KOTOMONO.CO – Infrastruktur atau dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) padanan dari kata prasarana. Dewasa ini kata infrastruktur menjadi prioritas dalam kerangka pembangunan nasional, terutama sejak dimulainya era pemerintahan Presiden Jokowi. Terhitung sejak Pemilu Tahun 2014, Jokowi yang kala itu dipasangkan dengan Jusuf Kalla berhasil memenangkan Pemilu sehingga ia resmi menjadi orang nomor satu di negara demokrasi ini.
Sebagai orang nomor satu, Jokowi memiliki kekuasaan dalam menjalankan roda pemerintahan di Indonesia. Jokowi memulai masa pemerintahannya dengan mengadakan program Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sejahtera, Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Keluarga Sejahtera. Tak cukup dengan program itu saja, Jokowi juga berupaya untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur.
Proyek pembangunan infrastruktur yang telah dilaksanakan Jokowi di antaranya meliputi sarana Moda Raya Transportasi (MRT), pembangunan jalan tol dan jembatan, pasar desa, infrastruktur bendungan dan irigasi, infrastruktur digital seperti BTS (Base Trasceiver Station) dan satelit, kontruksi bandara, mendirikan PLTU, pembangunan sirkuit Mandalika, dan lain sebagainya.
BACA JUGA: Dear Pelaku Catcalling, Kalian Itu Nggak Punya Harga Diri!
Melihat tercapainya pembangunan sarana dan prasarana baru yang demikian pesat, pembangunan infratsruktur di Indonesia dapat dikatakan terus berjalan dengan baik seiring berjalannya waktu. Hal ini diperkuat dengan adanya regulasi khusus yaitu peraturan perundang-undangan dengan tujuan untuk pencepatan penyediaan infrastruktur.
Dikutip dari laman website KPPIP (Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktrur Prioritas) bahwa percepatan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional telah datur dalam Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2016. Kemudian Instruksi Presiden No. 6 tahun 2016 tentang Percepatan Proyek Strategis Nasional telah diterbitkan pada bulan Januari 2016.
Sebagai langkah dalam membangun pertumbuhan ekonomi di Indonesia serta sebagai upaya dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat, Jokowi menekankan bahwa pembangunan infrastruktur merupakan bagian dalam mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat. Hasil yang diharapkan dari adanya upaya pemerataan ekonomi ini adalah rakyat memperoleh lapangan pekerjaan, dapat tercukupinya kebutuhan sandang, pangan, dan papan, serta kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan yang kian membaik. Maka dari itu, masalah-masalah sosial seperti kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan sosial secara tidak langsung dapat teratasi.
Namun demikian, terlepas dari banyaknya pembangunan infrastruktur yang telah dilaksanakan tak lepas dari yang namanya pro dan kontra. Masalah yang kerapkali muncul pada pembangunan infrastruktur ialah adanya perampasan lahan milik warga serta rasa cemas warga akan adanya dampak panjang pada lingkungan tempat tinggal yang diakibatkan oleh pembangunan infrastruktur tersebut.
BACA JUGA: Film Sri Asih (2022) – Kalau Hakmu Dirampas, Lawan!
Pembangunan infrastruktur tentu membutuhkan material bahan tambang dalam jumlah besar, sehingga berpotensi besar dapat merusak lingkungan dan menimbulkan pencemaran air, pencemaran udara, dan pencemaran tanah.
Hal tersebut menjadi pertimbangan yang pada akhirnya membuat pihak kontra memiliki faktor penolakan yang kuat, sehingga berupaya melakukan perlawanan dari adanya proyek-proyek yang digencarkan oleh Jokowi ini. Bayangkan saja apabila lahan yang dibutuhkan pemerintah luasnya melebihi lahan pemukiman atau lahan tempat mata pencaharian warga, maka pilihan satu-satunya ialah warga harus meninggalkan tempat mereka atau melakukan aksi perlawanan.
Begitupula dengan dampak panjang yang harus warga alami, seperti tidak lagi memiliki pekerjaan, dampak pencemaran lingkungan, serta dampak lain yang maknanya condong dari arti kesejahteraan rakyat.
BACA JUGA: Bisa Nggak Sih Sarana Olahraga Berfungsi Sebagaimana Mestinya Aja?
Selain dari faktor lingkungan, pemenuhan hak warga dalam menerima UGR (uang ganti rugi) lahan milik warga juga kerapkali menimbulkan selisih pendapat sehingga terjadi kericuhan antara warga dengan pemerintah. Lihat saja seperti proyek bendungan yang dilakukan yang bertempat di salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang materialnya memanfaatkan dari bahan tambang. Proyek pembangunan bendungan ini menimbulkan pro dan kontra antara warga setempat dengan pemerintah.
Karena sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 yang mengatur tentang bagaimana menangani kendala pengadaan tanah untuk percepatan proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Hal ini karena apabila melihat isi dari Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 yang mengatur tentang pengadaan tanah dengan isi Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 dan Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 yang mengatur di bidang pertambangan, namun pelaksanannya proyek bendungan ini mendapatkan (IPL) Izin Penetapan Lokasi.
BACA JUGA: Giat Film Sebagai Media Propaganda LGBT dan Feminisme
Padahal, apabila dilihat dari Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menekankan bahwa ada kepastian hukum atas pengakuan, jaminan, dan perlindungan, seharusnya proyek tersebut bertentangan dengan hukum bahkan konstitusi, namun yang terjadi adalah proyek tersebut dapat lolos dan menjadi peraturan dalam pembangunan..
Melihat situasi yang demikian, apakah masih bisa dikatakan bahwa pembangunan infrastruktur apabila terus dijalankan akan dapat meningkatkan kesejahteraan atau justru menyengsarakan rakyat?
komentarnya gan