan 436 orang pada tahun 2018.
Dalam salah satu laporan majalah Al Majalla, diungkapkan bahwa IDF juga memberikan bantuan keuangan dan pendidikan bagi anggota tentara Muslim dan Arab-Israel yang bergabung. Salah satunya adalah program beasiswa bernama “Zaytouna”, yang diperuntukkan bagi para prajurit perempuan dari komunitas Arab-Israel yang bergabung dengan IDF. Program ini bertujuan untuk membantu para prajurit tersebut memperoleh pendidikan dan pelatihan untuk memajukan karir mereka setelah pensiun dari dinas militer.
Namun, meskipun terlihat ada kesempatan bagi warga Arab-Israel dan Badui untuk bergabung dengan IDF, kenyataannya masih ada banyak tantangan yang harus dihadapi. Salah satunya adalah diskriminasi yang masih ada di kalangan tentara dan masyarakat Israel secara umum. Sebagai minoritas, warga Arab-Israel dan Badui masih sering dianggap tidak setara dan merasakan diskriminasi dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk di tempat kerja dan institusi militer.
Meskipun demikian, keputusan beberapa warga Arab-Israel dan Badui untuk bergabung dengan IDF telah memicu berbagai spekulasi dan kontroversi, terutama di kalangan masyarakat Arab dan Muslim. Bagi sebagian orang, bergabung dengan tentara Israel dianggap sebagai pengkhianatan terhadap Palestina dan perjuangan kemerdekaannya. Namun, bagi warga Arab-Israel dan Badui yang memilih bergabung dengan IDF, keputusan tersebut merupakan sebuah pilihan yang didasarkan pada keyakinan dan aspirasi pribadi.
Pada akhirnya, kisah-kisah seperti Ella Wayeya dan ribuan warga Arab-Israel dan Badui yang bergabung dengan IDF menunjukkan kompleksitas dan dinamika yang ada di dalam masyarakat Israel. Sebagai sebuah negara yang multikultural dan multietnis, Israel masih memiliki banyak tantangan dalam memperjuangkan kesetaraan dan keadilan bagi seluruh warganya. Namun, semangat inklusivitas dan kesempatan yang diberikan oleh IDF kepada warga Arab-Israel dan Badui dapat menjadi langkah awal yang positif untuk membangun sebuah masyarakat yang lebih inklusif dan merata bagi semua warga Israel.
Sumber: cnbcinsight
*(AI)
Komentarnya gan