KOTOMONO.CO – Berita yang viral akhir-akhir ini yang membikin kita semua mangkel adalah kasus korupsi minyak goreng yang dilakukan oleh Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan berinisial IWW serta tiga orang dari pihak swasta. Mereka berinisial MPT (Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia), SMA (Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup (PHG), dan PT (General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas).
Bagaimana tidak, ditengah kesusahan yang dialami oleh masyarakat, mereka jsutru tidak memiliki rasa empati kepada masyarakat, justru mereka memanfaatkan kesempatan untuk memperkaya diri sendiri.
Dalam keadaan seperti ini, masyarakat betul-betul sangat berharap kepada Penegak Hukum di negeri ini agar menerapkan hukuman yang setimpal bagi para pelaku korupsi ini. Pertanyaannya adalah apakah penegak hukum akan benar-benar mempertimbangkan untuk menjatuhkan hukuman yang berat kepada pelaku ?
BACA JUGA: Mari Kita Sejenak Gelengkan Kepala untuk Vonis Bebas Dua Terdakwa Korupsi Bansos di Bandung Barat
Perbuatan Para Tersangka tersebut mengakibatkan timbulnya kerugian keuangan negara dan/atau perekonomian negara atau mengakibatkan kemahalan serta kelangkaan minyak goreng sehingga terjadi penurunan konsumsi rumah tangga dan industri kecil yang menggunakan minyak goreng dan menyulitkan kehidupan rakyat, kata Jaksa Agung (ST. Burhanuddin) dalam jumpa pers, sebagaimana dilansir BBC News Indonesia.
Menurut Jaksa Agung, tersangka IWW telah melakukan perbuatan melawan hukum yakni menerbitkan secara melawan hukum persetujuan ekspor terkait komoditi crude palm oil (CPO) dan produk turunannya kepada Permata Hijau Group Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, dan PT Musim Mas. Padahal, perusahaan itu belum memenuhi syarat untuk diberikan izin persetujuan ekspor tersebut.
Kasus tersebut tidak boleh hanya berhenti pada pejabat perorangan saja sebab bukan tidak mungkin korporasi pun ikut terlibat, sehingga korporasi harus diduga terlibat. Artinya negara hadir dan negara jangan sampai kalah dalam kasus korupsi “berjamaah” tersebut.
BACA JUGA: Surat Terbuka untuk Mahasiswa yang Hobinya Rebahan
Pejabat-Pejabat di Perusahaan tersebut tentu bekerja untuk dan atas nama korporasi. Mereka tentu menerima fasilitas kemudahan dari oknum pejabat pemerintahan dan saling menguntungkan. Tersangka dari pihak perusahaan produsen minyak goreng tentu tidak lepas dari hubungan kerja dalam melakukan kejahatan yang menyebabkan kelangkaan minyak goreng di sejumlah daerah, sehingga mereka bekerja tentu untuk dan atas nama korporasi. Sehingga sudah seharusnya korporasi tempat para tersangka tersebut bekerja juga diperiksa karena dugaan kuat bahwa kejahatan tersebut bisa menjadi kejahatan korporasi dan harus diberikan sanksi yang tegas.
Para tersangka itu diduga melanggar Pasal 54 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a, b, e dan f UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Selain itu, para tersangka diduga melanggar Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 129 Tahun 2022 juncto Nomor 170 Tahun 2022 tentang Penetapan Jumlah untuk Distribusi Kebutuhan Dalam Negeri (Domestic Market Obligation) dan Harga Penjualan di Dalam Negeri (Domestic Price Obligation) dan Ketentuan Bab II Huruf A angka (1) huruf b, juncto Bab II huruf C angka 4 huruf c Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Nomor 02/DAGLU/PER/1/2022 tentang petunjuk teknis pelaksanaan kebijakan dan pengaturan ekspor CPO, RDB Palm Olein dan UCO.
BACA JUGA: Berkat Pengalaman Kena Tilang Elektronik, Saya Jadi Tahu Kelemahannya
Para Tersangka diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum berupa bekerja sama secara melawan hukum dalam penerbitan izin persetujuan ekspor (PE), dan akhirnya diterbitkan persetujuan ekspor (PE) yang tidak memenuhi syarat, yaitu mendistribusikan CPO atau RBD Palm Olein tidak sesuai dengan harga penjualan dalam negeri (DPO) dan tidak mendistribusikan CPO dan RBD Palm Olein ke dalam negeri sebagaimana kewajiban yang ada dalam DMO (20 persen dari total ekspor).
Akibat perbuatan para tersangka, timbul kerugian perekonomian negara, yaitu harga yang mahal serta kelangkaan stok minyak goreng sehingga terjadi penurunan konsumsi rumah tangga dan industri kecil yang menggunakan minyak goreng dan menyulitkan kehidupan rakyat.
Atas perbuatan Para Tersangka menyebabkan kelangkaan dan adanya penimbunan oleh produsen untuk dijual dengan harga tinggi, sehingga perbuatan tersebut telah memenuhi unsur dalam Pasal 107 jo. Pasal 29 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Masyarakat tentu akan menunggu keseriusan aparat penegak hukum dalam mengusut tuntas kasus mafia minyak goreng. Kalau tidak, maka akan timbul distrust masyarakat kepada aparat penegak hukum.
BACA JUGA: Reformasi Birokrasi Tidak Tuntas, Negara Ini Mau Dibawa ke Mana?
Para Tersangka kasus juga dimungkinkan untuk dijatuhkan hukuman maksimal, yakni pidana penjara seumur hidup atau hukuman mati. Penegak Hukum (dalam hal ini Kejaksaan Agung) dapat menerapkan Pasal-Pasal di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Jika merujuk UU Tipikor, para tersangka diduga sudah melanggar Pasal 2 ayat 1 dan 2 serta Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) dengan ancaman hukuman maksimal penjara seumur hidup atau hukuman mati.
Sehingga sudah tepat jika Penyidik memaksimalkan ketentuan-ketentuan dalam UU Tipikor. Penerapan ancaman hukuman yang maksimal bagi Para Tersangka sebanding dengan penderitaan rakyat Indonesia yang harus rela mengantre membeli minyak goreng bersubsidi karena adanya kelangkaan, bahkan sampai ada yang meninggal dunia karena kelelahan.
komentarnya gan