Kotomono.co – Sarjana merupakan sebuah gelar penghormatan yang didapatkan oleh seorang mahasiswa dari sebuah perguruan tinggi sebagai bentuk perjuangan dari kerja kerasnya dalam mengenyam pendidikan. Dari tahun ke tahun, di Indonesia, lulusan dari mahasiswa mencapai angkat rata – rata 1,8 juta orang per tahunnya. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat di Indonesia semakin sadar akan pentingnya sebuah pendidikan, baik untuk kehidupan serta sosial.
Fakta mengejutkan dari laporan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2023, menunjukkan jumlah penganggguran terbuka di Indonesia mencapai angka 12 persen, dimana angka ini berasal dari para sarjana lulusan universitas.
Walaupun Badan Pusat Statistik melaporkan bahwa jumlah pengangguran di Indonesia pada Februari tahun 2023 mengalami penurunan dibandingkan dengan kondisi pada bulan Agustus 2022, tetap saja hal ini masih menjadi sebuah pertanyaan yang harus bisa ditemukan solusinya. Mengapa sarjana saja masih bisa menganggur? Apakah sulit untuk mencari pekerjaan di Indonesia? Atau ada faktor lain yang memengaruhi?
Fenomena ini sudah menjadi hal umum yang biasa terjadi di masyarakat. Lulus dengan menyandang gelar sarjana dan tidak memiliki pekerjaan merupakan hal yang menyedihkan. Masyarakat biasa menyebutnya dengan istilah penganguran yang terdidik. Pengangguran merupakan sebuah kondisi dimana ketika seseorang ingin bekerja namun tidak mendapat pekerjaan.
Kesulitan mencari pekerjaan umum dirasakan oleh masyarakat, terutama fresh graduate. Tuntutan – tuntutan yang terkadang tidak masuk akal sering sekali membuat sarjana merasa kesulitan dalam mencari pekerjaan, tak jarang banyak di luar sana para sarjana yang akhirnya memilih menjadi pengangguran.
Tapi, apakah hanya hal itu saja yang menjadi alasan mengapa sarjana masih bisa menganggur?
Banyak hal yang menjadi alasan kenapa sampai saat ini bergelar sarjana pun tidak menjamin sebuah pekejaan yang layak. Nah, hal-hal berikut ini menjadi semacam alasan mengapa para lulusan sarjana di Indonesia tetap saja menganggur.
Kurangnya Skill dan Kemampuan
Banyak sekali perguruan tinggi di Indonesia yang mempunyai kualitas mumpuni dan itu sudah terbukti serta diakui baik tingkat nasional maupun internasonal. Tapi, ada banyak sekali PR yang harus diperbaiki di dalamnya.
Sekarang ini tidak sedikit kampus yang terlalu menekankan nilai akademis daripada mengedepankan skill dan kemampuan. Hal ini menyebabkan lulusan nya hanya terpatok pada aspek teori bukan praktek, skill dan kemampuan menjadi tidak terbentuk secara optimal.
Selain itu, keterampilan yang di punya juga tidak berkembang dengan sempurna. Hal ini bisa menjadi penghambat bagi para sarjana dalam mencari pekerjaan.
Tidak Adanya Tujuan
Tujuan akan selalu ada ketika kita melakukan sesuatu di dunia ini. Begitu juga dengan menjadi sarjana. Tak jarang mahasiswa saat ini ketika ditanya “apa tujuan setelah lulus nanti?” jawaban mereka seperti halnya air sungai yang terus mengalir. Mengikuti alurnya saja.
Padahal penting bagi para mahasiswa ketika masih berkuliah untuk tahu arah dan tujuan nya ingin seperti apa. Jika tujuan nya saja tidak tahu, maka para sarjana akan merasa kesulitan dalam menyesuaikan minat serta bakatnya dalam bekerja.
BACA JUGA: 5 Hal ini Hanya Terjadi Pada Mahasiswa Universitas Terbuka, Lucu Sih!
Ego
Menjadi sarjana memang sebuah kebanggaan sendiri. Fakta bahwa perjalanan untuk memperoleh gelar sarjana tidak semudah seperti membalikkan tangan itu memang benar adanya. Itulah yang menjadikan kebanggaan tersendiri pada diri sendiri. Tapi terkadang kebanggan yang terlalu berlebihan bisa berdampak tidak baik.
Merasa lebih baik dari yang lain dan mempunyai ego yang tinggi, menjadi salah satu alasan kenapa pengangguran masih terjadi di kalangan sarjana. Ingin bekerja hanya di sebuah perusahaan besar dan menganggap rendah perusahaan di bawahnya, sudah menjadi hal massal yang terjadi saat ini. Padahal, segala sesuatu tidak harus dimulai dari atas, terkadang hal yang dimulai dari bawah bisa menjadi sebuah batu loncatan bagi kita.
Ketidaksesuaian dengan Bidang yang Diinginkan
Kesalahan yang sering dilakukan rata-rata masyarakat Indonesia termasuk sarjana yang sedang melamar pekerjaan, yaitu ketidaksesuain kemampuan yang dimiliki dengan keinginan perusahaan yang dilamar.
Misal, perusahaan membutuhkan kandidat yang ahli di bidang Sains Data, tapi kandidat melamar hanya dengan sertifikasi Ms. Word, alhasil nilai nihil lah yang di dapat. Tidak mencari tahu kemampuan apa yang diinginkan sebuah perusahaan sebelumnya ketika melamar pekerjaan bisa menjadi sebuah kesalahan fatal.
BACA JUGA: Udah Lulus Tapi Masih Nganggur? Inilah 7 Seni Jadi Pengangguran yang Disegani
Rasa Nyaman Menjadi Pengangguran
Hal sulit yang harus dilawan oleh para sarjana ketika lulus adalah berdiam diri dan menunggu. Kebanyakan yang terjadi saat ini adalah ketika sudah apply pekerjaan, maka yang dilakukan setelahnya adalah menunggu dan berdiam diri.
Alhasil, timbulah rasa nyaman yang sulit dilepaskan dalam kondisi seperti itu. Padahal, waktu kosong yang ada bisa diisi dengan mengikuti semacam kursus atau pelatihan kerja untuk menambah skill yang lain.
Mental dan Emosi
Berada dalam kondisi yang tidak dinginkan merupakan suatu hal yang sulit, bikin streass. Contohnya ketika tidak mempunyai pekerjaan. Keraguan serta kebimbangan tentang masa depan yang muncul bisa memutus langkah-langkah awal yang seharusnya dilakukan. Mental dan emosi bisa turut serta menjadi penyulut dalam keputusaan yang ada jika tidak dapat dikelola dengan baik. Pengendalian mental dan emosi merupakan kunci agar bisa terus bangkit bahkan dalam menghadapi kondisi ini.
BACA JUGA: Jurusan Ilmu Perpustakaan Istimewa, Jangan Dianggap Sepele!
Tak dipungkiri, bahwa gelar sarjana bisa mendatangkan manfaat seperti peluang karier menjadi lebih terbuka, memiliki kemampuan mendalam dalam bidang tertentu, serta memiliki kemampuan berpikir yang kritis.
Sampai saat ini, sarjana masih memiliki peranan penting yang signifikan. Berbekal ilmu pengetahuan yang mumpuni bisa menjadikan sebuah pegangan agar kita bisa menata hidup menjadi lebih baik dan terarah untuk kedepannya. Hidup sebagai manusia di dunia ini tidak boleh tertinggal dengan yang namanya ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan itu berkembang dan terus berkembang. Sarjana menjadi bentuk contoh bahwasannya kita telah menjadi manusia yang juga ikut berkembang sejalan dengan ilmu pengetahuan yang dipelajari.
Penting Nggak Penting
Penting tidaknya menjadi sarjana sejatinya tergantung dari diri masing – masing. Jalan hidup setiap orang itu berbeda – beda. Jangan pernah mengasumsikan bahwasannya pekerjaan yang layak hanya didapatkan oleh yang bergelar sarjana saja. Pemikiran seperti ini sering kita temui di masyarakat, akibatnya muncullah paradigma tentang sarjana akan memperoleh gaji yang tinggi dibandingkan dengan yang tidak sarjana.
BACA JUGA: Perempuan Sarjana Tanpa Karir
Sarjana tidak selalu dikaitkan dengan jalan menuju mendapatkan pekerjaan yang layak. Memang menjadi sarjana merupakan salah satu jalan pembuka agar bisa mendapatkan pekerjaan yang layak, tetapi pekerjaan yang layak dapat diperoleh tidak hanya dengan berstatus sarjana.
Ada banyak cara dan faktor – faktor tertentu untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan cara setiap orang berbeda – beda. Tujuan setiap orang menjadi sarjana tidaklah selalu sama, walaupun pada umumnya setiap orang menjadi sarjana agar mendapatkan pekerjaan yang layak tetapi kita tidak boleh menyamaratakan hal tersebut. Pentingnya sarjana itu tidak bersifat mutlak dan menjadi sarjana tentu tidak selalu menjadi pilihan yang tepat bagi sesorang, sesuai dengan minat dan bakat serta harus mempertimbangkan kondisi lainnya.
Menghadapi situasi yang sulit dimana ketika kita menyandang gelar sarjana tapi nganggur memang suatu hal yang tak jarang menyebabkan kebanyakan orang berputus asa. Kesulitan mencari pekerjaan memang kerap dialami oleh masing – masing orang, baik yang sarjana maupun tidak sarjana. Berpikir positiflah, belajar hal baru, mencoba mengembangkan kemampuan yang kita punya bisa menjadi kunci agar kita tidak terpaku dan berdiam diri dengan kondisi yang ada.
Tulis Komentar Anda