KOTOMONO.CO – Udara siang cukup menguras keringat. Kami duduk-duduk di sebuah warung milik seorang teman. Ngobrol soal kehidupan. Wuih! Nggaya betul ya? Tapi begitulah kalau aku dan teman-teman sedang pada ngumpul. Ada saja yang diobrolkan.
Kebetulan, salah seorang dari kami ada yang membawa produk kopi kemasan bikinannya. Minuman kopi itu dikemas dalam botol dan dilabeli. Desainnya bagus. Bikin penasaran kayak apa rasa minuman kopi itu. Kata temanku sih ada campuran beberapa bahan rempah. Wah, makin penasaran aku.
Singkat cerita, aku pun ambil minuman kopi itu dua botol. Langsung bayar. Kontan! Takut, kalau ngutang biasanya suka lupa sih.
Botol pertama aku buka. Aku siapin es batu yang diwadahi gelas. Iya, kata temanku yang bikin minuman kopi itu, kopinya enak kalau diminum dingin. Aku tuang kopinya. Lalu, sedikit aku cicipin. Satu seruputan dulu.
Lidah aku mencecap. Berusaha mengenali komposisi rasa yang disajikan dalam minuman kopi itu. Aku rasakan, lidahku seperti merasakan ada rasa lemon, sedikit daun mint, dan kayu manis. Wah, seger bener! Seketika, aku teringat minuman kopi bikinan kawanku yang buka kedai di Poncol. Rasanya mirip. Bedanya, sensasi lemonnya tajeman punya kopi temanku yang bikin kedai di Poncol.
Setelah sesi tester itu, kembali lingkaran itu diisi dengan obrolan lagi. Sampai akhirnya satu botol minuman kopi itu habis. Aku tak membuka botol satunya lagi. Sengaja aku simpan untuk dibawa pulang. Buat persediaan di rumah.
Sambil melanjutkan obrolan, aku mainin botol kosong itu. Lama-lama aku kok merasa kenal dengan botol yang satu ini. Bentuk dan warnanya sama persis dengan botol jenis minuman keras. Dan dugaanku benar. Pada salah satu sisinya ada benjolan yang berbentuk logo minuman keras itu.
Aku tersenyum. Menurutku, ini sangat kreatif. Temanku bisa memanfaatkan botol bekas itu dengan baik. Dijadikan wadah buat minuman kopi bikinannya.
Nah, ngomongin botol bekas minuman keras, tiba-tiba ingatanku surut ke belakang. Aku ingat, suatu hari beberapa orang teman mengeluhkan soal botol minuman keras. Mereka mengeluh karena botol-botol itu diambil tanpa permisi dari tempatnya oleh seseorang. Mula-mula, botol-botol itu ditaruh di rak yang diletakkan di sudut sanggar. Botol-botol bekas itu didapatkan dari teman mereka yang bekerja di hotel. Wah, tentu harganya mahal. Merk luar negeri punya. Mereka sengaja membeli botol kosong dari teman mereka, untuk keperluan perlengkapan pentas teater.
Tetapi entah bagaimana mulanya, tiba-tiba, pada suatu pagi, botol-botol itu raib. Mereka lantas bertanya, siapa yang mengambilnya. Eh usut punya usut, seseorang itu masih nggak jauh dari sanggar. Orang dalem.
Mereka pun menyelidiki, apa motif si pengambil botol itu. Ternyata, alasannya tak meleset dari dugaan. Yaitu, ia merasa terganggu dengan keberadaan botol-botol itu. Lalu, ia membuangnya karena ia beranggapan bahwa botol-botol bekas itu haram.
Kecewalah mereka itu. Menurut mereka, pandangan orang dalem itu sangat sempit. Tindakannya juga terlalu gegabah, karena tdak berusaha mengkomunikasikan masalahnya. Asal main comot dan dihancurkan.
Oh! Aku jadi merasa kasihan pada botol-botol itu. Masak hanya gara-gara botol bekas minuman keras lalu dianggap buruk? Bahkan, mereka yang memulung botol itu juga dipandang salah. Dipikirnya, mereka para pemabuk. Lalu, marah-marah. Padahal, botol tetaplah botol. Ia tak langsung berkaitan dengan minuman keras, sekalipun itu bekas botol minuman keras. Juga tak langsung berkaitan dengan mabuk-mabukan. Sama seperti botol bekas minuman keras yang dijadikan wadah minuman kopi bikinan temanku.
Mestinya, kalau pandangan orang dalem itu tetap dipakai, maka bukan tidak mungkin dia akan membuang botol-botol bekas minuman keras yang dijadikan wadah minuman kopi. Kemudian, dia akan menudingku sebagai pemabok gara-gara memegang botol itu.
Benar-benar, aku nggak habis pikir. Apa salahnya botol? Mengapa ia selalu berpandangan buruk pada botol? Kalau botol salah, lalu pernahkan ia berpikir, bagaimana caranya botol itu minta maaf padanya? Mengapa hanya botol? Mengapa tidak sekalian gelasnya? Pecahkan saja biar ramai. Biar mengaduh sampai gaduh!
Entah. Sekarang bagaimana. Orang dalem itu apa masih memiliki pikiran yang sama? Masih utuh dan cenderung keras kepala? Aku sama sekali nggak ngerti kabarnya. Mungkin aku perlu bertanya pada botol-botol itu. Siapa tahu botol-botol itu lebih tahu jawabannya.
Dan malam ini, ketika aku rampungkan tulisan yang nggak jelas ini, satu botol minuman kopi kutenggak lagi. Ah, sudah ngopi hari ini? Aku sudah. Kamu?