KOTOMONO.CO – Pejabat-pejabat di negeri ini tidak pernah libur menyuguhkan lelucon demi lelucon. Terlebih KPK. Lembaga antirasuah itu, seingat saya dulu pernah punya rencana mengajak napi koruptor sebagai penyuluh dalam program penyuluhan antikorupsi.
Nah, sekarang KPK menciptakan lelucon lain. Baru-baru ini Ketua KPK, Firli Bahuri memberikan penghargaan kepada istrinya karena sudah menciptakan masterpiece berupa himne dan mars KPK. Yup, benar, kamu nggak salah baca, ketua lembaga antirasuah memberikan penghargaan untuk istrinya sendiri.
Penghargaan itu diterima istri Firli, Ardina Safitri pada sebuah acara seremoni yang digelar KPK yang berlangsung di Gedung Penunjang KPK, Jakarta, pada Kamis (17/2). Acara tersebut juga sekaligus sebagai peneguhan hak cipta atas himne dan mars KPK yang juga dihadiri oleh Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly.
Walaupun yang menciptakan himne dan mars KPK adalah istrinya Ketua KPK, tapi hak cipta tetap menjadi milik lembaga antirasuah tersebut. “Lagu dan mars KPK ini, kini hak ciptanya adalah milik KPK,” kata Yasonna dikutip Merdeka.
Selain ditertawakan, hal itu jelas memancing respons banyak orang. Betapa tidak? KPK sebagai lembaga antirasuah yang harusnya menghindari gratifikasi dan nepotisme, ini justru menjunjung tinggi dua penyakit itu.
Firli Bahuri dianggap telah mencederai KPK dengan memberi penghargaan pada istrinya sendiri. Dilansir Tempo, Manajer Kampanye Indonesia Memanggil 57+ Institute, Benydictus Siumlala juga mengkritik tindakan Ketua KPK yang memberi penghargaan ke istrinya sendiri. Beny mengatakan bahwa tindakan itu menjijikkan dan merusak nilai lembaga antirasuah.
Namun, apa yang dilakukan Firli tidak sepenuhnya keliru. Di satu sisi, ini memang mencederai nilai-nilai dari lembaga seperti KPK. Tapi kalau dicermati menggunakan perspektif lain, apa yang dilakukan Firli wajar-wajar saja. Kalaupun salah, ya nggak salah-salah amat lah.
KPK Butuh Mars dan Himne
Sebagai lembaga negara, KPK tentu membutuhkan mars dan himne. Dua hal itu sangat fundamental bagi keberlangsungan sebuah lembaga. Jangankan lembaga negara, organisasi akar rumput pun juga mempunyai mars maupun himne. Masak KPK, sebagai garda terdepan antikorupsi nggak punya himne atau mars?
NU, Muhammadiyah, Pemuda Pancasila, KORPRI, Guru, Pramuka, bahkan RW 5 pun ada mars atau himnenya masing-masing. Saya kira sudah saatnya lembaga seperti KPK juga mempunyai himne dan mars.
Mengingat himne dan mars ini sangatlah penting bagi suatu lembaga. Mars dan himne berguna sebagai bentuk rasa syukur, doa, puji-pujian, dan harapan bagi sebuah lembaga atau organisasi.
Himne dan mars ini biasanya bakal dinyanyikan pada pembukaan suatu acara. Lembaga-lembaga yang perannya sangat krusial dalam kancah pemberantasan korupsi, KPK tentu membutuhkan mars dan himne. Setidaknya, kalau ada acara tertentu seperti pengumuman tersangka kasus korupsi, sebelum menggelar konferensi pers, terlebih dahulu menyanyikan himne dan mars KPK.
BACA JUGA: Alasan Jalan di Pemalang Cocok Jadi Tempat Latihan Motocross
Selain agar pegawai-pegawai KPK tambah semangat mencari ‘curut-curut’ yang bersembunyi, himne dan mars bisa jadi mendatangkan kesadaran para tersangka kasus korupsi bahwa yang mereka lakukan salah.
Nah, setelah sadar sama seperti sesi renungan di acara-acara Pramuka, para koruptor itu mungkin bakal menangis sejadi-jadinya. Mereka begitu tersentuh dengan lirik-lirik himne dan mars Pramuka, eh, KPK yang dilantunkan. Usai benar-benar mengakui kesalahannya, bukan mustahil kalau hukuman koruptor ini bakal disunat. Yang sudah-sudah begitu, kan?
Firli juga mengatakan, himne dan mars KPK ini bisa menjadi inspirasi para pegawainya untuk lebih giat lagi bekerja. Tentu Firli mengatakannya setelah melihat bagaimana kerja KPK selama ini. Catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) memperlihatkan bahwa KPK selama tahun 2021 hanya melakukan enam kali Operasi Tangkap Tangan (OTT).
Jumlah OTT itu menyusut dari tahun sebelumnya. Padahal sebelum KPK diobrak-abrik Firli, jumlah OTT mencapai 21 kali di tahun 2019, 30 kali di tahun 2018, dan 19 kali di tahun 2017. Memang kerja KPK bukan hanya dilihat dari seberapa banyak OTT.
Maka dari itu, saya juga mengambil data dari pihak KPK. Bahwa sepanjang tahun 2021, menurut Jubir KPK, Ali Fikri seperti dilansir Tempo, mengatakan sudah menerbitkan 105 surat penyidikan. KPK era Firli konon lebih menekankan implementasi pendidikan antikorupsi pada 24 ribu orang pendidikan dasar, 3.400 orang pendidikan menengah, dan 6.200 orang di perguruan tinggi seluruh Indonesia.
Baik OTT, penerbitan surat penyidikan, maupun implementasi pendidikan antikorupsi, semuanya butuh keseriusan. Bukan hanya serius, bahkan kalau bisa pegawai KPK mesti riang gembira melaksanakannya. Dari situ, mars dan himne sangat diperlukan. Dalam hal ini, istri Firli, Ardina Safitri punya pemikiran yang sangat visioner.
Pencipta Mars dan Himne Memang Harus Diberi Penghargaan
Soal pemberian penghargaan bagi pencipta mars dan himne KPK, sebetulnya hal yang wajar. Pencipta Mars Polri, Almarhum Engelberth F. Ngutra juga mendapat penghargaan dari Dinas Penerangan pada tahun 1991. Bukan hanya penghargaan malah, almarhum juga mendapat satu buah terompet.
Pencipta Himne Guru, Sartono juga mendapat penghargaan dari Universitas Brawijaya Malang. Ia diberi penghargaan itu atas dedikasinya sebagai pencipta lagu yang mampu membangkitkan semangat para pendidik.
Maka, sah-sah saja apabila Ardina Safitri, istri Firli Bahuri mendapatkan penghargaan dari KPK karena membuat lagu himne dan mars KPK. Sesuatu yang mungkin saja belum pernah terpikirkan oleh para pegawai KPK sebelum era Firli yang memang lebih fokus memberantas korupsi, daripada memberi penghargaan kepada istri sendiri.
BACA JUGA: Selain Gus Dur, Ma’ruf Amin Juga Sosok yang Ahli Nganalisis Sepak Bola
Hal itu selayaknya nggak usah menjadi bahan perbincangan yang berlarut-larut. Pencipta himne dan mars sebuah organisasi atau lembaga bagaimanapun layak diberi penghargaan. Soal berguna tidaknya mars dan himne tersebut, itu bisa diurus belakangan.
Pemberian penghargaan dari Firli ke istrinya itu bagi sebagian orang memang aneh dan terasa menjijikan. Tapi apa yang dibuat oleh istri Firli itu adalah karya, dan setiap karya wajar apabila mendapat penghargaan dari lembaga yang mengakui karya itu. Dalam hal ini, kebetulan saja Ardina Safitri bikin lagu buat KPK, dan ia istrinya Ketua KPK.
Lagi pula hal itu juga menandakan sesuatu yang positif. Selama ini Firli dianggap kurang dalam memimpin KPK. Padahal lewat penghargaan yang ia berikan kepada sang istri, Firli justru ingin menyampaikan kalau dirinya sangat totalitas dalam mengurus KPK. Sampai-sampai harus mengajak istrinya.
Berikan komentarmu