KOTOMONO.CO – Undukan Doro bisa jadi salah satu tradisi unik yang sudah dilakukan warga sekitar Surabaya sejak puluhan tahun silam.
Dalam perkembangan tradisi di masyarakat Indonesia, kegiatan perlombaan atau adu ketangkasan yang melibatkan hewan sebagai sarana kompetisi sudah terjadi sejak puluhan atau bahkan ratusan tahun. Beragam tradisi yang menggunakan hewan tersebut tentunnya memiliki berbagai alasan dan filosofi yang menggambarkan kebudayaan yang berkembang di sekitar masyarakat tersebut.
Dari sekian banyak hewan yang seringkali dijadikan hewan aduan, Burung Dara atau Merpati adalah salah satunya. Di kota besar seperti kota Surabaya, ternyata masih menyimpan beberapa tradisi lama yang menggunakan hewan aduan burung merpati (dara). Nama tradisi ini yakni Undukan Doro atau yang lebih populer di masyarakat Surabaya dan sekitarnya sebagai Doroan (Adu Doro).
Dari Adu Balap Merpati Hingga Adu Keberuntungan
Di kota besar seperti Surabaya tentunya susah-susah gampang untuk menemukan masyarakat yang masih mempertahankan tradisi undukan doro ini. Tradisi adu merpati ini memang diketahui telah ada sejak ratusan tahun yang lalu, akan tetapi tepatnya sejak kapan belum dapat dipastikan. Meskipun cukup jarang, akan tetapi tradisi ini masih lestari dan dilakukan di beberapa sudut kota Surabaya.
Jika lazimnya adu hewan khususnya unggas yang ada di beberapa masyarakat lebih menitikberatkan tentang adu kekuatan dengan cara membiarkan kedua hewan tersebut berkelahi satu sama lain, namun dalam tradisi Undukan Doro atau Doroan ini kedua burung tersebut akan diadu kecepatan terbangnya dengan jarak tertentu.
Bagi masyarakat kota Surabaya, tradisi doroan ini dilakukan untuk melatih atau ajang adu kecepatan burung merpati yang mereka miliki dan sebagai sarana hiburan di sela-sela penat aktivitas yang dilakukan masyarakat kota Surabaya. Tidak jarang pula tradisi ini digunakan sebagai ajang mencari tambahan uang melalui jalur “perjudian” yang lazim dilakukan saat undukan doro dilaksanakan.

Tradisi undukan doro yang seharusnya menjadi sebuah ajang pelestarian kebudayaan leluhur di kota Surabaya mulai berubah menjadi ajang perjudian. Segelintir orang yang memanfaatkan momen tersebut. Lazimnya perjudian ini dilakukan oleh para penonton yang menyaksikan adu doro tersebut di sebuah lapangan atau bahkan arena perlombaan resmi.
BACA JUGA: Mencicipi Berbagai Kuliner Khas yang Unik di kota Surabaya
Umumnya para penjudi doro atau merpati ini akan mempertaruhkan sejumlah uangnya kepada bandar atau pihak lain yang dijadikan kepercayaan dalam memegang uang taruhan. Mereka akan memilih burung dara yang dipercaya akan memenangkan perlombaan, umumnya dalam sekali balap akan ada 2-3 burung yang diperlombakan. Mereka bertaruh melawan pihak yang menggungulkan burung dara lain yang diperlombakan saat itu juga.
Apabila burung dara pilihannya menang maka mereka akan mendapatkan sejumlah nominal uang yang berkali-kali lipat dari yang dipertaruhkan di awal. Namun, apabila burung dara pilihannya tersebut kalah, maka uang tersebut akan melayang ke pihak lain yang bertaruh di burung dara lawan.
BACA JUGA: Mari Mengenal Gulat Okol, Olahraga Tradisional ala Sumo versi Indonesia
Kebiasaan perjudian dalam ajang Doroan ini memang cukup meresahkan bagi sebagian masyarakat. Bahkan, hal ini seringkali membuat pihak berwajib turun tangan untuk menertibkannya. Tidak jarang pula sampai melarang kegiatan tersebut, akan tetapi hal ini juga bukan tindakan yang sepenuhnya tepat karena akan lambat laun menghilangkan tradisi undukan doro yang telah berlangsung selama turun-temurun.
Berbagai Macam Pelaksanaan Undukan Doro
Kegiatan Undukan Doro ini dahulu seringkali dilakukan di lapangan atau area persawahan yang luas dan mudah dilihat. Namun, kini lebih sering dilakukan di tanah lapang dengan jarak mulai dari 500-1300 meter. Dalam pemilihan burung yang akan dilombakan sebagai undukan doro adalah burung jantan, sedangkan burung betina akan digunakan sebagai ‘Pancingan’ atau penarik perhatian burung jantan tersebut.
Adapula beberapa joki (pemilik/pengendali) burung merpati tersebut yang menggunakan cara lain dalam menarik perhatian burung miliknya. Beberapa ada yang menggunakan makanan/pakan kesukaan dari burung dara tersebut. Adapula yang menggunakan suara-suara khusus guna menarik perhatian burung merpati miliknya.
Dalam Doroan ini juga terdapat beberapa kategori atau jenis. Pertama, yakni jenis andhokan atau balap jarak pendek. Umumnya balap andhokan ini dilakukan di tanah lapang yang tidak terlalu luas dengan panjang sekitar 300-500 meter. Bisa pula dilakukan di jalan yang lurus atau area pesisir pantai. Tipe andhokan ini juga sering diganakan sebagai sarana pelatihan burung merpati dan joki dalam mengendalikan burung merpatinya.
Tipe yang kedua yakni merupakan kenthongan, tipe ini bisa dibilang sebagai Undukan Doro skala besar yang lazim dilakukan banyak joki dalam sekali balap dan memerlukan bebebapa personil lain. Ada orang yang sebagai joki, jogo omah atau pegupon yang disiapkan di ujung arena, seorang wasit dan tukang kenthongan yang ditugaskan menabuh kenthong selama balapan berlangsung.
BACA JUGA: Kenalan Dengan Adat Pernikahan Manten Pegon Asal Surabaya
Secara umum tipe undukan doro ini tidak jauh berbeda satu sama lain karena memang aturannya tetap sama, yakni burung merpati tercepat yang sampai di garis finish dan dalam kondisi sayap menutup sempurna. Hal ini akan menjadin tugas dari wasit atau yang disebut sebagai ‘jogo tengah’ sebagai pengadil.
Tradisi Undukan Doro ini sebenarnya merupakan salah satu kearifan lokal masyarakat yang dapat menarik minat dalam dunia pariwisata lokal. Namun, menjadi salah ketika digunakan sebagai ajang judi bagi segelintir orang meskipun hal tersebut dianggap lumrah atau sebagai penarik minat masyarakat dalam memeriahkan gelaran Undukan Doro tersebut.
Komentarnya gan