KOTOMONO.CO – Mendengar kata “reggae”, kebanyakan dari kita pasti akan langsung terlintas nama musisi Bob Marley. Wajahnya yang kalem dengan sebatang rokok di tangan dan rambut gimbal ditutupi kupluk berwarna merah, kuning, hijau selalu ikut-ikutan muncul dibayangan kita kalau mendengar musik reggae. Hal itulah yang kemudian oleh masyarakat luas dianggap sebagai citra musik reggae dimana pencintanya selalu dikaitkan dengan rambut gimbal.
Musik santai, dengan genjrengan gitar yang khas serta tempo lagu yang cenderung lambat adalah ciri musik reggae yang selama ini banyak kita dengarkan. Reggae sendiri muncul pada tahun 1960-an, di sebuah negara kecil bernama Jamaika. Topik lirik lagunya tidak jauh-jauh dari isu sosial dan politik, dimana pada saat itu perbudakan dan penindasan masih bergejolak di Jamaika. Meski tak jarang ada juga yang membawa tema percintaan dan masalah kehidupan sehari-hari.
Reggae kemudian menyebar luas ke seluruh dunia melalui kepopuleran Bob Marley. Reggae sendiri mulai masuk ke Indonesia pada tahun 1986, dimana saat itu terdapat band Black Brothers dari Papua. Baru pada tahun 1989, muncul nama Tony Q Rastafara. Musisi yang kemudian hari dikenal sebagai Bapak Reggae Indonesia melalui karya-karyanya yang luar biasa.
BACA JUGA: Janis Joplin, Queen of Blues Berjiwa Merdeka
Saya sendiri menyukai musik reggae sudah sejak lama. Saat era warnet masih berjaya, lagu “Kangen” karya Tony Q Rastafara sering diputar sembari menunggu file download-an selesai. Maklum, dulu belum ada Spotify. Mau dengerin lagu aja mesti download di warnet, itu pun harus sabar apalagi kalau komputer sebelah lagi maen game online, bisa tambah billing cuman buat nungguin download-an.
Alasan mengapa saya menyukai reggae adalah karena makna liriknya yang relate banget dengan kehidupan sehari-hari. Selain itu, saya sudah cukup bosan dengan lagu-lagu pop yang makna liriknya selalu didominasi tema romantisme dan percintaan, nggak cocok banget buat yang jomblo.
Lagu pertama yang membuat saya jatuh cinta kepada reggae adalah lagu “Don’t Worry”, karya Tony Q Rastafara. Selain musiknya yang membuat pendengar merasa rileks, makna liriknya juga sangat dekat dengan kegelisahan anak milenial yang terserang overthinking.
BACA JUGA: Peneroka Musik Kasidah Modern Pertama di Indonesia
Lagu-lagu reggae masih menjadi playlist yang memenuhi data pemutar musik di handphone saya. Meski teman-teman beranggapan, dengan potongan rapi dan wajah yang nggak reggae-able ini, saya nggak cocok sama sekali kalau mendengarkan apalagi menyukai musik reggae. Menurut mereka, pencinta musik reggae itu harusnya berambut gimbal. Ditambah lagi dengan kamar yang berhiaskan bendera bergambar daun ganja berlatarbelakang merah, kuning, hijau. Tapi, ya begitulah negeri kita. Selalu melihat apa-apa dari cover alias tampangnya. Padahal menyukai genre apapun sebenarnya tidak harus mengikuti gaya yang sama seperti para musisinya bukan?
Masyarakat kita sering mengaitkan sesuatu dengan hal yang identik. Lagu-lagu indie yang lagi populer akhir-akhir ini misalnya, selalu diidentikkan dengan anak senja yang puitis, yang selalu nongkrong dengan kopi di akhir hari sembari nyanyi-nyanyi. Wajar saja kalau reggae kemudian juga ikut diidentikkan dengan rambut gimbal ala Bob Marley. Nggak salah sih menilai sesuatu dari hal yang identik, tapi kalau sudah bicara selera tentu masing-masing orang punya kemerdekaannya sendiri-sendiri.
BACA JUGA: Honda Astrea, Motor Sejuta Umat yang Hits Pada Era-nya
Reggae adalah genre yang unik dengan warna musiknya yang bisa langsung kita kenali melalui tempo khasnya. Siapapun pasti langsung ‘ngeh’ ketika beat ala reggae dimainkan. Bahkan saat ini mulai banyak lagu pop yang dicover menjadi versi reggae. Bagi saya, menyukai musik reggae tidak harus mengikuti gaya atau sesuatu hal yang menjadi ciri khas dari reggae itu sendiri.
Masa bodoh sama anggapan orang-orang perkara harus rambut gimbal atau nggak, yang terpenting adalah sajian musik reggae santai, selow, namun tetap mempunyai pesan mendalam. Selain itu, musik reggae sering menjadi penyelamat ketika isi kepala lagi penuh-penuhnya. Mendengarkan sejenak lagu reggae disela-sela kesibukan, cukup membuat pikiran rileks dan tenang. Apalagi lagunya Bob Marley yang berjudul “Get Up Stand Up”, wah itu sudah seperti mars moodbooster kalau lagi males atau badmood. Kalo kamu gimana sob?