Sejarah Masjid Aulia Sapuro – Belum banyak yang familiar dengan Masjid yang satu ini. Padahal Masjid ini merupakan masjid tertua di wilayah Pekalongan. Dilihat secara fisik, bentuknya tidak jauh beda dengan masjid-masjid lain pada umumnya yang dibangun abad 16an.
Konon Masjid Aulia Sapuro Pekalongan ini dibangun pada tahun 1035 H atau 1614 M oleh empat utusan Demak, yakni Kiai Maksum, Kiai Sulaiman, Kiai Lukman, dan Nyai Kudung. Jika tahun berdirinya benar, maka Demak saat itu sudah berstatus kadipaten dan menjadi bagian Kesultanan Mataram dibawah Sultan Agung yang memerintah pada periode 1613 – 1645 M. Jadi sudah sangat tua umur masjid jami’ Aulia ini hampir setara dengan berdirinya Kabupaten Pekalongan.
Baca juga : Sejarah Gedung Pendopo Pekalongan
Masjid yang berada di kompleks pemakaman sapuro pekalongan ini sarat dengan nilai sejarah yang penting bagi masyarakat pekalongan. Bahkan diyakini, masjid ini menjadi salah satu titik awal perkembangan islam di pekalongan, yang dibawa oleh 4 orang utusan dari kerajaan Demak Bintoro tersebut.
Pada awalnya nama masjid ini bukan Masjid Jami’ Aulia seperti sekarang, melainkan Masjid Galuh Rantai. Oleh karena disekitar masjid terdapat makam makam dari sejumlah ulama, pejabat, tokoh masyarakat dan pendiri dari masjid ini, singkatnya, makam para Aulia, maka pada 1980 an masjid ini resmi berganti nama menjadi masjid jami’ Aulia, yang terus dipakai hinga sekarang.
Menurut penuturan kyai haji Dananir sebagai takmir masjid Aulia, dahulu ada utusan dari demak, yaitu kyai maksum, kyai sulaiman, kyai lukman, dan kyai kudung. Mereka berempat pada awalnya ingin membangun masjid dikawasan alas roban. Saat hendak mendrikan masjid di sana, bahkan sudah membuat fondasi dan tempat wudu. Tetapi, muncul petunjuk melalui shalat istikharah yang membuat mereka tahu bahwa area tersebut tidak akan ada penghuninya. Karena itu, mereka pun mengganti lokasi masjid ke daerah Sapuro, yang merupakan bantaran kali kupang.
Baca juga : Fort Peccalongan, Benteng Tua Milik Kota Pekalongan
Masjid yang didirikan pada 1035 H atau 1614 M itu diyakini berhubungan dengan Masjid Agung Demak. Pasalnya, kayu-kayu bangunan Masjid Aulia Sapuro ternyata merupakan sisa pembangunan Masjid Agung Demak yang lebih dahulu dibangun pada 1479 M oleh Walisongo.
Tampak muka depan dari serambi Masjid Aulio Sapuro Pekalongan yang terlihat kekar dengan ditopang tiang-tiang besar. Serambi masjid bisa dicapai dengan menapaki sejumlah undakan. Di atas atap serambi terdapat sepasang menara pendek yang mengapit tulisan dalam huruf Arab gundul. Di ujung kiri serambi menggantung bedug cukup besar, dengan badan warna hijau. Tak terlihat ada kentongan menemaninya.
Masjid dengan panjang 34 meter dan lebar 29 meter ini merupakan masjid tertua di wilayah karesidenan pekalongan. Hal ini dibuktikan dengan adanya empat prasasti yang berada didalam masjid.
Baca juga : Situs Petilasan Syekh Lemah Abang di Doro
Dan setiap satu abad atau 100 tahun sekali masjid ini mengalami perbaikan, tetapi tidak banyak mengubah bentuk bangunan aslinya, dan dalam setiap perbaikan selalu ditandai dengan prasasti.
1. Perbaikan pertama dilakukan pada 1035 H atau 1614 M
2. Perbaikan kedua dilakukan pada 1143 H atau 1722 M
3. Perbaikan ketiga dilakukan pada 1208 H atau 1787 M
4. Perbaikan keempat dilakukan pada 1208 atau 1884 M
5. Perbaikan kelima dilakukan pada tahun 2010 M
Yang menarik dari pesona masjid ini adalah menjadi tempat tujuan ziarah wisatawan dari berbagai daerah dan mancanegara. Hal ini karena didekat masjid terdapat makam sejumlah makam ulama besar dan tokoh kerajaan, seperti Habib Ahmad Alatas dan Pangeran Adipati Aryo Notodirjo yang wafat pada 1899 serta bupati Pasuruan Raden Tumenggung Amongnegoro yang wafat pada 1666 yang dimakamkan di sapuro.
Kisah Al Qur’an Raksasa Masjid Aulia Sapuro
Hal yang istimewa dan menarik di Masjid Aulia Sapuro Pekalongan adalah adanya Al Qur’an berukuran raksasa yang menempel pada dinding ujung sebelah kiri masjid. Al Qur’an itu berukuran 1,2 x 2 meter, berisi juz 30 yang terdiri atas 17 surat termasuk tambahan surat Al Fatihah, pemberian Mohammad Aswantari pada tahun 1970-an.
Alquran raksasa di Masjid Jami Aulia Pekalongan ini sebetulnya hanya tiruan. Yang asli hilang setelah dipinjam orang.

Karena lama tidak dikembalikan si peminjam dan dianggap hilang, maka dibuat lah Alquran tiruan yang kini menjadi koleksi masjid Jami Aulia. Alquran ini ditulis oleh seorang warga Pekalongan bernama Ali. Kemudian ditempatkan di masjid pada tahun 2000-an.
Alquran ini berukuran lebar 1,5 meter dan tinggi 2 meter. Saking besarnya, untuk membuka ataupun menutupnya, dibutuhkan dua orang dewasa. Terbuat dari bahan baku kain kanvas dan tripleks tebal dengan menggunakan kayu kalimantan.
Baca juga : Sejarah Masjid Wakaf Pekalongan
Keberadaan masjid tua di kota pekalongan ini bukan hanya menjadi peninggalan bersejarah islam semata. Melainkan juga menjadi bukti sejarah peradaban islam di kota batik. Oleh karena itu Masjid Aulia Sapuro ini merupakan cagar budaya yang harus kita pelihara bersama, agar anak cucu kita kelak bisa melihat bukti sejarah dari peradaban islam masa lalu di kota tercinta.
(Dirhamsyah – pekalongan yang [tak] terlupakan)
Berikan komentarmu