Apa kabar, sahabat kotomono.co? Sedikit basa-basi saya kira tidak jadi soal. Kata orang-orang, menanyakan kabar itu setara dengan mendoakan, semoga yang ditanyai itu kabarnya baik. Soal apakah kamu percaya atau tidak, kamu boleh memilih mana yang tepat.
Baiklah, saya kira cukup untuk basa-basinya. Lewat tulisan ini saya mau berbagi secuil wawasan tentang sebuah istilah yang barangkali sangat jarang didengar. Istilah ini berkaitan erat dengan masalah kebahasaan. Yaitu, onomatope!
Apa itu onomatope? Kamu bisa cek di KBBI. Bisa yang versi buku cetaknya, bisa juga via online. Tinggal pilih! Kalau enggak mau repot, saya cantumkan di sini. Onomatope adalah kata tiruan bunyi.
Pengertian ringkas yang tercantum di KBBI barangkali masih perlu diperjelas. Untuk alasan itu, saya hadirkan beberapa pengertian onomatope yang telah ditulis oleh sejumlah ahli. Pertama, dikutip dari Aceng Ruhendi Saifullah (2021) yang menjelaskan, pengertian onomatope sebagai tiruan bunyi yang merepresentasikan benda aslinya. Sementara definisi onomatope yang dinyatakan Poetri Mardiana Sasti (2020) lebih ringkas lagi, yaitu kata-kata yang terbentuk dari tiruan bunyi. Sedang pendapat lain disampaikan Abdul Chaer (2012) agaknya lebih kompleks. Ia menyatakan, onomatope merupakan tiruan bunyi yang menyatakan kesan atau bunyi dari suatu benda, keadaan, dan tindakan.
Pada hakikatnya, ketiga pendapat itu tidak terlampau jauh berbeda satu sama lain. Akan tetapi, di dalam penggunaan istilah-istilah tertentu akan menimbulkan kesan yang berbeda. Misal, pada pengertian ajuan Aceng Ruhendi Saifullah yang menggunakan kata “benda”. Oleh sebagian besar awam, kata “benda” diasosiasikan dengan sesuatu yang bukan makhluk hidup atau benda mati. Padahal, tidak demikian. Istilah “benda” berlaku pula pada makhluk hidup yang kemudian disebut pula dengan benda hidup. Namun, istilah “benda hidup” agaknya kurang akrab di telinga. Lalu, seperti apa KBBI memberikan batasan mengenai kata “benda” ini?
KBBI menjelaskan, kata “benda” bermakna sebagai (1) segala yang ada dalam alam yang berwujud atau berjasad (bukan roh); zat, (2) barang yang berharga (sebagai kekayaan); harta, dan (3) barang. Merujuk pada pemaknaan tersebut, agaknya KBBI sendiri pun cenderung bersepakat pada makna “benda” sebagai materi yang bukan makhluk hidup. Paling tidak, dari ketiga makna tersebut, dua di antaranya cenderung berasosiasi benda sebagai sesuatu yang tidak hidup. Terutama, pada makna ketiga.
Jika demikian, apakah definisi yang diajukan Aceng hanya membatasi pada objek benda mati? Tidak sepenuhnya demikian. Sebab, masih memungkinkan bagi pengertian “benda” sebagai makhluk hidup. Hanya, di dalam pemahaman yang awam, pengertian tersebut memungkinkan terjadinya penyempitan makna pada pengertian onomatope. Yaitu, hanya pada “benda mati”.
Sementara, lewat definisi yang diajukan Poetri Mardiana Sasti, kita dihadapkan pada jangkauan yang lebih luas. Defini tersebut tidak secara spesifik menyebutkan objek sumber bunyi tertentu. Hal tersebut mungkin saja dimaknai bahwa objek sumber bunyi yang dimaksud bisa berasal dari manusia, benda-benda mati, maupun makhluk-makhluk hidup lainnya. Dengan kata lain, definisi tersebut seolah ingin memperjelas pemaknaan yang tercantum di dalam KBBI.
Kendati demikian, definisi ini juga agak menimbulkan masalah. Terutama, ketika kita membaca komik atau karya-karya kreatif dalam rupa tulisan yang memuat sejumlah tiruan bebunyian yang dimaksudkan untuk menggambarkan suasana atau memberi kesan tertentu. Misalnya, kata “Jreng!” yang dituliskan dalam sebuah novel atau cerpen untuk menggambarkan suasana tegang dan penuh kejutan. Padahal, kita tahu, bahwa suasana maupun kesan tidak memiliki bunyi. Suasana maupun kesan baru akan kita tangkap dalam titian nada yang disajikan ke dalam bentuk musik. Jika demikian, apakah bisa kata “Jreng!” dikategorikan sebagai onomatope, berdasarkan definisi ajuan Poetri Mardiana Sasti?
Mungkin saja bisa. Akan tetapi, untuk mencapai pada pemahaman itu, agaknya diperlukan uraian yang cukup panjang. Misalnya, “Jreng!” diidentikkan dengan bunyi gitar elektrik dengan efek distorsi. Biasanya, bunyi semacam ini memberi kesan kejutan yang diikuti ketegangan. Akan tetapi, penjelasan tersebut dirasa masih belum cukup tanpa bantuan teori musik. Terlebih jika dikaitkan dengan nada yang dihasilkan dari bunyi “jreng” tersebut. Akibatnya, penjelasan semacam ini bisa saja akan menimbulkan kesan yang manipulatif. Terlebih, jika di dalam novel, cerpen, maupun komik tersebut tidak memunculkan kesan musikal.
Berbeda ketika kita menyaksikan pertunjukan drama maupun film. Keduanya memberi ruang yang terbuka bagi unsur atau elemen musikal untuk hadir di dalamnya. Musik memiliki fungsi yang cukup membantu bagi penciptaan suasana agar lebih hidup. Musik dapat difungsikan sebagai ilustrasi, musik latar, maupun sebagai efek.
Jelaslah, bahwa sekalipun kelonggaran definisi yang diajukan Poetri Mardiana Sasti dimaksudkan untuk memberikan ruang bagi kemungkinan-kemungkinan lain yang barangkali belum terakomodir, akan tetapi hal itu justru membuat jangkauan definisi menjadi terbatas. Sekalipun begitu, definisi ajuan Poetri Mardiana Sasti membuka peluang bagi pengembangan teori kebahasaan yang dapat dikaitkan dengan teori musik atau lainnya.
Sekarang, mari saya ajak untuk mencermati definisi onomatope yang diajukan Abdul Chaer. Saya kira, dibandingkan dengan pengertian yang diajukan Aceng Ruhendi Saifullah dan Poetri Mardiana Sasti, ajuan Abdul Chaer lebih dapat mewakili pengertian onomatope. Terlebih, melalui penggunaan kata “merupakan” yang merujuk pada bentuk onomatope. Selain itu, penjelasan Abdul Chaer saya kira lebih dapat diterima, karena bentuk tiruan bunyi yang dimaksudkan untuk tujuan tertentu. Seperti disampaikan Abdul Chaer, onomatope ditujukan untuk menyatakan kesan atau bunyi suatu benda, keadaan, dan tindakan. Melalui pengertian yang demikian, pemahaman mengenai istilah onomatope lebih dapat dimengerti. Saya kira, definisi ajuan Abdul Chaer lebih cocok untuk dirujuk bagi para mahasiswa maupun para akademisi yang sedang menyusun artikel, makalah, skripsi, maupun karya-karya ilmiah lain.
Tentu, masih ada definisi-definisi lain yang juga turut menyumbang bagi pengkayaan pemahaman istilah onomatope. Hanya, untuk lebih rincinya, saya akan menyajikannya pada tulisan lain. Semoga, ada waktu untuk melanjutkan tulisan ringan ini.