• Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Term of Service
  • FAQ
Kotomono.co
  • Login
  • Register
  • ARTIKEL POPULER
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • OTOMONO
  • K-Popers
  • PLESIRAN
  • PUSTAKA
  • LAINNYA
    • KILASAN
    • RELEASE
    • NYASTRA
    • FIGUR
    • OH JEBULE
    • KEARIFAN LOKAL
    • NGABUBURIT
    • UMKM
No Result
View All Result
  • ARTIKEL POPULER
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • OTOMONO
  • K-Popers
  • PLESIRAN
  • PUSTAKA
  • LAINNYA
    • KILASAN
    • RELEASE
    • NYASTRA
    • FIGUR
    • OH JEBULE
    • KEARIFAN LOKAL
    • NGABUBURIT
    • UMKM
No Result
View All Result
Kotomono.co
No Result
View All Result
  • ARTIKEL POPULER
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • OTOMONO
  • K-Popers
  • PLESIRAN
  • PUSTAKA
  • LAINNYA
Makna Pintu Gebyok Rumah Tradisional Jawa

Foto: Febrina Syaifullana (@vinna_mooo)

Makna dan Tuntunan Perilaku Hidup di Balik Pintu Gebyok

Supriyadi by Supriyadi
Januari 13, 2022
in LOCAL WISDOM
0
Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsApp

KOTOMONO.CO – Kiwari, rumah tradisional Jawa seperti Limasan maupun Joglo makin marak ditemukan. Hanya, nasibnya tak jauh beda dengan Gejog Lesung. Dulu, Gejog Lesung difungsikan sebagai alat penumbuk padi, kini sekadar jadi sajian musik dalam pertunjukan.

Pengalihfungsian juga terjadi pada rumah Limasan maupun Joglo. Sekarang, kebanyakan dua bangunan ini difungsikan untuk restoran, penginapan, atau sekadar pemanis di objek-objek wisata.

Pengalihfungsian itu boleh jadi karena ada alasan-alasan tertentu. Misal, untuk mengenalkan kepada generasi masa kini dan masa depan tentang kekayaan budaya yang dimiliki bangsa Jawa. Dengan begitu, mereka yang terlahir di masa kini tidak merasa asing dengan bangunan Limasan maupun Joglo. Apalagi, sekarang banyak betul bangunan-bangunan dengan gaya yang beragam.

Bagi sebagian orang, bentuk bangunan Limasan maupun Joglo bisa menjadi sarana mengenang masa lalu atau untuk menemukan ketenangan. Terutama, generasi oldies.

BACA JUGA: Kelonthong Sapi: Muasal, Mitologi, dan Strata Sosial

Padahal, dulu rumah Joglo sangat lekat dengan pagelaran. Pun, rumah limasan yang sejatinya tempat tinggal, kini juga bertransformasi dengan kebaharuan fungsinya. Sekali lagi, peristiwa ini mungkin tidak secara holistik, namun kiranya juga terjadi di sekitar kita.

Dalam perjalanan historisnya, rumah tradisional Jawa mengandung makna filosofis yang terlampau dalam. Setiap sudutnya menjadi simbol kehidupan orang Jawa. Salah satunya, pintu gebyok.

Pintu gebyok dalam arsitektur rumah tradisional Jawa tidak serta-merta sebagai lubang keluar-masuk rumah semata. Akan tetapi, terdapat kandungan nilai yang tersemat di baliknya.

Secara subyektif, temuan ihwal pintu gebyok kiwari seringkali terbatas pada fungsi artistiknya saja. Pintu gebyok seringkali dijumpai sekadar aksesoris sebuah bangunan atau ditempatkan sebagai latar belakang panggung pementasan. Barangkali, karena nilai estetik dari ornamen yang ada itulah yang menjadikan pintu gebyok sebagai backdrop pertunjukan. Tentu tidak ada salahnya jika digunakan demikian, tetapi patut kita cerapi nilai yang terkandung dalam pintu gebyok ini.

Rahim sang Ibu

Orang Jawa sejak dulu sangat karib dengan metafora untuk mendeskripsikan sesuatu. Tata cara hidup simbolis dan sistem komunikasi masyarakat Jawa yang penuh kembang, lambang, dan sinamuning samudana (Ronald, 1997). Hal tersebut tentu dapat dilihat dalam berbagai dalam berbagai lini kehidupannya. Salah satu wujudnya ialah pintu gebyok itu sendiri.

BACA JUGA: Tradisi dan Kebudayaan Ulambana Masyarakat Tionghoa

Dalam pintu gebyok seringkali ditemui berbagai ornamen yang terpahat dengan ciamik. Barangkali, atas keciamikan serta kerumitan ukirannya, kita tak lagi mencermati kandungan ukirannya. Kebanyakan, akan ditemui pola melengkung dengan dengan ukiran bermacam-macam jenis. Kemudian, akan terdapat “benjolan” kecil di tengah pintu tersebut. Secara holistik, gebyok pintu tersebut menyimbolkan vagina atau orang jawa menyebut bawuk.

Sedangkan, setiap orang yang memasuki rumah melalui pintu gebyok tersebut dilambangkan sebagai unsur laki-lakinya. Setiap orang yang memasuki rumah, berarti orang itu memasuki rahim sang ibu. Harapnya, setiap kali memasuki rumah ia kembali bersih laiknya bayi yang berada di dalam rahim sang ibu. Dengan begitu, kebersihan akan senantiasa didapat setiap kali pulang. Pantas saja, seringkali ibu disebut sebagai rumah. Kiranya, filosofi ini bertautan dengan ungkapan tersebut.

Perilaku

Selain bentuknya yang berpola melengkung dan terdapat “benjolan” di tengahnya, pintu rumah tradisional Jawa umumnya juga berbentuk pendek. Maksudnya, setiap kali orang hendak masuk, dipastikan orang tersebut harus merunduk agar dapat masuk. Meskipun bentuknya lurus (tidak seperti pintu gebyok yang terpapar sebelumnya), namun nilai merunduk ini kebanyakan akan termuat juga.

Pintu Gebyok Rumah Jawa
Diambil oleh: Supriyadi/dokumen pribadi

Dibuatnya pintu tersebut pendek tentu bukan karena kekurangan bahan, melainkan terdapat kandungan nilai yang disematkan di dalamnya: menghormati tuan rumah. Dengan adanya “paksaan” untuk merunduk, tentu penghormatan terhadap tuan rumah menjadi terlahir. Meskipun, terkesan memaksa; namun norma tersebut sebenarnya sudah menjadi kultur masyarakat Jawa.

BACA JUGA: Omah Lawang Sanga, Bangunan Khas Pekalongan dari Abad ke-19

Setiap kali masyarakat Jawa (kebanyakan di desa-desa) lewat di depan orang lain, sudah barang tentu akan mengungkapkan “nuwun sewu”. Kemudian, perilaku yang mengikuti ungkapan tersebut ialah merundukkan badannya. Peristiwa ini menunjukkan kehormatannya terhadap orang yang dilewatinya, sekaligus memohon maaf karena mengganggu kemerdekaannya. Peristiwa ini kiranya bertautan dengan peristiwa merunduk pada pintu gebyok.

Meskipun pintu gebyok yang pendek “memaksa” tamu untuk menghormati pemilik rumah, namun pintu gebyok juga membiasakan untuk menghormati orang lain meskipun tidak sedang bertamu. Nilai inilah yang kian hari kian usang. Barangkali, nilai tersebut patut untuk dijadikan pembelajaran supaya saling menghormati satu sama lain kian terjalin. Amin!

Baca Tulisan-tulisan Menarik dari Supriyadi Lainnya

Tags: Budaya JawaBudaya NusantaraEsaiFilsafat JawaGebyokJogloKearifan LokalLawangLimasanMaknaPerilakuRumah TradisionalSimbol

Mau Ikutan Menulis?

Kamu bisa bagikan esai, opini, pengalaman, uneg-uneg atau mengkritisi peristiwa apa saja yang bikin kamu mangkel. Karya Sastra juga boleh kok. Sapa tahu kirimanmu itu sangat bermanfaat dan bisa dibaca oleh jutaan orang. Caranya? Klik disini


Supriyadi

Supriyadi

Manusia tradisional!

Sapa Tahu, Tulisan ini menarik

Song Joong Ki Menikah Lagi

Song Joong Ki Menikah Lagi: Beruntung Dia Bukan WNI

Januari 31, 2023
146
Coffee Shop dan diskusi

Coffee Shop Itu Buat Berdialog, Nggak Cuma Selfie!

Januari 31, 2023
155
Uniknya Mahasiswa Universitas Terbuka

5 Hal ini Hanya Terjadi Pada Mahasiswa Universitas Terbuka, Lucu Sih!

Januari 30, 2023
149
Budaya Orang Batang

Berkat Budaya Wong Batang Ini, Uang Receh Masih Dibutuhkan

Januari 26, 2023
147
Tipe dan Macam love language

5 Macam Love Language Menurut Dr. Grey Chapman, Yuk Kenali!

Januari 26, 2023
148
Lisa Blackpink dan kabar pindah agensi lain

Seandainya Saya Jadi Lisa Blackpink dan Dapat Tawaran Pindah Agensi

Januari 25, 2023
160
Load More

Komentarnya gan


Ada Informasi yang Salah ?

Silakan informasikan kepada kami untuk segera diperbaiki. Pliss "Beritahu kami" Terima kasih!


TERBARU

Song Joong Ki Menikah Lagi: Beruntung Dia Bukan WNI

Coffee Shop Itu Buat Berdialog, Nggak Cuma Selfie!

5 Hal ini Hanya Terjadi Pada Mahasiswa Universitas Terbuka, Lucu Sih!

Gembira Loka Zoo, Taman Rekreasi Satwa Terbesar Di Jogja

Surat Cinta Untuk Starla The Series: Yakin Bikin Penasaran

Kripala Dekso Coffee and Resto, Spot Kuliner Ciamik di Jogja Bagian Barat

Menikmati Tanggal Tua Dengan Sate Kere Khas Solo

LAGI RAME HARI INI

Sejarah Asal-usul Desa Silurah Wonotunggal Batang

Sejarah Asal-usul Desa Silurah Wonotunggal Batang

Juli 10, 2020
3.5k
Resensi Novel Janji karya Tere Liye

Janji Bukan Sekedar Janji dari Novel Terbaru Tere Liye

September 15, 2022
1.3k
Review Buku Novel Ezaquel

Resensi Novel Ezaquel Karya Siti Habibah

April 12, 2022
1.8k
Coffee Shop dan diskusi

Coffee Shop Itu Buat Berdialog, Nggak Cuma Selfie!

Januari 31, 2023
155
Shuntaro Chishiya dalam serial Alice in Borderland

Membedah Karakter Shuntaro Chishiya di Serial Alice in Borderland

Januari 11, 2023
476
Sate Winong Mustofa Purworejo

10 Rekomendasi Kuliner Enak di Purworejo Tahun 2023

November 9, 2021
5.1k
Legenda Dewi Lanjar Pantai Utara

Kisah Legenda Asal-usul Dewi Lanjar

Agustus 12, 2016
37.7k
Wisata Alam Curug Bidadari Talun Kabupaten Pekalongan

Wisata Alam Curug Bidadari Talun Kabupaten Pekalongan

November 4, 2016
3.1k
Sinopsis dan Review Novel Laut Bercerita

Tentang Sosok Kinan, Si Wanita Tangguh dari Novel Laut Bercerita

September 6, 2022
806
Song Joong Ki Menikah Lagi

Song Joong Ki Menikah Lagi: Beruntung Dia Bukan WNI

Januari 31, 2023
146
header-kotomono

RINGAN-RINGAN SEDAP

 

TENTANG  /  DISCLAIMER  /  KERJA SAMA  /  KRU  /  PEDOMAN MEDIA SIBER  /  KIRIM ARTIKEL

© 2023 KOTOMONO.CO - ALL RIGHTS RESERVED.
DMCA.com Protection Status
No Result
View All Result
  • ARTIKEL POPULER
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • OTOMONO
  • K-POPers
  • PLESIRAN
  • PUSTAKA
  • LAINNYA
    • KILASAN
    • RELEASE
    • NYASTRA
    • OH JEBULE
    • FIGUR
    • KEARIFAN LOKAL
    • NGABUBURIT
    • UMKM
  • Mau Kirim Tulisan?
  • Login
  • Sign Up

Kerjasama, Iklan & Promosi, Contact : 085326607696 | Email : advertise@kotomono.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In