• Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Term of Service
  • FAQ
Kotomono.co
  • Login
  • Register
  • ARTIKEL POPULER
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • K-Popers
  • PLESIRAN
  • PUSTAKA
  • NYASTRA
  • LAINNYA
    • KILASAN
    • RELEASE
    • OTOMONO
    • FIGUR
    • OH JEBULE
    • KEARIFAN LOKAL
    • NGABUBURIT
    • UMKM
No Result
View All Result
  • ARTIKEL POPULER
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • K-Popers
  • PLESIRAN
  • PUSTAKA
  • NYASTRA
  • LAINNYA
    • KILASAN
    • RELEASE
    • OTOMONO
    • FIGUR
    • OH JEBULE
    • KEARIFAN LOKAL
    • NGABUBURIT
    • UMKM
No Result
View All Result
Kotomono.co
No Result
View All Result
  • ARTIKEL POPULER
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • K-Popers
  • PLESIRAN
  • PUSTAKA
  • NYASTRA
  • LAINNYA
Maestro Tari Bali Ni Ketut Arini

Sang Maestro Tari Bali Ni Ketut Arini (FOTO ANTARA/Ni Luh Rhismawati)

Maestro Tari Bali Ni Ketut Arini: Sang Penjaga Tradisi Bali

Akhmad Khoirul Munir by Akhmad Khoirul Munir
April 11, 2022
in FIGUR
Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsApp

KOTOMONO.CO – Bulan April–Juni tahun 2021 lalu, saya kerap berkunjung ke kediamannya, di Jalan Kecubung Gang Soka No 1, Denpasar Timur–Bali. Ia menuturkan bait demi bait kisah perjalanan hidupnya dalam menggeluti dunia seni tari.

Seni tari menurutnya adalah karya suci. Baginya, menari bukanlah sekadar meliukkan tubuh, tetapi sebuah dedikasi dengan konsistensi yang ditampilkan melalui teknik, ekspresi, dan konsentrasi.

Namanya adalah Ni Ketut Arini, seorang seniman tari perempuan asal Bali yang kini dikenal sebagai maestro Legong–Tari Bali Klasik. Arini atau yang lebih akrab disapa Nini oleh anak-anak didiknya itu lahir di di Banjar Lebah, Desa Sumerta Kaja, Denpasar–Bali pada 15 Maret 1943.

Kini, usia Arini berarti telah menginjak 78 tahun. Bila mengingat usianya itu, bukankah mestinya dia beristirahat sambil menikmati masa tuanya?

Tapi siapa menyangka bahwa kenyataannya, setidaknya sampai medio 2021, Arini masih aktif dan konsisten membaktikan diri sebagai penari atau seniman tari. Ia juga masih setia menjadi guru untuk mengajarkan tari Bali pada ratusan anak didik di sanggarnya yang bernama Sanggar Tari Warini.

Selama kunjungan itu, Arini masih menunjukkan kebugaran pada fisiknya. Ia mengatakan tidak akan pensiun sebagai guru tari Bali dalam waktu dekat selama raga masih sehat dan bisa bergerak.

Kunjungan saya pada medio 2021 waktu itu dalam rangka membantu seorang kawan yang melakukan wawancara untuk menulis biografi Arini sebagai tugas akhir kuliah. Saya pun mendapati sesuatu yang menarik pada diri Arini bahwa perjalanan hidupnya dalam menggeluti dunia seni tari mengandung nilai edukatif dan inspiratif.

BACA JUGA: Usmar Ismail, Bapak Film Indonesia yang Multidimensi dan Idealis

Peran Ni Ketut Arini sangat signifikan dalam pengembangan, pelestarian, serta pewarisan seni tari (budaya) Bali. Atas dedikasi dan konsistensi mengembangkan serta melestarikan seni tari Bali membuat Arini dianugerahi sejumlah penghargaan dan gelar sebagai bentuk prestasinya, mulai dari lingkup lokal, regional, nasional, hingga internasional.

Ni Ketut Arini - Maestro Tari Bali
Ni Ketut Arini Saat Pentas

Penghargaan yang Arini terima umumnya berasal dari pemerintah, baik daerah maupun pusat. Tiga dari sekian banyak penghargaan bergengsi yang ia terima dari pemerintah, yaitu:

Pertama, penghargaan kebudayaan tahun 2015 Kategori Pelestari dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). Arini dinilai sebagai sosok yang menghidupkan kembali Tarian Bali Klasik dan mempromosikannya ke dunia internasional. Sehingga dia layak mendapatkan penghargaan sebagai “Pelestari Tari Bali Klasik.”

Kedua, Penghargaan “Maestro Seni Indonesia” dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata melalui program Belajar Bersama Maestro pada 2016.

Ketiga, pada Juli 2021 Arini menjadi satu dari enam seniman Bali yang menerima penghargaan “Adi Sewaka Nugraha,” sebagai anugerah tertinggi bagi pengabdi seni yang diberikan Pemerintah Provinsi Bali.

Tak dipungkiri bahwa prestasi yang diraih Arini tersebut tak dapat dilepaskan dari darah seni yang mengalir pada dirinya. Hampir semua belah pihak di keluarga besarnya adalah orang-orang yang berkecimpung dalam khazanah kesenian Bali.

Bapak Arini, I Wayan Saplug, selain bertani adalah seorang seniman tabuh gamelan. Ibunya, Ni Ketut Samprih, juga ahli dalam mengkidung. Kakek dan neneknya juga para pemain Arja, yaitu dramatari tradisional yang dimainkan dengan menyanyi dan menari.

Arini mulai mengenal seni tari sejak sekitar usia tiga/empat tahun. Saat mau menginjak usia tujuh tahun, barulah ia mulai tekun dan menunjukkan keseriusan dengan belajar menari kepada pamannya, I Wayan Rindi.

BACA JUGA: Peneroka Musik Kasidah Modern Ternyata Orang Pekalongan

I Wayan Rindi dikenal sebagai guru tari Bali dan sekaligus penari Condong–Legong laki-laki yang tersohor pada zamannya. “Paman Rindi,” begitu Arini memanggilnya, menjadi guru tari pertama yang mengajarkannya ihwal menari.

Di bawah asuhan sang paman, Tari Condong dan Legong Klasik (Keraton) menjadi tarian pertama yang Arini pelajari setelah menguasi teknik dasar menari. Hasilnya di usia delapan tahun, ia untuk pertama kali telah tampil menari di atas panggung pementasan membawakan Tari Condong.

Tari Condong merupakan sebuah tarian yang mengisahkan peran sebagai pengiring atau pelayan dalam tarian gambuh atau legong keraton. Peran ini cukup penting karena menceritakan riwayat raja. Arini mengaku saat itu merasa senang luar biasa. Baginya, itu adalah momen ia disaksikan oleh puluhan pasang mata untuk pertama kalinya.

Sumber Gambar: Ni Ketut Arini

Sejak saat itu, semakin tambah besar rasa ingin Arini untuk bisa menjadi penari. Ia pun bertambah rajin menekuni tari-tarian Bali klasik, khususnya jenis-jenis Legong dan Condong. Arini bahkan menggelutinya selama hampir 40 tahun hingga berhasil menguasai sejumlah jenis Tari Legong dan merevitalisasinya.

BACA JUGA: Janis Joplin, Queen of Blues Berjiwa Merdeka

Beberapa di antaranya, seperti Legong Durga Pelayon, Legong Lasem, Legong Kuntul, Legong Kuntir, Legong Jobog, Legong Semarandhana, Legong Kreasi Widya Lalita, Legong Kreasi Suprabha Duta, Legong Bapang Durga, Legong Karna’s Dream, Legong Kebyar, Legong Kreasi Nitya Semaya, Legong Narwastu. Dan sebenarnya masih banyak lagi yang lainnya. Namun karena itulah Arini kini dikenal luas sebagai Maestro Tari Bali Klasik.

Artikel Terkait

Professor Iyad Qunaibi, Sang Akademisi Inspiratif dengan Jutaan Follower

El Candra: Sang Inspirator Hijrah

Ani Idrus: Gagasan tentang Pendidikan yang Melampaui Zaman

Sejak masa belianya, Arini memang cukup beruntung karena dapat mencecap bangku pendidikan saat masih relatif sedikit anak-anak Bali tahun 1950-an yang mendapatkannya. Namun demikian sebagai anak seorang petani, keluarga Arini bukan termasuk orang berpunya. Arini mengaku pada masa kecilnya sering sekali mendapati tak ada makanan di rumah.

Sebagaimana halnya anak-anak desa di Bali seangkatannya, kehidupan masa remaja Arini pun tak bisa lepas dari keseharian bertani. Ia semasa belia juga lebih banyak bergelut dengan tugas membantu orang tuanya di sawah.

Boleh dibilang masa kecil Arini berkisar pada tiga tempat: sekolah, sawah, dan tempat latihan menari.

Di sekolah, Arini menjadi murid yang menuntut ilmu pengetahuan.

Di sawah, Arini menjadi gadis remaja yang membantu orang tua. Untuk meringankan beban ekonomi keluarga, ia juga harus belajar cara bertani dan mengolah padi hingga siap tanak.

Sementara ditempat latihan menari di mana sang paman mengajar, Arini menjadi anak didik yang tekun dan disiplin.

BACA JUGA: Perempuan dan Keseimbangan dalam Gamelan

Memang sudah menjadi kemauan hati Arini kalau lebih memilik aktif menekuni seni tari menjadi penari daripada petani di sawah. Kemauan itu pun terwujud saat usianya menginjak 14 tahun. Arini terpilih menjadi penari Sang Hyang Dedari di Banjar Pande, Desa Sumerta Kaja–Denpasar untuk memainkan Tari Legong.

Sejak terpilih menjadi penari Legong, Arini mulai rutin menari di bale banjar-banjar maupun di pura-pura desa, baik dalam rangka seni pertunjukan maupun upacara keagamaan. Dari situ, ia kerap diminta untuk mengajar tari pada anak-anak di banjar-banjar desa, bahkan hingga ke luar kota.

Tahun 1960, demi memperdalam teknik tari Bali secara teori dan praktik sebagai disiplin ilmu secara akademis, Arini masuk ke sekolah seni Konservatori Karawitan Bali (KOKAR Bali) yang waktu itu baru dibuka. Tahun 1967, ia melanjutkan ke Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI)–Denpasar.

Semasa di KOKAR Bali, Arini dididik oleh para guru seni tari terbaik di Bali, seperti I Nyoman Kaler, I Wayan Beratha, I Gede Manik, I Wayan Ridet, I Gusti Gede Raka, dan lain sebagainya. Masa itu, waktu Arini banyak dihabiskan dengan kegiatan tari-menari. Oleh pihak sekolah, ia pun acap didelegasikan untuk mengajar ataupun menari di luar Bali, seperti di Mataram, Surabaya, Yogyakarta, dan Jakarta.

Pengalaman praktis yang dilengkapi dengan pengetahuan secara teori membuat pemahaman dan wawasan Arini semakin terbuka. Pengalaman mengajar dan menari hingga luar Bali membuatnya khawatir tentang kemungkinan tari Bali yang lambat laun akan lenyap bila tidak ada yang melestarikannya.

BACA JUGA: Makna dan Tuntunan Perilaku Hidup di Balik Pintu Gebyok

Berangkat dari kekhawatiran tersebut, Arini bertekad untuk melestarikan seni tari Bali yang menjadi tradisi budaya dari warisan leluhur. Ia pun meyakini bahwa menjadi penari adalah jalan hidupnya untuk mengabdikan diri sebagai pelestari budaya dan penjaga tradisi leluhurnya.

Melalui Sanggar Tari Warini yang ia dirikan sejak 1973, Arini melakukan transfer of knowledge dengan mengajarkan teknik tari Bali yang kokoh dan mendasar kepada anak-anak muda. Hal itu ia lakukan sebagai upaya pelestarian, pewarisan dan pengembangan kesenian Bali, sekaligus bentuk rasa tanggung jawabnya terhadap masyarakat Bali agar seni tari Bali dapat terus diturunkan pada generasi muda.

Ni Ketut Arini
Ni Ketut Arini saat sedang melatih anak didiknya belajar tari Bali di sanggarnya. (FOTO ANTARA/Ni Luh Rhismawati).

Menurut Arini hanya dengan menjadi guru, ia bisa tetap melestarikan seni tari Bali dengan menyalurkan kepada generasi berikutnya. Namanya mulai dikenal luas oleh masyarakat Bali ketika ia mengisi progam acara “Bina Tari” di TVRI Bali dari tahun 1979–1989. Selama 10 tahun mengisi progam tersebut, Arini memperagakan semua yang diajarkan kepada anak didiknya di sanggar.

Sanggar Tari Warini yang diasuhnya pun berhasil menarik minat masyarakat untuk belajar menari. Jumlah murid yang datang ke sanggarnya berangsur-angsur meningkat.

Tak hanya orang Bali–Indonesia, banyak juga murid dari mancanegara, seperti Amerika, Eropa, Australia, dan Asia datang silih berganti untuk belajar menari tari Bali di Sanggar Tari Warini yang berada di rumahnya tersebut. Arini juga melayani panggilan untuk melatih tari Bali di luar negeri.

Tercatat sejak 1965 sampai tahun 2019, Arini telah memerkenalkan seni tari Bali ke berbagai belahan dunia. Empat benua dan belasan negara telah ia jejaki dalam rangka menari maupun mengajar seni Tari Bali Klasik.

BACA JUGA: Wayang Potehi, Wayang dari Tiongkok Dimainkan di Jawa

“Siapa pun bisa menjadi penari yang hebat,” kata Arini. “Tidak semata-mata karena bakat, tetapi kesungguhan niat, ketekunan, dan serius agar bisa menjadi keterampilan. Berbakat pun bila tak diimbangi dengan keseriusan saat belajar, hasilnya tak akan jadi keterampilan.”

Ketekunan serta keseriusan yang ditopang oleh semangat dan kesungguhan hati dalam belajar menari itulah yang Arini akui telah membuatnya bisa menjadi maestro Tari Bali Klasik seperti sekarang ini.

Pandemi COVID-19, memang sempat membuat kegiatannya dalam mengajar seni tari Bali sejenak terhenti. Tetapi pelonggaran peraturan sejak kenormalan baru dalam beraktivitas dengan menerapkan protokol kesehatan menjadi kesempatan yang tidak disia-siakan Arini untuk kembali berkesenian.

Semangat Arini tak terlihat surut. Sekalipun sudah berusia 78 tahun, ia tetap penuh antusias mengarahkan anak didiknya. Selama raga masih sehat dan bisa bergerak, umur bukan halangan baginya untuk terus berdedikasi terhadap seni dan budaya warisan leluhurnya. Itulah prinsip Arini dalam menjalani hidup berkesenian yang tidak mengenal batas umur.

Baca Tulisan-tulisan Menarik dari Akhmad Khoirul Munir Lainnya

Tags: FigurKesenianNi Ketut AriniSanggar Tari WariniTari BaliTradisi Bali
Dapatkan berita terupdate dari Kotomono di:
Akhmad Khoirul Munir

Akhmad Khoirul Munir

Menjadilah

Sapa Tahu, Tulisan ini menarik

Professor Iyad Qunaibi

Professor Iyad Qunaibi, Sang Akademisi Inspiratif dengan Jutaan Follower

Desember 21, 2022
181
El Candra pendiri komunitas XBank Indonesia

El Candra: Sang Inspirator Hijrah

Desember 15, 2022
228
Ani Idrus Wartawan Perempuan Lintas Zaman

Ani Idrus: Gagasan tentang Pendidikan yang Melampaui Zaman

Desember 9, 2022
164
Bapak Psikologi Modern - Wilhelm Wundt

Wilhelm Wundt dan Kontribusinya dalam Psikologi Modern

Oktober 26, 2022
306
Fatima Al-Fihri, Sang Pendiri Universitas Pertama di Dunia

Fatima Al-Fihri, Sang Pendiri Universitas Pertama di Dunia

Oktober 18, 2022
190
Oma Maria dan Opa Hendrikus Pelaku Ecotourism di Sano Nggoang Manggarai

Sosok Oma Maria dan Opa Hendrikus, Sepasang Pelaku Ecotourism dari Sano Nggoang

September 7, 2022
177
Load More
Next Post
Spanduk Cringe Mahasiswi Saat Demo

Dinilai Cuma Ingin Viral, Spanduk-spanduk Mahasiswi Saat Demo ini Tuai Kecaman

Review Buku Novel Ezaquel

Resensi Novel Ezaquel Karya Siti Habibah

Cara mudah belajar membaca dan menulis Aksara Jawa

Cara Mudah Belajar Membaca dan Menulis Aksara Jawa Nglegena

komentarnya gan

Ada Informasi yang Salah ?

Silakan informasikan kepada kami untuk segera diperbaiki. Pliss "Beritahu kami" Terima kasih!

TERBARU

Banda Neira: Serpihan Surga Bagian Timur Indonesia

Cerpen: Burung Kakaut

Penyebab Terdakwa Tragedi Kanjuruhan Bebas, Begini Tanggapan Angin

Rekomendasi Hotel Staycation Jogja, Under 500 Ribu!

AESPA Comeback Bulan Mei: Sang Leader K-Pop Gen 4 Telah Kembali

Jajanan Khas Bulan Puasa Wong Batang #2

Ikan Kembung: Khasiat, Nutrisi, dan Resep Olahannya yang Lezat

LAGI RAME HARI INI

Resensi Buku Loneliness is My Best Friend karya Alvi Syahrin

Kamu Tidak Sendirian, Karena Kamu Punya Kamu

November 1, 2022
1.2k
Penyebab Terdakwa Tragedi Kanjuruhan Bebas, Begini Tanggapan Angin

Penyebab Terdakwa Tragedi Kanjuruhan Bebas, Begini Tanggapan Angin

Maret 18, 2023
176
Wisata hits Purwokerto - Menggala Ranch

Menggala Ranch Banyumas, Wisata Ala View New Zealand di Jawa Tengah

Mei 25, 2022
5.6k
Review Film Unlocked (2023) Netflix Korea

Review Film Unlocked (2023): Bikin Parno!

Februari 26, 2023
263
Review Buku Novel Ezaquel

Resensi Novel Ezaquel Karya Siti Habibah

April 12, 2022
2.3k
Wisata Hits Bandung - Talaga Pineus Riverside Camp Pangelangan

Talaga Pineus Riverside Camp Itu Tempat Camping Asyik Tanpa Ribet

Agustus 13, 2022
2.7k
Resensi Novel Janji karya Tere Liye

Janji Bukan Sekedar Janji dari Novel Terbaru Tere Liye

September 15, 2022
1.6k
Hotel Staycation Jogja - Agarra Villa

Rekomendasi Hotel Staycation Jogja, Under 500 Ribu!

Maret 17, 2023
165
Sate Winong Mustofa Purworejo

10 Rekomendasi Kuliner Enak di Purworejo Tahun 2023

November 9, 2021
5.8k
Senopati dan ratu kidul

Kisah Misteri Bahurekso, Rantamsari Dan Serabi Kalibeluk Batang

Maret 14, 2018
10k
header-kotomono

RINGAN-RINGAN SEDAP

 

TENTANG  /  DISCLAIMER  /  KERJA SAMA  /  KRU  /  PEDOMAN MEDIA SIBER  /  KIRIM ARTIKEL

© 2023 KOTOMONO.CO - ALL RIGHTS RESERVED.
DMCA.com Protection Status
No Result
View All Result
  • ARTIKEL POPULER
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • K-POPers
  • PLESIRAN
  • PUSTAKA
  • LAINNYA
    • KILASAN
    • RELEASE
    • NYASTRA
    • OH JEBULE
    • OTOMONO
    • FIGUR
    • KEARIFAN LOKAL
    • NGABUBURIT
    • UMKM
  • Mau Kirim Tulisan?
  • Login
  • Sign Up

Kerjasama, Iklan & Promosi, Contact : 085326607696 | Email : advertise@kotomono.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In