KOTOMONO.CO – Dua sahabat saya, sepertinya sedang didera masalah. Serius pula. Kok serius? Lha iyalah! Wong statusnya di facebook seolah memperlihatkan kalau masalah yang dihadapi mereka itu masalah yang besar. Nggak cuma itu, masalahnya juga penting. Makanya, semua mata yang biasa membuka facebook seolah-olah perlu dibelalakkan, supaya semua orang jadi tahu duduk perkaranya.
Sudahlah. Nggak perlu serepot itu, kawan. Semakin panjang kalimat yang kau tulis di facebook, hanya untuk menepis anggapan yang kau anggap tidak benar itu, semakin banyak orang justru mengartikannya berbeda dengan apa yang kau inginkan. Gampangnya, ketika kau bilang “tidak”, maka orang lain meyakini bahwa yang kau katakan itu adalah “iya”. Semakin terang kau menjelaskannya, penerimaan orang lain malah sebaliknya. Mereka akan memandang bahwa yang kau lakukan itu adalah “penggelapan”.
Begitulah dunia media. Begitulah dunia kata-kata. Semua menjadi serba mungkin. Serba bisa berkebalikan. Jungkir balik dan terus jungkir balik. Serba repot. Serepot yang sedang dialami oleh dua kawan baik saya itu. Oh ya, maaf demi menjaga reputasi dua kawan saya itu, nama kedua kawan saya tidak saya cantumkan di sini.
Ya, sebagai seorang entertaint saya kira perlu trik yang cerdas. Bukan hanya mempesona di atas panggung. Seorang entertaint yang cerdas tentu akan diundang oleh banyak pihak. Diminta untuk mengisi panggung-panggung yang disediakan oleh panitia. Tentu, pihak pengundang pun nggak sembarangan mengundang para penampil yang akan mengisi hiburan di atas panggung. Banyak pertimbangan. Terutama, berkenaan dengan daya magnet seorang entertaint itu. Pihak pengundang sudah pasti akan menggunakan jasa seorang entertaint yang mampu memobilisasi massa dalam kapasitas yang besar. Itu wajar.
Situasi seperti sekarang, ketika sedang ramai-ramainya orang merayakan Pilkada, sudah barang pasti kalau acara-acara sosialisasi atau kampanye pasangan calon itu akan melibatkan para pekerja hiburan alias para penghibur atau apalah sebutannya. Mau seniman, pekerja seni, pelaku seni atau apa saja. Mengapa? Mungkin karena para entertaint itu jauh lebih menarik dan mempesona ketimbang calon-calonnya. Mungkin saja begitu. Di samping itu, kegiatan sosialisasi atau kampanye yang paling laris diserbu orang ya memang via hiburan. Karena orang memang butuh hiburan. Bukan pidato-pidato politik yang berbusa-busa, yang kadang juga sulit dipahami.
Sayang, di Kota Pekalongan, kedua pasangan calon ini sepertinya kurang bisa memainkan peran sebagai seorang entertaint. Mungkin karena hari-harinya dipenuhi dengan isu-isu atau kabar-kabar yang menegangkan. Apalagi kalau sudah mendengar bisikan soal hasil survey. Bisa jadi, mereka-mereka ini kelimpungan. Berusaha meraup simpati dari masyarakat yang rata-rata belum menentukan pilihannya hingga saat ini. Kalaupun ada yang sudah menentukan pilihannya, paling jumlahnya tak begitu banyak.
Karena para politisi ini sudah serba tegang, mereka pun nggak sanggup lagi untuk jadi penghibur. Maka, mereka pun perlu dihibur. Salah satunya dengan mengadakan acara hiburan untuk warga. Sebenarnya, mereka sendiri mungkin tak begitu peduli juga sih sama aksi para penampil saat di atas panggung. Bagi para paslon, hiburan yang sebenarnya adalah banyaknya orang yang berduyun-duyun datang ke acara hiburan itu tadi. Dengan begitu, mereka mungkin sedikit lega karena punya gambaran besar atau kecilnya dukungan warga kepada mereka ini.
Ya, kalaupun mereka bisa ketawa-ketiwi saat acara berlangsung, mungkin saja itu sekadar usaha mereka menutupi ketegangan. Soalnya, dalam public relation, diajarkan pula kalau kamu jadi public figure maka mesti pasang tampang yang paling manis. Kudu ramah, penuh pesona dan jika perlu “menggoda”.
Nah, dalam acara panggung hiburan itu yang paling sibuk ya pastinya panitia. Bukan yang lain. Para pasangan calon tentu juga sibuk. Tapi, bukan ngurusi acaranya. Yang diurusi soal hasil survey sementara. Juga soal itung-itungan modal yang kudu dikeluarkan. Kalau dirasa masih cukup aman ya tak cukup masalahlah. Tapi kalau dirasa belum aman, mereka mesti muter otak lagi buat cari tambahan.
Makanya, dalam acara hiburan yang begitu itu, sudah tentu panitialah yang kerap berhubungan langsung dengan para pengisi acara. Sudah barang tentu juga di dalam penyelenggaraan acara itu ada hal-hal yang kurang sempurna. Terutama hal-hal teknis. Jadi, panitia itu sibuk sangat. Bahkan, mungkin sampai lupa makan.
Keadaan yang serba sibuk itu kadang membuat siapa saja yang terlibat dalam acara itu bisa saja lepas kontrol. Sehingga, tidak heran kalau ada kalanya pengisi acara melakukan hal-hal yang di luar batas. Lantas, setelah peristiwa itu terjadi, ramailah orang di luaran berkomentar. Berbagai macam celemongan dilayangkan. Bahkan, boleh jadi yang kena sasaran bukan pasangan calonnya melainkan pengisi acara yang mungkin sebenarnya hanya datang dan mengisi acara karena permintaan panitia.
Tentu, peristiwa itu cukup membuat gelisah. Apalagi kalau sudah nuansanya dibawa ke ranah politik bahkan sampai ke hukum. Siapa pun kalau sudah dihadapkan pada masalah hukum, bawaannya ngeri. Seolah-olah bumi berhenti berputar seketika.
Lantas, dalam gelisah itu, siapa pun akan berusaha susah payah membela diri. Itu wajar. Manusiawi. Tetapi, hemat saya, kalau memang pengisi acara itu sekadar memenuhi permintaan panitia, mengapa mesti repot membela diri, sendirian pula? Mestinya, mintalah kepada panitia acara untuk mengklarifikasi atas disinformasi itu. Mintalah mereka supaya membela para pengisi acara. Bahwa di dalam kegiatan itu panitia lalai menjalankan tugas. Sebab, di dalam kegiatan tersebut sudah diatur sedemikian rupa apa-apa yang boleh dan apa-apa yang dilarang. Pastinya, panitia punya kan SOP atau aturan mainnya?
Kalau nggak punya, itu konyol namanya. Sebab, sependek yang saya tahu, Bawaslu juga memberikan rambu-rambu yang juga mesti diperhatikan oleh masing-masing pihak. Jadi, kalau ada pelanggaran bisa saja ditindak.
Saya kira, panitia pastinya sudah sangat mafhum aturan main itu. Dan akan selalu menerapkan aturan itu dalam setiap kegiatan kampanye mereka. Mestinya juga disampaikan kepada semua penampil, baik yang menjadi bagian dari pendukung maupun bukan pendukung alias sebagai pekerja panggung hiburan profesional. Kalau aturan itu tak disampaikan kepada para pengisi acara, nah itu perlu dipertanyakan.
So, untuk menghindari hal-hal itu, ada baiknya seorang penghibur yang diundang untuk mengisi acara kampanye perlu membuat surat perjanjian. Perlu juga minta tata tertib aturan main saat menghibur. Tanyakan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Dan jika ada yang terlanggar, konsekuensi apa yang mesti ditanggung oleh dua belah pihak. Sehingga jelas, siapa yang mesti bertanggung jawab atas kekeliruan yang terjadi.
Tapi, sebenarnya kekeliruan itu sengaja apa nggak ya? Atau jangan-jangan update-an status di facebook kedua kawan saya itu juga jadi bagian dari strategi kampanye? Ah, entahlah.
Yang jelas, dua kawan saya itu adalah orang-orang entertaint yang tergolong senior. Waduh! Salah dong kalau saya panjang-panjang nulis beginian? Bisa saya bisa kena semprot nih! Tapi, bolehlah untuk pelajaran bersama, terutama bagi yang baru terjun ke dunia entertaintmen.