• Pedoman Media Siber
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Term of Service
  • FAQ
Kotomono.co
No Result
View All Result
  • Login
  • Register
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • UMKM
  • OH JEBULE
  • FIGUR
  • PLESIR
  • NGULINER
  • WISDOM
  • PUSTAKA
  • LAINNYA
    • KILASAN
    • NYASTRA
    • NGABUBURIT
    • RELEASE
    • EDUKASI
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • UMKM
  • OH JEBULE
  • FIGUR
  • PLESIR
  • NGULINER
  • WISDOM
  • PUSTAKA
  • LAINNYA
    • KILASAN
    • NYASTRA
    • NGABUBURIT
    • RELEASE
    • EDUKASI
No Result
View All Result
Kotomono.co
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • UMKM
  • OH JEBULE
  • FIGUR
  • PLESIR
  • NGULINER
  • WISDOM
  • PUSTAKA
  • LAINNYA
ilustrasi 02

ilustrasi

Pasti di Sekolahmu Nggak Ada Lab IPS, Kan?

Dini Alan Faza by Dini Alan Faza
Agustus 3, 2020
in EDUKASI
0
Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsApp

KOTOMONO.CO – Pas kami mau mutusin beberapa kegiatan yang kudu ada saat memperingati hari Sumpah Pemuda, kawan saya nyeletuk, kebetulan ia menugaskan muridnya supaya membikin semacam miniatur alun-alun kota, dua pekan lalu. “Nah, bagaimana kalau diadakan juga pameran hasil karya mereka,” demikian usulnya sambil senyam-senyum di tengah rapat.

Apa yang disampaikannya tiba-tiba saja bikin saya gelisah. Akhirnya saya mikir dan merenung. Kalau pelajaran sosial, termasuk sejarah, bisa menghasilkan produk belajar, bukankah diperlukan juga ruang penyimpanan karya-karya itu? Bener nggak?

Nah, biar mudah memanggilnya, saya sebut saja ruangan itu laboratorium sosial atau IPS atau humaniora atau apapun nama pilihan sekolah dan pemerintah.

Keberadaan lab ini tidaklah bermaksud mempertegas garis pemisah antara disiplin IPA dan IPS. Begitu juga tak bertujuan mempertajam perbedaan murid di kedua jurusan yang memang sudah menganga luas sejak dahulu kala. Melainkan menyeimbangkan kedudukan kedua ranah ilmu tersebut dan memulai tradisi baru supaya IPS pun tak kurang pentingnya dibanding IPA.

Selain itu, fungsi lab sosial bukan cuma menampung dan menyimpan produk belajar, tetapi juga sebagai tempat membangun pengetahuan, mengkonstruksi kejadian atau rangkaian peristiwa sosial, menyelidiki sebab-sebab terjadinya fenomena kemasyarakatan, dan mungkin juga menyediakan ruang pengetahuan tentang tokoh-tokoh sejarah dari beragam sisi kemanusiaan. Kedengeran keren, kan?

Atau bisa juga lho, laboratorium itu—panggilan yang sebenernya terdengar kaku, seolah semua kegiatan berlangsung di dalam ruangan saja—menjadi ajang guru dan murid belajar menulis sejarah atau historiografi. Entah itu sejarah buatan (yang ini dilakuin murid) maupun barangkali proyek historiografi sejarah lokal oleh guru dengan kerjasama pihak lain.

Saya lantas membayangkan, seperti halnya lab fisika, kimia atau biologi, di lab sosial pastinya ada berbagai macam hasil temuan, baik oleh ilmuwan ataupun ciptaan murid sekolah itu sendiri. Penemuan murid, dalam hal ini, bukan bersifat akademis atau ilmiah, tetapi sebagai pengujian skill mereka dalam mengkonstruksi pengetahuan, tanpa kepatok apakah hasilnya “benar” atau “salah”. Lagipula semua penemuan ilmiah selalu dapat diragukan, bukan?

Khayalan saya tentang lab sosial tak mau berhenti sampai di situ. Di sana bakalan terpampang miniatur atau ilustrasi peristiwa sejarah tertentu berdasarkan persepsi murid. Ada pula semacam komik yang menampilkan sisi lain aktor sejarah yang tidak cuman bergantung penilaian hitam-putih, antagonis-protagonis. Malahan, perlu ada juga area yang khusus mengulas (atau mempertanyakan) peristiwa yang penuh kontroversial macam genosida simpatisan PKI pada 1965.

Di sinilah, di dalam lab ini nantinya murid mendapat kesempatan membebaskan rasa ingin tahu serta kemerdekaan mereka untuk mempertanyakan segala hal. Ya, segalanya. Demi pembelajaran itu sendiri.

Akan tetapi, muncul kecemasan, tidakkah kebebasan itu akan membuat mereka jadi sekelompok pemuda bar-bar kebablasan? Bukankah melontarkan pertanyaan apalagi yang nyerempet kekuasaan atau otoritas akan menyebabkan murid dicap sebagai pemberontak? Tentu saja tidak. Jangan khawatir.

Cara ini pernah dilakukan juga lho oleh Paulo Freire puluhan tahun lalu. Malahan, punggawa pendidikan Brazil ini melangkah lebih jauh, yakni menyibak selubung kesadaran para petani dengan cara kritis. Hasilnya, tak hanya jadi pabrik pertanyaan, mereka, para pelajar dewasa itu, bahkan mengubah keadaannya sendiri yang sejak dulu terbenam dalam kemiskinan. Kalau meminjam istilah H.A.R. Tilaar, pakar pendidikan yang pernah mengajar di UPI Bandung, pendidikan mestinya berefek transformatif.

Demikianlah. Mempertanyakan segala hal bukanlah sesuatu yang sanggup membikin murid jadi anarki. Kemerdekaan bertanya juga termasuk segi humanisme yang perlu dilestarikan oleh dunia pendidikan. Kita mestinya mafhum bahwa kemajuan ilmu dan pengetahuan pertama-tama diawali dengan sebuah tanya. Ya nggak?

Rasanya memang, di banyak sekolah—bener nih bukan semuanya?—keberadaan lab IPS seperti nggak dipedulikan. Ia terbenam oleh keagungan lab IPA yang katanya jauh lebih urgen, mentereng, dan jadi arus utama. Dari sini saja terkesan bahwa IPA dipandang lebih ketimbang IPS. Duh!

Tapi nih, kalau boleh melakukan pembelaan atas kedudukan mapel IPS yang denger-denger kalah pamor dari mapel IPA, ijinkan saya menyomot kalimat pak A.L Rowse, sejarawan berkebangsaan Inggris itu. Katanya, “Melalui sejarah, bisa dikembangkan pula kemampuan untuk mencurigai segala bentuk omong kosong.”

Yups, dengan mempelajari sejarah, begitu pun ilmu sosial lainnya, orang tak mudah termakan kebodohan dan bualan orang lain. Ia menjadi skeptis, tapi tidak pesimis. Ia paham bahwa kebaikan universal itu ada, dan mungkin.

Namun di saat yang sama, orang yang mendalami sejarah akan terus memelihara sikap waspadanya terhadap omongan yang sok moralis. Semua itu merupakan dampak mempelajari sejarah. Tentu saja bukan hanya dengan cara menghafal.

Dengan demikian, dalam IPS, penilaian atas manusia dan hubungan mereka, alasan dan penyebab tindakan serta dampaknya, berkembang (Rowse, 2014). Tuh, kan? Ternyata manfaat mempelajari IPS sampai ngefek ke diri kita. Melaluinya kita jadi pribadi yang lebih peka dan waspada.

Sejalan dengan itu, keberadaan lab IPS di sekolah punya peran strategis. Dengan sedikit inovasi dari guru dan sekolah, ia dapat disulap jadi pusat pembelajaran ilmu sosial. Partisipannya pun tak cuma dari kalangan murid, guru atau bahkan akademisi kampus setempat juga punya andil. Kalau sudah begini, budaya belajar IPS bakalan semakin positif.

Meski demikian, persoalan mendasar masih menggantung. Ada berapa sekolah yang mempunyai lab IPS?

Berdasarkan survey singkat plus tak metodis, saya mendapat kesimpulan bahwa memang lab IPS tidak penting-penting amat. Paling tidak di daerah saya.

Yakin bener sih? Memang begitu, kok. Lha wong kenyataannya di empat SMA Kabupaten dan Kota Pekalongan yang diyakini favorit itu, nggak ada tuh lab IPS-nya. Nah, lho.

Berangkat dari situ, timbul pertanyaan, sejak kapan sih pengadaan lab IPS mulai terdengar kabarnya? Sebab, kok semasa kuliah di Semarang, nggak pernah sekalipun saya mendengar celetukan soal lab IPS. Bahkan hingga saya terjun jadi pengajar di sebuah sekolah di Pekalongan mulai pertengahan 2016 lalu, celetukan itu pun tak kunjung ada gaungnya.

Setelah membuka-buka sumber di internet, saya mendapati informasi bahwa rupanya lontaran ide pendirian  lab IPS sudah ada sejak lama. Setidaknya mulai ada tahun 2007. Umumnya gagasan ini tercetus karena keberadaan lab itu dirasa semakin penting. Sayangnya, standar yang ditetapkan pemerintah menganggap bahwa keberadaannya belum cukup mendesak. Ia berada di luar persyaratan minimal Standar Nasional Pendidikan. Kok bisa gitu ya?

Alhasil, munculnya lab IPS di sekolah sedikit banyak didorong oleh keinginan dan kepedulian guru mapel bersangkutan. Bahkan biar makin meyakinkan, murid-murid sampai perlu menjuarai lomba-lomba yang ada hubungannya dengan mapel IPS dulu agar permintaannya dilirik. Walau begitu, tetap saja cara ini butuh waktu lama. Mungkin dua sampai tiga tahun.

Tengok saja pengalaman bu Nurma, guru Geografi, dan bu Sri, guru Sejarah di SMA Negeri 2 Situbondo, Jawa Timur. Berdasarkan kisahnya, pendirian lab IPS baru terwujud pada 2009 (lab Geografi) setelah dirintis dua tahun silam, dan tahun 2019 (lab Sejarah) usai tiga tahun perjuangan. Dan kini sekolah itu berusia 43 tahun.

Mungkin kemunculan lab IPS memang sejatinya perlu diperjuangkan. Ia barangkali nggak bakal ada tanpa gagasan, cita-cita, dan pengorbanan pelakunya. Begitulah.

Nah, kawan, apakah menurutmu dalam bidang ilmu terdapat kelas-kelas atau kasta-kasta sehingga yang satu boleh memandang rendah yang lain? Menurut saya tidak ada, dan nggak bakalan ada. Cukup manusianya saja yang begitu.

 

Dini Alan Faza, pengajar di sebuah sekolah di Kabupaten Pekalongan

Tags: EdukasiEsaiguruipaipslablaboratoriummapekalonganPekalongan Infopendidikansekolahsiswasmasmksosial

Mau Ikutan Menulis?

Kamu bisa bagikan esai, opini, pengalaman, uneg-uneg atau mengkritisi peristiwa apa saja yang bikin kamu mangkel. Karya Sastra juga boleh kok. Sapa tahu kirimanmu itu sangat bermanfaat dan bisa dibaca oleh jutaan orang. Klik Begini caranya


Dini Alan Faza

Dini Alan Faza

Redaktur
Sehari-hari sebagai Pengajar di sebuah sekolah

Sapa Tahu, Tulisan ini menarik

Drama Ojol - Driver Selalu Berwajah Lusuh

Belajar Bijak dari Driver Ojol Selalu Berwajah Lusuh Ketika Mengambil Orderan

Mei 23, 2022
165
Sosok Penting Pelopor Penerbangan Dunia

4 Sosok Penting Pelopor Penerbangan Dunia

Mei 19, 2022
141
mata uang kripto

Mengenal Lebih Jauh Apa Itu Mata Uang Kripto

Mei 16, 2022
142
Mengulik Asal Muasal Sejarah Wingko Babat

Mengulik Fakta Wingko Babat; Berasal dari Lamongan yang Kadung Terkenal di Semarang

Mei 13, 2022
162
Kampung Naga Tasikmalaya

Sekelumit Tentang Kampung Naga, Kampung Unik Tanpa Modernisasi di Tasikmalaya

Mei 12, 2022
152
Alasan Kenapa Film KKN Desa Penari Bisa Booming

Alasan Kenapa Film KKN Desa Penari Bisa Booming

Mei 10, 2022
467
Load More


Ada Informasi yang Salah ?

Silakan informasikan kepada kami untuk segera diperbaiki. Pliss "Beritahu kami" Terima kasih!


TERBARU

Belajar Bijak dari Driver Ojol Selalu Berwajah Lusuh Ketika Mengambil Orderan

Koenokoeni Cafe Gallery, Kafe Resto dengan Kearifan Lokal di Semarang

4 Sosok Penting Pelopor Penerbangan Dunia

Tradisi Pesta Giling Tebu di Pabrik Gula Sragi, Sebuah Upacara Spesial Pengantin Tebu dan Pengantin Glepung

Wisata Hits Terbaru Tegal di Villa Guci Forest

Mengenal Lebih Jauh Apa Itu Mata Uang Kripto

Mengulik Fakta Wingko Babat; Berasal dari Lamongan yang Kadung Terkenal di Semarang

LAGI RAME

Tradisi Pengantin Glepung di Pabrik Gula Sragi

Tradisi Pesta Giling Tebu di Pabrik Gula Sragi, Sebuah Upacara Spesial Pengantin Tebu dan Pengantin Glepung

Mei 18, 2022
373
Cafe Hits Batang Hello Beach

20 Cafe Hits Kekinian di Kabupaten Batang yang Keren Abis Buat Nongki-Nongki

Februari 13, 2022
3k
Wisata Hits Terbaru Jogja di HeHa Ocean View

Wisata Hits Terbaru Jogja di HeHa Ocean View

Maret 3, 2022
1.8k
Wisata Pekalongan Pantai Pasir Kencana

New Taman Wisata Pantai Pasir Kencana Kota Pekalongan

Maret 10, 2022
6.4k
Legenda Dewi Lanjar Pantai Utara

Kisah Legenda Asal-usul Dewi Lanjar

Agustus 12, 2016
34k
Wisata Tegal - Villa Guci Forest

Wisata Hits Terbaru Tegal di Villa Guci Forest

Mei 17, 2022
311
Tradisi Syawalan Balon Udara Pekalongan

5 Tradisi Syawalan di Pekalongan yang Sayang Untuk Dilewatkan

Mei 7, 2022
7.8k
Makam Sapuro

Wisata Religi : Makam Habib Ahmad Sapuro Pekalongan

Agustus 7, 2016
11.6k
Forest Kopi Batang

Inilah 10 Tempat Kuliner di Batang Paling Direkomendasikan untuk Wisatawan

April 9, 2020
29.5k
Dewi-Rantamsari-Dewi-Lanjar

Kisah Misteri Dewi Rantamsari Yang Melegenda

Oktober 16, 2018
15.6k

TENTANG  /  DISCLAIMER  /  KERJA SAMA  /  KRU  /  PEDOMAN MEDIA SIBER  /  KIRIM ARTIKEL

© 2021 KOTOMONO.CO - ALL RIGHTS RESERVED.
DMCA.com Protection Status
No Result
View All Result
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • UMKM
  • OH JEBULE
  • FIGUR
  • NGULINER
  • PLESIR
  • LOCAL WISDOM
  • PUSTAKA
  • LAINNYA
    • KILASAN
    • NGABUBURIT
    • RELEASE
    • EDUKASI
    • NYASTRA
  • Mau Kirim Tulisan?
  • Login
  • Sign Up

Kerjasama, Iklan & Promosi, Contact : 085326607696 | Email : advertise@kotomono.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In