• Pedoman Media Siber
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Term of Service
  • FAQ
Kotomono.co
No Result
View All Result
  • Login
  • Register
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • UMKM
  • OH JEBULE
  • FIGUR
  • PLESIR
  • NGULINER
  • WISDOM
  • PUSTAKA
  • LAINNYA
    • KILASAN
    • NYASTRA
    • NGABUBURIT
    • RELEASE
    • EDUKASI
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • UMKM
  • OH JEBULE
  • FIGUR
  • PLESIR
  • NGULINER
  • WISDOM
  • PUSTAKA
  • LAINNYA
    • KILASAN
    • NYASTRA
    • NGABUBURIT
    • RELEASE
    • EDUKASI
No Result
View All Result
Kotomono.co
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • UMKM
  • OH JEBULE
  • FIGUR
  • PLESIR
  • NGULINER
  • WISDOM
  • PUSTAKA
  • LAINNYA
Cerpen Menggugat Setan

Ilustrasi | Ribut Achwandi

Menggugat Setan

Cerpen: Muhammad Arsyad

Muhammad Arsyad by Muhammad Arsyad
Agustus 6, 2020
in NYASTRA
0
Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsApp

KOTOMONO.CO – Sudah pukul 23.15. Wiyana kemas-kemas dibalut rasa cemas. Ia mesti segera sampai di rumah. Tak baik bagi seorang perempuan berkeliaran di larut malam. Ia mengkhawatirkan kata-kata ayahnya yang bisa bikin nyeri di hati. Tak cukup dengan marah, tapi juga kata-kata yang sungguh tak mau ia dengar. Pernah itu terjadi. Makian ayahnya mengalahkan suara azan subuh dari corong musala.

Sebenarnya Wiyana cukup tahu diri. Kemarahan ayahnya itu bermula dari kecemasan. Ia tidak mau jika Wiyana jadi sasaran lelaki hidung belang. Apalagi wajah dan bentuk tubuh Wiyana yang sebelas-dua belas dengan Tyas Mirasih. Ditambah ia tak pernah mengenakan kerudung. Bisa membikin lelaki mana pun ingin menyerobot Wiyana dari ayahnya tanpa permisi.

Ah, wajah cantik dan tubuh indah Wiyana bagai sebuah kutukan. Membuatnya tak nyaman. Apalagi setelah dengar kata-kata ayahnya, bahwa perempuan itu sumber masalah. Lebih-lebih tidak menjaga aurat. “Setan itu menempel di tubuhmu seperti binatang parasit yang melambai-lambai tangannya pada setiap lelaki agar mejamah tubuhmu. Ngerti kamu?!” kata ayahnya.

Kini, di antara gelap, ayahnya menunggu di ambang pintu. Wajahnya muram. Berkali-kali menengok ke arah jam dinding yang tak peduli pada kecemasannya. Jam itu terus berputar. Sesekali tampak menggodanya. Wajah lelaki paruh baya itu makin bersungut-sungut.

Setiba di rumah, seperti hari-hari yang sudah-sudah, lagu lama itu didendangkan lagi. Berondongan pertanyaan, intonasi yang ditekan-tekan, dan dipuncaki dengan suara lengkingan kemarahan sang ayah. Wiyana telah menghafal semua itu. Tetapi, ia juga tak pernah habis kata-kata untuk menangkis kemarahan itu.

“Dari mana, Yan? Larut malam baru pulang!” Tanya ayah memeriksa.

“Yana lembur, Yah. Ada tugas yang perlu dibereskan.” Tukas Wiyana tenang.

“Lembur kok sampai larut malam. Jangan-jangan….”

“Tidak, Yah. Yana tak seburuk itu.”

“Makanya, pakai kerudung. Supaya ayah tenang. Nggak berpikir buruk tentangmu. Nggak curiga. Nggak cemas kalau-kalau kamu…,” suara itu masih saja berlanjut. Tetapi, pada telinga Wiyana, suara itu dibiarkan saja hingga tak terdengar lagi. Meski ayahnya terus nyerocos.

Kata-kata ayah Wiyana tak bisa disalahkan begitu saja. Wajar, orang tua mencemaskan anaknya. Tetapi, menyertakan setan sebagai alasan, dan menuding bahwa tubuh dan wajahnya sebagai sarang setan, rasa-rasanya itu menyakitkan. Kalau sekadar omongan tetangga, itu tak masalah. Mereka tak tahu apa-apa.

Gunjingan para tetangga, sebenarnya sudah cukup lama ia dengar. Wiyana tak peduli. Terserah saja mereka mau mencemoohnya sebagai seonggok tubuh yang berlendir dan dipenuhi oleh keringat laki-laki hidung belang atau apa saja. Baginya, tak penting.

Tapi, ada yang tak ia terima. Gunjingan itu kenapa pula harus sampai ke telinga ayahnya. Benar-benar membuat ia tak nyaman. Nyaris habis kesabaran. Tapi, pada siapa mesti ia luapkan, ia tak mengerti.

Wiyana hanya bisa diam. Kemudian menuju kamar. Merebahkan tubuh letihnya. Memikul beban seorang anak dan seorang perempuan. Tak butuh waktu lima jam, tubuh Wiyana terhempas ke atas tilam. Hampir tiada ada pakaian melekat pada lekuk setiap senti tubuhnya. Kecuali singlet biru yang dibiarkan membalut tubuh. Dan, celana pendek Diadora menutupi lekuk bokongnya.

Wiyana melayang-layang dalam gelap. Ia tinggalkan melihat dinding kamar kusam, lemari keropos hadiah ulang tahun dari ayahnya saat genap ia berusia 18 tahun. Ia terlelap.

Sebuah ruang gelap ia masuki. Pelan-pelan, seberkas cahaya memancar. Lalu, menyelubungi seluruh ruang. Menyilaukan.

Berkali-kali ia menangkis cahaya itu. Tetapi, cahaya itu terus menguar seenaknya dari dalam pintu. Wiyana penasaran. Didekatinya pintu itu, berjalan perlahan. Semakin dekat, cahaya itu pelan meredup.

Ruangan itu tak pernah ada dalam ingatannya. Ruangan itu tak pernah tersedia di masa lalunya. Ayahnya tak pernah mengajaknya memasuki ruangan itu. Ruang penuh cahaya. Ruang disudut arah tenggara rumahnya.

Dibuka pintunya. Tak ada bunyi ‘kreeek’ macam pintu lawas seperempat abad. Seperti pintu baru. Belum pernah dibuka. Lamat-lamat, bayangan seseorang tampak olehnya. Duduk seperti menanti seseorang datang padanya. Ia dekati sosok itu.

Pada langkah terakhirnya, Wiyana merinding. Ketika tampak oleh matanya tubuh seseorang itu bergerak. Membalikkan badan ke arahnya. Ia terkejut. Sosok itu aneh. Tubuhnya mirip manusia. Tetapi wajahnya berwarna mirip anak babi sepuluh hari. Dahinya bermahkota tanduk seukuran tanduk kambing etawa.

Cerpen Menggugat Setan
Ilustrasi

“Kamu…?”

“Aku Tuhan! Ha ha ha ha ha…” sosok itu tertawa keras-keras.

“Tuhan? Ah nggak mungkin. Kamu jelek. Nggak mungkin Tuhan jelek,” ujar Wiyana menyelidik.

Sosok itu hanya mengelus-elus tanduknya.

“Tanduk itu… ya, aku pernah lihat. Tiga hari lalu Pak Butar membeli dua ekor kambing. Tanduknya mirip. Ah, apa kambing itu kamu? Kalau saja Pak Butar tahu, pasti ia tak mau beli kambing sepertimu. Jelek,” ledek Wiyana.

“Kurang ajar, kau wanita!!!” Sosok itu membentak.

“Eh, kok bawa-bawa wanita sih?”

“Ha ha ha ha… aroma tubuh wanita itu aku kenal. Dan itulah yang membuatku kerap dianggap biang masalah. Kau sebut aku parasit. Padahal, aku hanya kambing hitam atas kebodohan laki-laki yang tak bisa mengendalikan tongkat kekuasaannya, aha ha ha ha ha!” Tertawa Setan makin menjadi-jadi.

“O. Kalau begitu kebetulan.”

“Kebetulan?” setan terheran-heran.

“Aku ingin sesekali marah padamu!” tantang Wiyana.

“Marah? Ha ha ha ha! Untuk alasan apa? Ha?!”

“Mengapa kamu selalu menginap dalam tubuh perempuan? Mengapa selalu kau ciptakan aroma yang mengundang birahi laki-laki? Kau bikin aku tak nyaman! Kau menyebalkan!”

“Itu memang tugasku, nona,” Jelas Setan, dia melunak.

“Tugas?”

“Ya. Tugasku adalah menggoda manusia. Dan itu hak istimewaku. Jatahnya sampai Hari Kiamat.”

“Dengan menempel di tubuh perempuan?”

“Itu salah satunya. Anak manusia, semua keturunan Adam pasti tak kuat menahan nafsu pada wanita cantik macam kamu.”

“Kamu licik dan biadab!” Wiyana membentak.

Setan itu tiba-tiba berdiri. Lalu, ia bicara, “Licik? Kamu lucu sekali. Mana ada setan licik? Mana ada setan beradab? Kodrat kami para setan ini, memang tidak sama dengan manusia. Karena kami lebih tak sempurna dari manusia. Dan manusia menyempurnakan segala kekurangan kami itu.”

“Maksudmu?”

“Ha ha ha… manusia dengan segala kemampuannya, bisa lebih licik dan tidak beradab dari kami. Manusia dengan segala kehebatannya, bisa menyempurnakan peradaban setan.”

“Bedebah! Kamu memang… ah! Kenapa selalu wanita?” Wiyana tiba-tiba terisak.

“Hei, kenapa menangis? Itu bukan salahmu, kan?”

“Itu salahmu, setan!”

“Salahku? Mananya yang salah? Aku sekadar menjalankan tugas. Bagaimana disebut salah? Manusia saja yang menganggap begitu. Banyak dari mereka mabuk agama. Tapi mereka tidak merasa sedang mabuk. Begitulah. Tidak ada orang teler yang menyadari dirinya teler.”

“Tapi, semua itu sudah telanjur. Wanita harus menanggung akibat dari ulahmu!”

“Lantas apa maumu?”

“Kamu tidak lagi menempel pada tubuh perempuan.”

“Ooh… tak semudah itu, nona. Kalau aku pergi dari tubuh perempuan, kamu yakin semua lelaki di luar sana akan baik-baik saja? Tanyakan pada ayahmu!”

Tiba-tiba berisik. Obrolan itu belum selesai. Ada suara erangan dari dalam kamar Wiyana. Suara perempuan. Wiyana terkesiap dari lelap. Lekas-lekas bangkit dari tidurnya. Ia amati suara itu. Ia kenali suara itu. Itu suara yang pernah didengarnya dua hari lalu di depan rumah.

Segera ia melompat dari kasurnya. Ia diburu rasa penasarannya. Dicarinya sumber suara itu. Dan… tiba-tiba berhenti. Mendadak ia ragu melangkah. Ketika ia berada di dekat pintu kamar ayahnya. Suara itu terdengar jelas dari balik pintu itu.

Darahnya mendidih perlahan. Tanpa memperhitungkan lagi akibatnya, didobrak pintu kamar ayahnya. Brak!

Mata telanjangnya seketika menyaksikan sebuah dosa. Dua tubuh tengah bergulat di atas ranjang pernikahan ayah dan almarhum ibunya. Tetapi, ia tak tahu tubuh perempuan telanjang mana yang telah bersekutu dengan tubuh ayahnya. Bayangan setan itu muncul lagi. Tertawa terbahak-bahak. Seketika, Wiyana terkapar di samping ranjang ayahnya.

 

Panjang Indah, Kota Pekalongan, 25 Juli 2020

Baca juga tulisan-tulisan Cerpen menarik lainnya

Tags: Cerpen PekalonganKarya Sastralaki-lakiLiterasiperempuansetanwanita

Mau Ikutan Menulis?

Kamu bisa bagikan esai, opini, pengalaman, uneg-uneg atau mengkritisi peristiwa apa saja yang bikin kamu mangkel. Karya Sastra juga boleh kok. Sapa tahu kirimanmu itu sangat bermanfaat dan bisa dibaca oleh jutaan orang. Klik Begini caranya


Muhammad Arsyad

Muhammad Arsyad

Redaktur
Tukang nulis dan penggemar Super Sentai. Santri Youtube. Bermukim di Kota Pekalongan bagian utara.

Sapa Tahu, Tulisan ini menarik

Review Buku Novel Ezaquel

Resensi Novel Ezaquel Karya Siti Habibah

April 12, 2022
267
Mitos Perempuan Selalu Benar

Perempuan Selalu Benar? Coba, Pikir Lagi, deh!

Maret 16, 2022
223
Happy Asmara

Perempuan dari Perspektif Kisah Asmara Kawan Saya

Januari 4, 2022
188
Pendidikan dan Strategi Mendorong Perempuan Berkemajuan

Pendidikan dan Strategi Mendorong Perempuan Berkemajuan

Desember 7, 2021
203
Hadi Pranggono dosen unikal

Kegelisahan Pak Hadi Pranggono dalam Sebuah Puisi

November 28, 2021
432
Cerpen Dialog Sepasang Kekasih

Cerpen: Dialog Sepasang Kekasih

November 21, 2021
223
Load More


Ada Informasi yang Salah ?

Silakan informasikan kepada kami untuk segera diperbaiki. Pliss "Beritahu kami" Terima kasih!


TERBARU

Belajar Bijak dari Driver Ojol Selalu Berwajah Lusuh Ketika Mengambil Orderan

Koenokoeni Cafe Gallery, Kafe Resto dengan Kearifan Lokal di Semarang

4 Sosok Penting Pelopor Penerbangan Dunia

Tradisi Pesta Giling Tebu di Pabrik Gula Sragi, Sebuah Upacara Spesial Pengantin Tebu dan Pengantin Glepung

Wisata Hits Terbaru Tegal di Villa Guci Forest

Mengenal Lebih Jauh Apa Itu Mata Uang Kripto

Mengulik Fakta Wingko Babat; Berasal dari Lamongan yang Kadung Terkenal di Semarang

LAGI RAME

Tradisi Pengantin Glepung di Pabrik Gula Sragi

Tradisi Pesta Giling Tebu di Pabrik Gula Sragi, Sebuah Upacara Spesial Pengantin Tebu dan Pengantin Glepung

Mei 18, 2022
373
Cafe Hits Batang Hello Beach

20 Cafe Hits Kekinian di Kabupaten Batang yang Keren Abis Buat Nongki-Nongki

Februari 13, 2022
3k
Wisata Pekalongan Pantai Pasir Kencana

New Taman Wisata Pantai Pasir Kencana Kota Pekalongan

Maret 10, 2022
6.4k
Wisata Hits Terbaru Jogja di HeHa Ocean View

Wisata Hits Terbaru Jogja di HeHa Ocean View

Maret 3, 2022
1.8k
Legenda Dewi Lanjar Pantai Utara

Kisah Legenda Asal-usul Dewi Lanjar

Agustus 12, 2016
34k
Wisata Tegal - Villa Guci Forest

Wisata Hits Terbaru Tegal di Villa Guci Forest

Mei 17, 2022
310
Tradisi Syawalan Balon Udara Pekalongan

5 Tradisi Syawalan di Pekalongan yang Sayang Untuk Dilewatkan

Mei 7, 2022
7.8k
Makam Sapuro

Wisata Religi : Makam Habib Ahmad Sapuro Pekalongan

Agustus 7, 2016
11.6k
Forest Kopi Batang

Inilah 10 Tempat Kuliner di Batang Paling Direkomendasikan untuk Wisatawan

April 9, 2020
29.5k
Dewi-Rantamsari-Dewi-Lanjar

Kisah Misteri Dewi Rantamsari Yang Melegenda

Oktober 16, 2018
15.6k

TENTANG  /  DISCLAIMER  /  KERJA SAMA  /  KRU  /  PEDOMAN MEDIA SIBER  /  KIRIM ARTIKEL

© 2021 KOTOMONO.CO - ALL RIGHTS RESERVED.
DMCA.com Protection Status
No Result
View All Result
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • UMKM
  • OH JEBULE
  • FIGUR
  • NGULINER
  • PLESIR
  • LOCAL WISDOM
  • PUSTAKA
  • LAINNYA
    • KILASAN
    • NGABUBURIT
    • RELEASE
    • EDUKASI
    • NYASTRA
  • Mau Kirim Tulisan?
  • Login
  • Sign Up

Kerjasama, Iklan & Promosi, Contact : 085326607696 | Email : advertise@kotomono.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In