KOTOMONO.CO – Seorang anak TK yang menjadi korban pemerkosaan di Kecamatan Dlanggu, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, saat ini sedang mengalami trauma berat dan enggan untuk kembali ke sekolah. Korban sudah divisum dan sedang menerima perawatan trauma dari Tim Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (TP2PA) di Kabupaten Mojokerto.
Kepala Dusun tempat korban dan pelaku tinggal, S, menyatakan bahwa mereka menerima laporan peristiwa pemerkosaan dari orang tua korban pada tanggal 9 Januari 2023 pagi, dan kemudian dilaporkan ke pemerintah desa setempat. Hari berikutnya, pemerintah desa memanggil orang tua korban dan pelaku ke kantor desa untuk melakukan mediasi agar masalah dapat diselesaikan secara damai, mengingat korban dan pelaku masih anak-anak.
Namun, mediasi tersebut gagal karena orang tua korban meminta biaya pengobatan sebesar Rp200 juta dari orang tua pelaku, yang hanya sanggup membayar Rp3 juta. Karena tidak ada kesepakatan, kasus ini kemudian dilaporkan ke Polres untuk penyelidikan lebih lanjut.
Setelah mediasi gagal, kasus ini dilaporkan ke Polres untuk penyelidikan lebih lanjut. Ketiga anak yang diduga sebagai pelaku, yang masih duduk di kelas 1 SD, sudah diperiksa oleh Polres Mojokerto.
Menurut kuasa hukum korban, Krisdiyansari Kuncoro, uang Rp200 juta yang diminta oleh orang tua korban tidak hanya untuk biaya pengobatan, tetapi juga untuk biaya pindah rumah dan sekolah karena korban trauma dan takut bertemu dengan pelaku.
Namun, permintaan ini ditolak oleh orang tua pelaku yang menganggap tidak manusiawi. Saat ini kasus ini sedang dalam penyelidikan oleh pihak keamanan dan hukum untuk menentukan tindakan yang akan diambil.
Selanjutnya, Polres akan melakukan pemeriksaan dan investigasi lebih lanjut terhadap ketiga anak yang diduga sebagai pelaku, serta mengumpulkan bukti-bukti yang diperlukan untuk menuntut mereka di pengadilan. Korban juga akan diteruskan untuk mendapatkan perawatan dan dukungan yang diperlukan untuk mengatasi trauma yang dialami.
Pemerintah desa akan bekerja sama dengan pihak keamanan dan hukum dalam proses penyelidikan dan pengambilan keputusan. Korban dan keluarganya juga dapat mendapatkan perlindungan dan dukungan dari Tim Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (TP2PA) yang dikelola oleh pemerintah, atau dari organisasi nirlaba yang bergerak dalam bidang perlindungan perempuan dan anak.
Harus diingat bahwa pemerkosaan anak merupakan tindakan yang sangat serius dan harus ditangani dengan sangat hati-hati dan profesional. Pelaku harus dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku, dan korban harus diberi dukungan yang diperlukan untuk mengatasi trauma yang dialami.
Sedangkan dari sisi hukum, pemerkosaan anak di Indonesia diatur dalam UU nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak, yang menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan tindakan asusila atau tindakan seksual lainnya terhadap anak di bawah umur 18 tahun dijerat dengan hukuman penjara minimal 10 tahun dan maksimal 20 tahun.
***
Penulis : AI
Komentarnya gan