KOTOMONO.CO – Kasus Kanjuruhan merupakan tragedi kemanusiaan terbesar dalam sejarah persepakbolaan Indonesia. Bagaimana tidak, sebanyak 135 nyawa melayang sia-sia. Dilansir dari Kompas.com, jatuhnya korban jiwa diakibatkan oleh tembakan gas air mata yang dilontarkan polisi ke tribun penonton, membuat para suporter tunggang-langgang mencari selamat. Mereka diduga dalam keadaan sesak napas dan berdesakan di pintu-pintu keluar stadion yang tak semuanya terbuka.
Lambatnya proses penanganan perkara, semakin menimbulkan pertanyaan apakah kasus ini bisa dituntaskan? Selain itu, sebagaimana diberitakan oleh Kompas.com bahwa puluhan warga menggelar aksi damai di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Malang, Kamis (27/10/2022). Aksi itu menuntut keadilan bagi korban Tragedi Stadion Kanjuruhan yang berujung tewasnya 135 orang pada Sabtu (1/10/2022). Tampak massa yang turut dalam aksi itu menggunakan pakaian serba hitam dan hanya berdiam diri sepanjang jalannya aksi.
Mereka membawa poster berisi tulisan protes. Seperti “Usut tuntas keadilan untuk korban tragedi Kanjuruhan“, “Kesewenangan aparat adalah bentuk nyata dari fasisme“, dan “Stop police brutality“. Kapolres Malang AKBP Putu Kholis dan jajarannya terlihat berjaga di tengah aksi itu. Wakil Ketua DPRD Kabupaten Malang Miskat juga sempat menemui peserta aksi. Di depan massa, Miskat mengaku menyambut baik aksi itu. Ia akan mendukung tuntutan keadilan bagi korban tragedi Kanjuruhan.
“Kami DPRD Kabupaten Malang tengah mendorong Pemerintah Kabupaten Malang untuk membantu para korban dalam tragedi Stadion Kanjuruhan. Kami berharap, biaya hidup maupun biaya penyembuhan ditanggung oleh pemerintah Kabupaten Malang,” kata Miskat di Malang.
Miskat mengeklaim, DPRD Kabupaten Malang sedang melakukan kajian untuk mengambil langkah mendorong pengusutan tuntas tragedi Stadion Kanjuruhan.
“Kami masih melakukan kajian, peluang apa yang bisa DPRD Kabupaten Malang ambil, untuk mendukung dalam perjuangan Aremania mendorong usut tuntas. Agar tidak tumpang tindih,” jelasnya.
Melihat lambatnya proses penanganan perkara ini, menimbulkan rasa tidak percaya masyarakat dengan institusi Polri. Dibandingkan dengan kasus-kasus lainnya, proses penanganan kasus Kanjuruhan dinilai lambat oleh warganet.
Dilansir dari CNN Indonesia edisi Rabu, 09 November 2022, 16:23 WIB: Netizen Sindir Gerak Cepat di Kasus Kebaya Merah: Kanjuruhan Dikubur, berikut cuitan warganet: “giliran ngurusin sambo, kanjuruhan, mafia tambang, korupsi luamaaa nya ampun2,” kicau akun @mintssyrup.
Senada, @babyETR26 menyindir penanganan ngebut kasus yang tengah menyita perhatian publik ini. “Giliran video mesum aja cepat, tapi tragedi kanjuruhan dikubur dalam-dalam. Ampun pak pol.”
Diketahui, tragedi Kanjuruhan yang kini sudah memasuki hari ke-47 (16/11/2022) sejak terjadi pada Sabtu (1/10) itu masih dalam tahap bolak-balik berkas polisi-kejaksaan. Jumlah tersangkanya pun nihil perkembangan.
Sejak awal, para tersangka masih terdiri dari Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (LIB) Akhmad Hadian Lukita, Ketua Panpel Arema Arema FC Abdul Haris, dan Security Officer Suko Sutrisno. Selain itu, ada tiga polisi dengan pangkat tertinggi Kompol. Mereka adalah Danki 3 Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan, Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, dan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi.
Dalam hal ini, Polri semakin “terpojok” sambil terus “dihajar” pukulan kanan kiri dari publik yang mengharapkan adanya keadilan ditengah banyaknya kasus yang menimpa internal Polri itu sendiri. Permohonan maaf dari aparat dan pimpinan Polri di wilayah Malang sudah seharusnya dilakukan. Akan tetapi hal itu tidaklah cukup. Sebab, hal tersebut harus diikuti dengan penyidikan yang profesional, transparan, dan akuntabel hingga terpenuhi rasa keadilan bagi korban.
Demi keadilan ratusan warga Malang dan Aremania yang menjadi korban, para elite mestinya berbesar hati untuk dikoreksi meminta maaf dan mengundurkan diri sebagai bentuk tanggung jawab moral yang kedudukan lebih tinggi dari hukum formal. Desakan serupa kepada TGIPF juga masif agar agenda yang didalami tidak melebar kemana-mana, yang akan mengakibatkan jauh dari rasa keadilan. Institusi Polri harus mengembalikan citranya di masyarakat sebagai lembaga yang bertugas melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat.
Ini ujian kedua kali bagi kepolisian yang sedang berupaya keras mengembalikan marwahnya yang turun drastis dihempas kasus pembunuhan Brigadir J. Kapolri sebagai pimpinan tertinggi Polri tidak punya banyak pilihan. Bahkan cuma satu saja, yakni mengungkap dan menyidik hingga tuntas dari atas sampai bawah siapa pun yang terlibat dalam peristiwa mematikan itu.
***
Penulis : Roli Pebrianto
Tulis Komentar Anda