KOTOMONO.CO – Menuliskan sejarah juga tidak semudah menuliskan artikel biasa. Karena menulis sejarah itu nggak seperti orang bercerita tentang peristiwa yang dianggap bersejarah. Menulis sejarah membutuhkan pemikiran. Terutama, untuk memahami peristiwa yang terjadi di masa lampau.
Ketika seorang sejarawan menulis peristiwa yang terjadi di masa lampau, maka yang dibutuhkan adalah kemampuan daya pikir kritis untuk menganalisis dan menafsirkan sumber-sumber bukti yang ada. Lantas, dipublikasikan baik dalam bentuk lisan maupun tulisan secara berurutan tentang kronologi peristiwa tersebut terjadi. Simpelnya metode penulisan sejarah adalah metode yang harus dilakukan penulis atau sejarahwan dalam menulis suatu sejarah.
Mungkin saja teman-teman masih ada yang kurang tahu mengenai bagaimana sebenarnya menuliskan sejarah yang baik dan benar. Nah, berikut ini akan kita ulas sekilas mengenai 4 metode dasar penulisan sejarah yang paling sering digunakan sejarahwan. Apa saja?
1. Metode Heuristik (Pengumpulan Sumber-sumber Bukti)
Hal pertama yang harus dilakukan oleh penulis sejarah adalah menggali informasi tentang peristiwa di masa lampau. Makanya, diperlukan pencarian sumber-sumber bukti atau data sejarah yang dikenal dengan ilmu heuristik.
Ada dua macam sumber data sejarah yaitu sumber primer dan sekunder. Sumber primer, merupakan sumber bukti yang ada pada saat peristiwa itu terjadi. Seperti arsip, naskah kuno, prasasti, silsilah, rekaman suara dan lain sebagainya.
Sumber sekunder merupakan sumber bukti sejarah yang didapatkan secara tidak langsung pada saat peristiwa tersebut terjadi. Seperti laporan hasil penelitian, karya ilmiah (skripsi, tesis, dan disertasi), biografi, dan sebagainya. Sumber ini dapat diperoleh pada perpustakaan, lembaga penelitian dan lain sebagainya.
BACA JUGA: Cara Mudah Belajar Membaca dan Menulis Aksara Jawa Nglegena
2. Metode Verifikasi (Kritik Sumber Bukti)
Setelah mengumpulkan bukti-bukti yang diperlukan, tahapan selanjutnya adalah verifikasi. Artinya, kita harus bisa mengkritisi dan memastikan keaslian dari sumber bukti yang sudah diperoleh dan mengetahui nilai sejarah apa saja yang telah ia bawa.
Makanya, dalam melakukan verifikasi sumber bukti setidaknya dibutuhkan dua teknik, yaitu:
- Keaslian Sumber
Hal pertama yang dilakukan setelah mengumpulkan sumber bukti adalah mengecek keaslian sumber bukti tersebut berdasarkan tampilannya. Mengapa? Agar kita dapat mengetahui sumber bukti tersebut asli atau salinan.
Contohnya dalam memverifikasi sumber bukti berupa dokumen, kita harus dapat melihat setiap detail bagian dari dokumen tersebut. Seperti bahannya, tintanya, gaya tulisannya, bahasanya dan bahkan setiap huruf yang tertulis harus diperhatikan secara saksama.
Jika kita sudah mengamati secara detail dari bukti yang dimiliki, maka pertanyakan kembali bukti tersebut dengan lima pertanyaan pokok. Seperti: kapan bukti itu dibuat? Di mana bukti itu di buat? Siapa yang membuatnya? dan Dari bahan apa ia dibuat?
- Kesahihan Sumber
Selanjutnya kita harus mempertanyakan kembali apakah sumber bukti tersebut dapat dipercaya tahu tidak dan nilai sejarah apa saja yang dibawa oleh sumber bukti tersebut. Akan jadi lebih baik jika sumber bukti tersebut memiliki saksi langsung yang mengetahui secara pasti seluk-beluk bukti tersebut. Atau paling tidak, ada keterangan saksi tidak langsung yang hanya mengetahui keterangan dari saksi sebelumnya (saksi berantai).
BACA JUGA: 4 Kelompok Pelajaran yang Perlu Kamu Kuasai untuk Jadi Guru
Menurut Garraghan, dalam kasus tertentu terkadang tradisi lisan lebih dapat dipercaya daripada bukti yang berupa teks/dokumen, jika didukung oleh saksi ahli yang dapat menceritakan bukti tersebut dengan baik dan benar. Karena bisa jadi dalam proses pembuatan teks/dokumen tersebut terjadi kesalahan dalam penulisannya.
Perlu diketahui kebenaran dari sumber bukti yang di dapat baik secara lisan maupun tulisan pada hakikatnya sama saja, selama sumber bukti tersebut dapat dibuktikan kebenarannya. Setelah sumber bukti sudah diverifikasi, maka bisa dikatakan sebagai fakta sejarah.
3. Metode Interpretasi (Analisis Fakta Sejarah)
Interpretasi atau biasa disebut dengan penafsiran. Metode ini memerlukan analisis sejarah agar kita dapat mengetahui sejumlah fakta yang ada berdasarkan sumber bukti sejarah yang dimiliki. Kemudian kita interpretasi secara menyeluruh.
Dalam proses interpretasi seorang sejarawan harus mampu menganalisis faktor-faktor apa saja yang menyebabkan peristiwa tersebut terjadi. Tidak jarang para sejarawan dipaksa untuk menduga-duga bagaimana peristiwa tersebut terjadi berdasarkan sumber bukti yang sudah dikumpulkan. Akibatnya bisa saja hasil dugaan tersebut tidak sesuai dengan fakta sejarah yang sebenarnya. Akan tetapi, paling tidak, mereka berusaha dengan keras untuk mengungkap misteri fakta sejarah yang sebenarnya.
4. Metode Historiografi (Penulisan Sejarah)
Historiografi biasa digunakan oleh sejarawan sebagai media untuk mengkomunikasikan dan mempublikasikan hasil penelitian mereka baik berupa lisan maupun tulisan tentang sejarah yang telah mereka ungkap. Sebelum melakukan Historiografi tentu saja mereka harus melalui tahapan-tahapan metode penulisan sejarah sebelumnya, berupa Heuristik, verifikasi dan interpretasi.
BACA JUGA: Apa Sih Sinematografi Itu?
Maka dari itu dalam penulisan sejarah para sejarawan dituntut untuk dapat memberikan gambaran proses penelitian mereka dari awal (fase perencanaan) hingga akhir (penarikan kesimpulan). Sebelum melakukan penulisan sejarah hendaknya para sejarawan memiliki kualifikasi sebagai berikut:
- Penulis tersebut harus memiliki kemampuan untuk mengungkapkan hasil penelitian mereka dengan bahasa yang baik dan benar.
- Penulis harus mampu menceritakan bagaimana kronologi peristiwa tersebut dapat terjadi menjadi secara runtut dan menjadi satu kesatuan utuh dalam cerita.
- Penulis dapat menjelaskan berbagai sumber bukti yang telah ia temukan dan menjadikan sebagai pedoman dalam menuliskan sejarah.
- Penulis diharapkan mampu memberikan argumen atau alasan dalam setiap peristiwa yang terjadi berdasarkan semua bukti yang telah ia kumpulkan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara penulisan sejarah dengan penulisan ilmiah lain adalah terletak pada aspek penekanan kronologi ceritanya yang disusun secara sistematis. Maka dari itu, dalam pemaparan alur cerita harus runtut berdasarkan bukti-bukti yang telah dikumpulkan sebelumnya.
Berikan komentarmu