• Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Term of Service
  • FAQ
Kotomono.co
  • Login
  • Register
  • ARTIKEL POPULER
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • OTOMONO
  • K-Popers
  • PLESIRAN
  • PUSTAKA
  • LAINNYA
    • KILASAN
    • RELEASE
    • NYASTRA
    • FIGUR
    • OH JEBULE
    • KEARIFAN LOKAL
    • NGABUBURIT
    • UMKM
No Result
View All Result
  • ARTIKEL POPULER
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • OTOMONO
  • K-Popers
  • PLESIRAN
  • PUSTAKA
  • LAINNYA
    • KILASAN
    • RELEASE
    • NYASTRA
    • FIGUR
    • OH JEBULE
    • KEARIFAN LOKAL
    • NGABUBURIT
    • UMKM
No Result
View All Result
Kotomono.co
No Result
View All Result
  • ARTIKEL POPULER
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • OTOMONO
  • K-Popers
  • PLESIRAN
  • PUSTAKA
  • LAINNYA
Merdeka Belajar

Ilustrasi : Pixabay

Merdeka Belajar itu Kayaknya Butuh Mandiri dan Otonom

Dini Alan Faza by Dini Alan Faza
Agustus 24, 2020
in ESAI
0
Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsApp

KOTOMONO.CO – Pidato Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim, pada Hari Guru Nasional tahun lalu melambungkan istilah Merdeka Belajar melalui tagarnya. Isi pidatonya sendiri lumayan mengejutkan. Ada nuansa baru di situ.

Tidak ada itu nasihat-nasihat klasik atau kalimat-kalimat formal khas sambutan pejabat. Tak ada pula pernyataan-pernyataan abstrak nan mengawang-awang. Yang ada hanyalah serba kemungkinan. Yakni bahwa kemungkinan melakukan perubahan itu selalu ada. Dan ia perlu dicoba sekarang. “Mulai aja dulu,” mungkin begitu nasihatnya.

Nadiem tampaknya mendambakan figur seorang guru yang berciri enterpreuner, baik sikap dan karakter baiknya. Pada prinsipnya, guru itu seorang pembelajar sepanjang hayat. Kegagalan dan keberhasilan bukanlah tujuan. Ia sekadar alat penempa supaya dirinya makin baik saja.

Guru juga mesti kreatif. Karena itu ia tak boleh bergantung penuh pada kebijakan pemerintah dalam melakukan inovasi. Sebaliknya, melalui kreativitasnya, guru sanggup menerjemahkan segala bentuk kebijakan atau rumusan umum menjadi cara paling praktis, misalnya, di ruang kelasnya.

Nadiem mungkin ingin mengatakan bahwa guru harus punya otonomi terhadap bidang kerjanya sebagai seorang ahli. Dengan otonomi dan kewenangan penuh di ruang kelasnya, guru semakin percaya diri dan tak khawatir mencoba beragam pendekatan kepada siswanya.

Sayangnya, berbicara tentang otonomi, mau tak mau kita perlu juga membongkar isu kemandirian guru dalam menangani kendala-kendala pembelajaran di kelasnya. Tapi, kemandirian yang seperti apa?

Konsep kemandirian dalam profesionalitas kerja punya makna yang lumayan mirip. Ia mestilah seorang prosesional dan diakui kemampuannya. Melalui itu ia bisa berperan sebagaimana tuntutan keahliannya.

Jelas, seorang guru yang mandiri tak dihasilkan secara instan. Mahasiswa kependidikan yang baru saja lulus dan diterima sebagai tenaga pengajar di sekolah belum cukup dikatakan mandiri. Malahan, tak sedikit pula guru senior yang telah bekerja selama belasan tahun masih kesulitan menjadi guru yang mandiri.

Barangkali kemandirian itu tercermin dalam jawaban positif atas pertanyaan berikut ini.

Apakah pengambilan keputusan dalam pembelajaran guru mempertimbangkan tujuan yang relevan buat siswanya, kebutuhannya, dan kekhususan konteks di mana pelajaran itu berlangsung? Apakah guru melakukan diagnosis sebelum memberikan perlakuan kepada siswanya? Bila selesai diterapkan, apakah guru melakukan evaluasi? Apakah hasil evaluasi digunakannya dalam menganalisis permasalahan selanjutnya?

Memperhatikan pertanyaan di atas, guru tak ubahnya seorang peneliti. Ruang kelas, siswanya, dan interaksi di dalamnya adalah laboratoriumnya. Berdasar keahliannya, segala problem di sana coba diselesaikan.

Apakah demikian yang dilakukan guru dalam bekerja? Mungkin tidak. Mungkin juga iya.

Kenyataan di lapangan menunjukkan, guru tetap melakukan cara serupa meski tahu bahwa efeknya sangat minimal. Dari sini seolah otonomi atau kemandirian tak menguar. Kalau begini, timbul pertanyaan, lingkungan seperti apa yang memungkinkan guru berinovasi dan berkreasi dalam memecahkan kendala pembelajaran?

Pertanyaan itu nantinya akan bermuara juga pada kemungkinan tumbuhnya rasa percaya terhadap diri guru sebagai tenaga ahli pendidikan di kelasnya. Kepercayaan ini membawa konsekuensi yang cukup besar dan mengejutkan. Misalnya, sekolah tak perlu mengadakan ujian tertulis setiap semester, tengah semester atau diakhir setiap topik.

Memangnya bisa sampai begitu? Bisa. Bukankah tenaga ahli punya cara yang juga bisa dianggap “ahli” dalam mengatasi kendala-kendala pembelajaran dan yang dialami anak didiknya? Karena ahli, maka sudah tentu metode yang dipakainya tidak sama seperti yang khalayak bayangkan.

Dengan demikian antara pemerintah dan guru perlu ada rasa saling percaya. Percaya bahwa sebagai ahli pendidikan, guru akan mampu mengenali masalah dan mengatasinya dengan berbagai metode yang dikuasainya.

Nadiem sendiri melalui beberapa diskusi dan pernyataannya mencoba ‘tuk percaya. Akan tetapi tidak demikian dengan budaya birokrasi pendidikan kita secara umum. Mengubahnya, teramat sulit. Karena sudah membudaya, berarti perlu menciptakan budaya tandingan.

Sayangnya, karena menjadi adat kebiasaan, sudah jelas ia diikuti oleh mayoritas (atau bahkan semua orang!). Artinya, upaya ini hanya akan berhasil bila sebanyak manusia yang sama mau menganut budaya tandingan itu.

Apakah itu mungkin?

Entah mungkin atau tidak, sesuatu tetap perlu dicoba. Seperti nasihatnya kepada guru-guru, Nadiem pun tak tinggal diam. Lebih tepatnya, tidak mungkin, mengingat kapasitasnya sebagai orang nomor satu di bidang pendidikan. Ia kemudian coba mengubah iklim pendidikan Indonesia dengan program unggulan Merdeka Belajar yang berjumlah lima episode.

Apakah ini akan mengubah segalanya? Mari kita ikuti saja.

Gagasannya soal Merdeka Belajar terinspirasi dari spirit kemerdekaan Ki Hadjar Dewantara. Konsep pilihannya itu menganggap bahwa melalui pendidikan semestinya jiwa, pikiran, dan tenaga anak dapat berkembang secara merdeka sebagaimana potensinya.

Untuk menghindari supaya gagasan itu tak hanya indah pada dirinya sendiri, pertanyaan pun perlu dilontarkan. Kira-kira apa yang dulu dilakukan Ki Hadjar Dewantara dalam mewujudkan ide-idenya? Apakah cara itu bisa dilakukan kembali di masa ini? Bila tidak persis demikian, apa saja yang perlu disesuaikan dengan perkembangan zaman?

Kebanyakan orang terpesona dengan gagasan-gagasan tokoh terdahulu. Mengamininya, apalagi mempromosikannya, seolah menimbulkan rasa bangga. Namun, sejauh mana orang mengikuti jejaknya? Apakah orang tahu hambatan apa saja yang ditemui tokoh itu? Sudahkah kita membaca karya-karyanya?

Saya pikir Nadiem berasumsi bahwa kebanyakan pendidik tahu belaka sepak terjang Bapak Pendidikan Indonesia. Mungkin mantan pendiri Gojek ini mengira bahwa mereka telah mengkhatamkan, minimal, kumpulan tulisan Raden Mas Soewardi Soeryaningrat bertema Pendidikan terbitan Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.

Mungkin karena itulah konsep pendidikannya dibiarkannya tetap abstrak. Bahkan sampai kini belum ada peraturan yang mengupas Merdeka Belajar. Padahal kita tahu, kebijakan itu biasanya disertai petunjuk yang luar biasa teknis sebagai turunannya, sehingga para pelaksana tinggal jalan saja.

Saya beranggapan, di sinilah permasalahannya. Banyak guru yang kurang mampu menerjemahkan konsep abstrak. Coba bayangkan, bila permasalahan di pendidikan sangat banyak dan kompleks, bukankah butuh cara atau metode sebanyak itu? Wah, pusing juga ya.

Tapi ada cara. Dan ini pernah diajarkan saat mahasiswa dulu, yakni tentang filsafat pendidikan, psikologi pendidikan, psikologi perkembangan dan pedagogi. Pengetahuan tentangnya sedikit-banyak menuntun orang melihat hal-hal universal dalam pendidikan. Kemudian dari sana guru mampu memprediksi detail-detail kecil lainnya.

Bila kemampuan itu ada pada sebagian besar guru, ditambah kepemilikan atas otonomi serta sikap mandiri, program unggulan Nadiem boleh jadi lebih mudah diimplementasikan.

Tags: Esaigurumendikbudmerdeka belajarnadiemOpiniPendidikan

Mau Ikutan Menulis?

Kamu bisa bagikan esai, opini, pengalaman, uneg-uneg atau mengkritisi peristiwa apa saja yang bikin kamu mangkel. Karya Sastra juga boleh kok. Sapa tahu kirimanmu itu sangat bermanfaat dan bisa dibaca oleh jutaan orang. Caranya? Klik disini


Dini Alan Faza

Dini Alan Faza

Redaktur
Sehari-hari sebagai Pengajar di sebuah sekolah

Sapa Tahu, Tulisan ini menarik

Budaya Orang Batang

Berkat Budaya Wong Batang Ini, Uang Receh Masih Dibutuhkan

Januari 26, 2023
145
Tipe dan Macam love language

5 Macam Love Language Menurut Dr. Grey Chapman, Yuk Kenali!

Januari 26, 2023
147
Lisa Blackpink dan kabar pindah agensi lain

Seandainya Saya Jadi Lisa Blackpink dan Dapat Tawaran Pindah Agensi

Januari 25, 2023
156
Alasan Kenapa Orang Tidak Memasang Foto Profil WhatsApp

Alasan Kenapa Orang Tidak Memasang Foto Profil WhatsApp

Januari 25, 2023
172
Berita Viral Bayi Diberi Kopi Susu

Perihal Bayi Diberi Minum Kopi, Ternyata Pengguna Medsos Juga Perlu SIM

Januari 24, 2023
153
Pernikahan Dini Pelajar Hamil Di Luar Nikah

Saran Kepada Bupati Daerah dan Gubernur untuk Mengatasi Banyaknya Pelajar yang Hamil di Luar Nikah

Januari 24, 2023
210
Load More

Komentarnya gan


Ada Informasi yang Salah ?

Silakan informasikan kepada kami untuk segera diperbaiki. Pliss "Beritahu kami" Terima kasih!


TERBARU

Gembira Loka Zoo, Taman Rekreasi Satwa Terbesar Di Jogja

Surat Cinta Untuk Starla The Series: Yakin Bikin Penasaran

Kripala Dekso Coffee and Resto, Spot Kuliner Ciamik di Jogja Bagian Barat

Menikmati Tanggal Tua Dengan Sate Kere Khas Solo

Solusi Jitu Ketika TPA Kota Pekalongan Over Kapasitas

Berkat Budaya Wong Batang Ini, Uang Receh Masih Dibutuhkan

5 Macam Love Language Menurut Dr. Grey Chapman, Yuk Kenali!

LAGI RAME HARI INI

Sinopsis Dorama Silent (2020)

Dorama Silent (2022): Drama Bagus dengan Premis Menarik, Tapi Nanggung

November 17, 2022
1.5k
Wisata hits Purwokerto - Menggala Ranch

Menggala Ranch Banyumas, Wisata Ala View New Zealand di Jawa Tengah

Mei 25, 2022
5k
Shuntaro Chishiya dalam serial Alice in Borderland

Membedah Karakter Shuntaro Chishiya di Serial Alice in Borderland

Januari 11, 2023
453
Sate Winong Mustofa Purworejo

10 Rekomendasi Kuliner Enak di Purworejo Tahun 2023

November 9, 2021
5.1k
Resensi Buku Loneliness is My Best Friend karya Alvi Syahrin

Kamu Tidak Sendirian, Karena Kamu Punya Kamu

November 1, 2022
773
Review Buku Novel Ezaquel

Resensi Novel Ezaquel Karya Siti Habibah

April 12, 2022
1.7k
Florawisata D’Castello Ciater, Wisata Hits Subang Bak di Negeri Dongeng

Florawisata D’Castello Ciater, Wisata Hits Subang Bak di Negeri Dongeng

Juni 11, 2022
2.6k
Legenda Dewi Lanjar Pantai Utara

Kisah Legenda Asal-usul Dewi Lanjar

Agustus 12, 2016
37.6k
Sinopsis dan Review Novel Laut Bercerita

Tentang Sosok Kinan, Si Wanita Tangguh dari Novel Laut Bercerita

September 6, 2022
794
Resensi Novel Janji karya Tere Liye

Janji Bukan Sekedar Janji dari Novel Terbaru Tere Liye

September 15, 2022
1.2k
header-kotomono

RINGAN-RINGAN SEDAP

 

TENTANG  /  DISCLAIMER  /  KERJA SAMA  /  KRU  /  PEDOMAN MEDIA SIBER  /  KIRIM ARTIKEL

© 2023 KOTOMONO.CO - ALL RIGHTS RESERVED.
DMCA.com Protection Status
No Result
View All Result
  • ARTIKEL POPULER
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • OTOMONO
  • K-POPers
  • PLESIRAN
  • PUSTAKA
  • LAINNYA
    • KILASAN
    • RELEASE
    • NYASTRA
    • OH JEBULE
    • FIGUR
    • KEARIFAN LOKAL
    • NGABUBURIT
    • UMKM
  • Mau Kirim Tulisan?
  • Login
  • Sign Up

Kerjasama, Iklan & Promosi, Contact : 085326607696 | Email : advertise@kotomono.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In