• Pedoman Media Siber
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Term of Service
  • FAQ
Kotomono.co
No Result
View All Result
  • Login
  • Register
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • UMKM
  • OH JEBULE
  • FIGUR
  • PLESIR
  • NGULINER
  • WISDOM
  • PUSTAKA
  • LAINNYA
    • KILASAN
    • NYASTRA
    • NGABUBURIT
    • RELEASE
    • EDUKASI
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • UMKM
  • OH JEBULE
  • FIGUR
  • PLESIR
  • NGULINER
  • WISDOM
  • PUSTAKA
  • LAINNYA
    • KILASAN
    • NYASTRA
    • NGABUBURIT
    • RELEASE
    • EDUKASI
No Result
View All Result
Kotomono.co
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • UMKM
  • OH JEBULE
  • FIGUR
  • PLESIR
  • NGULINER
  • WISDOM
  • PUSTAKA
  • LAINNYA
Pandemi covid 19

Sumber pixabay.com

Pandemi

Elif Hudayana by Elif Hudayana
November 23, 2020
in NYASTRA
0
Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsApp

KOTOMONO.CO – Akhirnya seremoni itu selesai. Sebuah kegiatan rutin yang mengulang-ulang kebiasaan yang sama itu membuat rasa kantuk lebih cepat datang. Sampai kadang, aku ajukan pertanyaan, apakah tidak ada cara lain untuk membuat seremoni itu jadi berkesan, hidup, dan penuh daya? Rasanya, percuma saja pertanyaan itu kuajukan. Sebab, selalu akan dijawab, itu sudah jadi aturannya. Titik!

Usai seremoni itu wajah-wajah penuh tawa itu membuncah. Tak reda-reda, seperti hujan gerimis yang berkepanjangan. Tak jelas kapan akan usai. Entah, apa yang tersembunyi di balik pikiran mereka, hingga tawa itu meledak berestafet tanpa jeda. Terbawa pula sampai di koridor dengan sama-sama mengulum senyuman penuh geli. Bedak luntur tak disoal. Mata lelah karena kelopak yang menopak mascara tak jadi perhatian. Kerudung yang bentuknya tak sempurna menutup kepala juga terabaikan.

Para lelaki, seperti biasa, mereka berusaha tetap memperlihatkan kegagahan mereka. Dalam balutan baju yang berangkap-rangkap, mereka menutupi rasa gerah. Beruntung mereka, lapis terluarnya adalah jubah hitam kebesaran mereka, toga. Membuat keringat tak terlampau jelas nampak dipandang.

Yang jelas, peristiwa itu peristiwa yang mereka nantikan. Perjalanan selama empat tahun mereka tuntaskan. Ada yang lebih sih. Ada juga yang kurang dari empat tahun. Kemampuan otak, dompet dan spirit menjadi patokan. Perjuangan mereka terbayarkan dengan perpindahan tali secuil itu dari kiri ke kanan. Ah payah. Kalau sekedar memindahkan tali saja, kenapa pula kau harus susah payah bertahun-tahun?

Aku gerah, jubah berbahan yang tak ramah cuaca ini menguras keringat lebih cepat. Basah tubuh, lengket. Untung keluargaku tidak terlalu rempong dengan kebiasaan foto atau swafoto. Kami memang tidak gandrung media sosial. Jadilah aku bisa bebas melepas topi dan jubahku.

Jubah kusampirkan di pundak. Aku bergegas melangkah keluar dari gedung yang laknat itu. Kulihat teman-temanku masih betah. Tawa mereka masih saja pecah seolah tak lagi perlu merisaukan kehidupan nyata di luar sana. Bahwa apa yang akan mereka lalui setelah ini adalah sesuatu yang sama sekali tidak sama dengan apa yang mereka bayangkan ketika mereka masuk ke kampus ini. Ijazah hanya selembar kertas yang masih harus diperjuangkan lagi. Karena tidak ada yang mau membeli ijazah. Apalagi menerimanya sebagai barang gadaian.

Dunia adalah persaingan. Berebut pintu masuk yang sempit. Meja kursi yang tersedia di tempat kerja tak terlalu banyak. Mungkin hanya satu, dan satu-satunya. Mungkin tak ada satu pun. Mesti menunggu lagi, berburu lagi, dan melanjutkan perjalanan hidup yang luntang-lantung. Nganggur. Jadilah beban lagi bagi keluarga.

Persetan! Ngapain juga aku harus memikirkan mereka? Toh belum tentu mereka juga memikirkanku. Belum tentu juga mereka memikirkan seperti yang kupikirkan. Yang penting aku sudah merencanakan semuanya dengan baik. Nasib sial mereka sendiri jika pada akhirnya harus menganggur berbulan-bulan lantaran terlambat jalan.

Aku memang orang yang tidak suka berleha-leha. Orang menganggapku pandai dan perfeksionis. Tapi aku tidak merasa demikian. Bodoamat. Itu hanya anggapan mereka saja, peduli apa aku dengan opini orang. Yang tau siapa aku hanyalah diriku sendiri.

Tapi aku memang sudah mempersiapkan hidupku dengan matang. Ketika teman-temanku sedang kelimpungan mencari judul skripsi, aku sudah menemukannya dan menyegerakan risetku. Ketika mereka sibuk penelitian, sidangku sudah di depan mata. Begitu surat kelulusan sudah di tangan, segera kuedarkan CV-ku kepada para HRD yang melek matanya. Biarlah ketika mereka kelimpungan mencari lowongan pekerjaan, aku sudah duduk manis di kantorku yang nyaman.

Lebih baik saat ini aku pulang dan menemui kasurku yang tidak terlalu empuk tapi sangat nyaman. Sudah pukul 14.00, waktu yang tepat untuk tidur siang. Lagi pula, ini adalah minggu terakhirku di kosan, sebelum mencari kosan lain yang lebih layak ketika mendapatkan kerja.

***

Oh Sial! Notif pesan itu mengganggu tidurku. Layar handphone-ku menunjukkan pukul 08.00. Ternyata manusia bisa lebih kebo dari kebo itu sendiri. Aku terlelap sejak siang kemarin sampai pagi. Dan pesan yang masuk, ya aku adalah manusia yang beruntung.

Hari ini aku mendapat panggilan interview di perusahaan yang aku lamar tempo hari. Hanya tersisa 1 jam untuk bersiap-siap. Segera melompat dari ranjang, mandi dan bergegas memakai baju terbaikku. Aku harus tampil maksimal hari ini.

Kuseduh kopi instan dari warung sebelah sebagai ritual semangat pagiku. Aku hanya menyukai kopi hitam tanpa gula. Bagiku, kita tak perlu memaksakan sesuatu yang ditakdirkan pahit menjadi manis. Namun pagi ini pahit di kopiku sedikit berkurang. Ada rasa manis yang janggal di sana. Apakah ini karena nasib baik?

Tak perlu terlalu memikirkan kopi yang berubah, segera aku berselancar mencari ojek online supaya tidak terlambat. 8 menit. Cukup waktu untuk mengatur nafas.

***

Betapa usaha tidak akan menghianati hasil. Keseriusanku dalam menjalani serangkaian tes seleksi pekerjaan tersebut berhasil aku lewati. Aku, sarjana Sastra Indonesia sekarang menjadi pegawai bank. Sungguh pekerjaan ini tidak sesuai dengan keilmuanku. Namun siapa peduli?

Aku sangat paham ini tidak sesuai dengan bidangku, namun aku percaya dengan kemampuanku. Manajemen kantor juga pasti tidak akan asal-asalan merekrut pegawai baru. Biarlah nanti aku bisa menghibur nasabahku dengan sajak-sajak Pablo Neruda atau Chairil Anwar.

Lihatlah mereka yang masih keukeuh dengan keilmuannya dan enggan mencoba peluang lain, jalan mereka terhambat. Teman-temanku saja masih belum reda dengan euphoria wisuda minggu lalu. Mereka pasti iri kalau melihatku sekarang yang sudah punya pekerjaan. Kelak ketika pikirannya sedikit maju, mereka akan sadar betapa terbelakangnya mereka sebab hanya menikmati euphoria tanpa henti.

***

Hidup memang penuh kejutan. Setelah mendapatkan karir yang aku inginkan, aku mulai bosan. Rutinitasku hanyalah kosan dan kantor. Weekend-ku habis untuk lemburan dan sesekali nongkrong dengan teman, jika tak kelelahan. Aku tak yakin inilah kehidupan yang sejak kuliah dulu aku dambakan.

Semua berjalan normal dan monoton. Aku dan kerjaan, kantor dan kosan. Hingga pagi ini, siaran berita televisi menggugah negaraku. Covid-19 sudah melanda Indonesia.

Beberapa bulan yang lalu virus ini memang sudah singgah di Cina terlebih dahulu. Wuhan, menjadi kota mati sebab kebijakan lockdown pemerintah Cina. Mendengar kabar mengejutkan tersebut, menteri kesehatan Indonesia berseloroh negara kita tak akan terjamah. Namun siapa sangka pada akhirnya mereka yang dulunya seyakin itu hanya bisa gigit jari ketika corona menjalar ke Indonesia.

Memang kecanggihan teknologi saat ini tidak selalu memudahkan manusia. Aku muak dengan alat elektronik dan jaringan media massa lainnya yang hanya meresahkan masyarakat. Semua televisi memberitakan virus. Pandemi menjadi headline surat kabar cetak maupun online. Pun, timeline media sosial ramai membicarakannya. Semua informasi dan keributan ini membuatku ingin muntah.

Entah sampai kapan keriwehan ini akan berakhir, masyarakat belum juga patuh dengan protokol kesehatan yang sudah digaungkan pemerintah. Masih banyak yang membandel tidak memakai masker sampai-sampai pihak kepolisian mencanangkan program razia masker. Walaupun begitu, pemerintah juga tetap melaksanakan pemilihan kepala daerah. Sudah tak tau lagi aku ke mana arah negara ini.

***

Kabar yang aku takutkan akhirnya terjadi. Setelah covid-19 mewabah ke mana-mana, surat pemberitahuan dirumahkan itu tiba. Aku harus berhenti bekerja dan berdiam diri di rumah. Meninggalkan pekerjaanku yang agak membosankan itu sampai waktu yang belum bisa dipastikan. Nyatanya, mendapat libur dan tidak bisa ke mana-mana pun bukan pilihan yang menyenangkan.

Satu minggu. Dua minggu. Tiga minggu. Empat minggu. Satu bulan berlalu. Kuhabiskan waktuku dengan video game, mengikuti tutorial teranyar dan habis-habisan menamatkan film. Waktu terus berjalan tapi hidupku berhenti. Rutinitas monoton kembali membosankan.

Handphone-ku di meja tampak berkedip. Pesan grup rupanya. Atasan kami di kantor mengabarkan bahwa mulai minggu depan, setelah pemerintah mengeluarkan kebijakan new normal, kami bisa mulai bekerja di kantor dengan mengikuti standar protokol kesehatan. Angin segar rupanya.

Kupaksakan keluar kosan, sejenak mencari udara segar dan berbelanja kebutuhan yang mulai menipis. Ternyata lingkunganku sedikit berubah. Jalanan tampak lengang, orang-orang mulai memakai masker, meskipun mereka tetap berkerumun.

Aku pulang ke kosan dengan menenteng beberapa kresek belanja. Iya di kota kami minimarket masih menjual plastik meskipun sempat dilarang. Aku menaruh mie instan, telur, kopi, beberapa snack di kulkas. Masker juga hand sanitizer yang sekarang menjadi kebutuhan pokok, sengaja aku beli lebih sebagai bahan persediaan. Siapa tau besok-besok stok masker di pertokoan mendadak tipis lagi, aku sudah bersiap.

***

Bulan november sudah memasuki musim penghujan, tapi kamarku justru terang benderang oleh sinar matahari di waktu sepagi ini. Momen yang jarang pula aku merasa gerah saat bangun pagi.

Lagi-lagi notifikasi handphone memaksaku beranjak bangun. Ternyata pesan spam dari nomor tak dikenal. Bagaimana pun aku harus berterimakasih kepadanya sebab aku jadi melangkahkan kaki meninggalkan kasur nyamanku.

Aku ingat. Ini hari yang kutunggu-tunggu sejak pekan lalu. Aku bisa bekerja di kantor lagi dan menemui nasabahku di sana. Segera aku berlari ke kamar mandi, namun ada yang aneh dengan tubuhku. Kenapa aku mengenakan jubah wisuda?

Ting ting..

Satu email masuk. Aku buka dengan sigap. Surat pemberitahuan rekrutmen pegawai baru Bank Shat.

“Bagaimana bisa pihak personalia mengirimiku, pegawai bagian marketing hal demikian?”. Kubaca dengan teliti email tersebut, di lampirannya tertera namaku yang dinyatakan tidak lolos pemberkasan.

Seketika aku terduduk di kasur. “Apa maksud semua ini?”

Aku teringat masker dan hand sinitizer yang aku beli tempo hari. Keduanya aku simpan di laci lemari dekat televisi. Kuberlari kesana dan tidak ada. Kutengok jendela, tak ada orang berjalan kaki menggunakan masker. Kulihat jam dinding, ternyata pukul 15.00 WIB.

***

Tags: Covid-19Karya SastraNyastrasastrasastra pekalongan

Mau Ikutan Menulis?

Kamu bisa bagikan esai, opini, pengalaman, uneg-uneg atau mengkritisi peristiwa apa saja yang bikin kamu mangkel. Karya Sastra juga boleh kok. Sapa tahu kirimanmu itu sangat bermanfaat dan bisa dibaca oleh jutaan orang. Klik Begini caranya


Elif Hudayana

Elif Hudayana

Punya satu mulut dua telinga

Sapa Tahu, Tulisan ini menarik

Review Buku Novel Ezaquel

Resensi Novel Ezaquel Karya Siti Habibah

April 12, 2022
267
Review Film Pandai-Me

Semua Terdampak, Semua Bisa Berdampak – Review Film Pandai-Me

April 6, 2022
151
Kebosanan awak media selama 2021

Tahun 2022, Masihkah Masa Kejenuhan Itu Diperpanjang?

Desember 31, 2021
192
Hadi Pranggono dosen unikal

Kegelisahan Pak Hadi Pranggono dalam Sebuah Puisi

November 28, 2021
432
Cerpen Dialog Sepasang Kekasih

Cerpen: Dialog Sepasang Kekasih

November 21, 2021
223
Puisi Cerita Buku Lawas

PUISI: Cerita Buku Lawas

Oktober 31, 2021
240
Load More


Ada Informasi yang Salah ?

Silakan informasikan kepada kami untuk segera diperbaiki. Pliss "Beritahu kami" Terima kasih!


TERBARU

Belajar Bijak dari Driver Ojol Selalu Berwajah Lusuh Ketika Mengambil Orderan

Koenokoeni Cafe Gallery, Kafe Resto dengan Kearifan Lokal di Semarang

4 Sosok Penting Pelopor Penerbangan Dunia

Tradisi Pesta Giling Tebu di Pabrik Gula Sragi, Sebuah Upacara Spesial Pengantin Tebu dan Pengantin Glepung

Wisata Hits Terbaru Tegal di Villa Guci Forest

Mengenal Lebih Jauh Apa Itu Mata Uang Kripto

Mengulik Fakta Wingko Babat; Berasal dari Lamongan yang Kadung Terkenal di Semarang

LAGI RAME

Tradisi Pengantin Glepung di Pabrik Gula Sragi

Tradisi Pesta Giling Tebu di Pabrik Gula Sragi, Sebuah Upacara Spesial Pengantin Tebu dan Pengantin Glepung

Mei 18, 2022
373
Cafe Hits Batang Hello Beach

20 Cafe Hits Kekinian di Kabupaten Batang yang Keren Abis Buat Nongki-Nongki

Februari 13, 2022
3k
Wisata Pekalongan Pantai Pasir Kencana

New Taman Wisata Pantai Pasir Kencana Kota Pekalongan

Maret 10, 2022
6.4k
Wisata Hits Terbaru Jogja di HeHa Ocean View

Wisata Hits Terbaru Jogja di HeHa Ocean View

Maret 3, 2022
1.8k
Legenda Dewi Lanjar Pantai Utara

Kisah Legenda Asal-usul Dewi Lanjar

Agustus 12, 2016
34k
Wisata Tegal - Villa Guci Forest

Wisata Hits Terbaru Tegal di Villa Guci Forest

Mei 17, 2022
310
Tradisi Syawalan Balon Udara Pekalongan

5 Tradisi Syawalan di Pekalongan yang Sayang Untuk Dilewatkan

Mei 7, 2022
7.8k
Makam Sapuro

Wisata Religi : Makam Habib Ahmad Sapuro Pekalongan

Agustus 7, 2016
11.6k
Forest Kopi Batang

Inilah 10 Tempat Kuliner di Batang Paling Direkomendasikan untuk Wisatawan

April 9, 2020
29.5k
Dewi-Rantamsari-Dewi-Lanjar

Kisah Misteri Dewi Rantamsari Yang Melegenda

Oktober 16, 2018
15.6k

TENTANG  /  DISCLAIMER  /  KERJA SAMA  /  KRU  /  PEDOMAN MEDIA SIBER  /  KIRIM ARTIKEL

© 2021 KOTOMONO.CO - ALL RIGHTS RESERVED.
DMCA.com Protection Status
No Result
View All Result
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • UMKM
  • OH JEBULE
  • FIGUR
  • NGULINER
  • PLESIR
  • LOCAL WISDOM
  • PUSTAKA
  • LAINNYA
    • KILASAN
    • NGABUBURIT
    • RELEASE
    • EDUKASI
    • NYASTRA
  • Mau Kirim Tulisan?
  • Login
  • Sign Up

Kerjasama, Iklan & Promosi, Contact : 085326607696 | Email : advertise@kotomono.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In