KOTOMONO.CO – Semalam setelah saya melihat foto dari salah seorang teman di laman instagram dengan latar belakang Semarang Contemporary Art Gallery membuatku ingin mendatangi tempat itu. Bukan tanpa sebab saya punya keinginan seperti itu, saya berfikir bahwa tempat itu unik dan kayaknya asyik buat hunting foto. Terutama foto menirukan pose miring sebuah patung seorang laki-laki berwarna hijau, sepertinya memang lucu dan unik nih.
Menjawab rasa penasaran yang terus merasuki otak sejak semalam, siang ini saya putuskan untuk ke datang sana. Di tengah terik panasnya Semarang kota, saya nekat bela-belain menaiki motor dan segera tancap gas ke lokasi gallery patung itu berada. Gallery ini sudah berdiri cukup lama, namun entah mengapa hanya saja selama ini saya tak pernah mengunjunginya dan baru kali ini kesampaian buat kesini.
Di lokasi, setelah saya memarkirkan motor sayang langsung bergegas masuk ke gallery. Seperti pada umumnya sebuah gallery, saya diwajibkan untuk membeli tiket masuk terlebih dahulu untuk bisa masuk kesana.
Sebuah tulisan yang terpampang di dinding sebelah penjaga loket, menarik perhatian saya. Tulisan tersebut menjelaskan mengenai asal muasal gedung yang sekarang dijadikan gallery seni ini.
Oh Jebule, gallery ini awalnya adalah tempat tinggal bagi pastur dan tempat ibadah umat Katolik pada tahun 1822, yang kemudian pada tahun 1918 diruntuhkan dan dibangun bangunan baru. Perusahan asuransi pertama di Indonesia “De Indische Lloyd” menempati gedung ini pada tahun 1937.
BACA JUGA: Mengulik Fakta Wingko Babat; Berasal dari Lamongan yang Kadung Terkenal di Semarang
Setelahnya gedung ini juga pernah ditempati sebagai gudang, dealer motor, kantor perusahaan farmasi Tempo serta pabrik sirup fresh. Dan kemudian pada tahun 2007 Chris Darmawan seorang arsitek dari Semarang melakukan konservasi dan tahun 2008 gedung ini digunakan sebagai Semarang Contemporary Art Gallery atau biasa disebut Gallery Semarang.

Gallery ini berada di kota lama Semarang, tepatnya di belakang taman Sri Gunting dan berdekatan dengan gereja Blenduk yang terkenal itu. Tanpa merubah bentuk gedung yang merupakan bangunan lama, gedung ini terlihat klasik dengan cat berwarna putih.
Gallery ini cukup kecil, hanya terdiri dari beberapa ruangan. Yang cukup menarik adalah ruangan yang berada di depan meja petugas tiket, usut punya usut ruangan tersebut merupakan ruang untuk memajang aneka karya dari seniman dari berbagai daerah. Hasil karya yang dipamerkan biasanya berganti-ganti, bisa berupa lukisan, karya dua dimensi atau tiga dimensi. Sewaktu saya datang kesana, karya yang dipamerkan adalah handmade paper.
Sayangnya staf gallery tidak bisa memastikan untuk berapa bulan sekali pergantian karya dilakukan. Mungkin hal ini dilakukan untuk memancing pengunjung datang lagi dan lagi agar sering melihat karya seni apalagi yang dipamerkan.
BACA JUGA: 11 Tempat Kuliner Hits Semarang yang Sayang Untuk Dilewatkan
Ruang pamer ini terdiri dari dua lantai dengan dinding bercat putih yang dikelilingi karya seni. Siang itu gallery tidak terlalu ramai pengunjung, hanya ada beberapa orang yang melihat-lihat dan berfoto didepan lukisan yang dipajang sehingga saya bisa puas memandangi satu per satu karya yang ditampilkan.

Setelah keyang melihat karya seni di lantai satu dan dua, saya coba keluar dari ruangan tersebut menuju ruang seberang, yakni sebuah ruang outdoor dengan dekorasi beberapa patung dan sebuah kafetaria. Ada sebuah patung yang menarik perhatian saya, yaitu patung laki-laki dengan tinggi sekitar 3 meter yang berada di tengah jalan setapak, inilah patung yang membuatku penasaran dengan gallery ini. Patung yang seluruh badannya bercat hijau itu mempunyai rambut keriting, memakai kaos dan celana panjang tanpa memakai alas kaki.
Badan patung ini mendoyong ke kanan dengan kedua kaki rapat. Tangan kanan dan kiri juga ikut berayun ke kanan. Banyak pengunjung yang berfoto disebelah patung itu dengan menirukan gaya miring yang ternyata susah untuk ditiru, pose para pengunjung yang mencoba menirukan tidak ada yang mirip blass.
BACA JUGA: Koenokoeni Cafe Gallery, Kafe Resto dengan Kearifan Lokal di Semarang
Bahkan pose-pose mereka cenderung lucu dan aneh karena menahan agar tidak jatuh ke kanan. Saya pun beruSaha mati-matian untuk mengikuti pose dari si patung hijau ini tetapi tidak pernah berhasil, kaki kanan saya hanya bisa berdiri tegak untuk menopang badan tidak jatuh. Kalo ada yang jibleg bisa sama persis sama yang di patung, saya acungi dua jempol deh.
Dari susahnya meniru pose sang patung, saya kok jadi tertarik dengan makna yang ingin disampaikan sama yang pembuatnya.
Seniman penggagas patung miring itu adalah Budi Kustarto, yang merupakan seorang seniman terkenal dari Jawa Tengah. Menurut staf gallery, posisi patung itu menggambarkan seseorang yang berusaha untuk melawan gravitasi, manusia biasa tidak bisa berdiri dengan posisi seperti itu di permukaan yang datar, patung itu berdiri di tanah miring. Itulah mengapa patung tersebut mempunyai judul “miring lantai kanan tinggi”.
Mungkin makna dari patung itu adalah bahwa tak ada manusia yang dapat melawan kehendak gaya gravitasi, hal itu dibuktikan dari tidak adanya pengunjung yang berhasil mengikuti gaya patung itu. Oh jebule seperti itu tho. Pancen sebuah karya seni itu memang mempunyai arti yang kadang hanya dimengerti oleh si pencipta karya tersebut.
BACA JUGA: Destinasi Tempat Wisata Hits dan Terbaru Di Semarang
Saya jadi berfikiran kalau seorang seniman itu adalah orang-orang cerdas dengan pemikiran yang tidak semua orang memilikinya, kadang nyeleneh dan tidak disangka-sangka. Sehingga terkadang kita sebagai orang awam yang kurang mengerti seni akan memerlukan penjelasan akan sebuah karya seni.
Selepas puas menikmati suasana gallery dan fota-foto di Semarang Contemporary Art Gallery, saya pun beranjak pergi dengan menyimpan kisah menarik tentang seni ini. Jika kalian datang ke Semarang, jangan lupa kunjungi Gallery Semarang ini dan cobalah untuk foto dengan meniru gaya patung laki-laki itu, siapa tau kalian adalah orang pertama yang bisa menirukan gayanya.
Komentarnya gan