KOTOMONO.CO – Rindu dengan masakan pedesaan ala simbah yang otentik dengan suasana rumah jawa tempo dulu? Sepertinya sesekali Anda perlu mengunjungi rumah makan yang menjadi primadona di Kabupaten Batang ini. Namanya Pawone Simbah.
Tempat makan yang buka dari pukul 8 pagi hingga 9 malam ini berlokasi di Desa Lebo, Kecamatan Warungasem, Batang. Meski agak mblusuk jauh dari perkotaan, namun akses menuju sana terbilang sangat mudah.
Bagi pengunjung luar kota bisa menempuh jalur exit toll Warungasem Batang dengan hanya membutuhkan waktu sekitar 6 menit perjalanan. Sementara jika dari alun-alun Batang membutuhkan waktu sekitar 10 menit atau dari Kota Pekalongan sekitar 30 menitan.
Nah, beberapa waktu yang lalu, Minggu, 03/07/2022, saya bersama mbak Jacinta dari #JavaChic berkesempatan menemani beberapa teman untuk berkunjung kesana. Sebut saja ada mas Arie Parikesit, Mas Sansan, Mas Fandi dan seorang food vlogger asal negeri paman sam, Max Mcfarlin.
Sebuah pengalaman yang tidak mungkin terulang kembali ketika menemani ahli kuliner dan food vlogger bule nyobain masakan “Ndeso” dalam acara bertajuk #KelanaRasaxKAI yang kebetulan sedang mengeksplor kuliner-kuliner khas Pekalongan-Batang.

Pagi itu sesampai di depan lokasi, kami disambut pemandangan rumah Joglo dan gerobak andong, lengkap dengan landmark selamat datang. Nuansa Jawa klasik bisa kami rasakan sekilas dari pemandangan ini. Kami sengaja datang kesana pagi hari sekitar pukul 8 bertepatan dengan matangnya hidangan-hidangan lauk di rumah makan ini.
Sepertinya nuansa kampung jawa tersebut sengaja dihadirkan oleh pengelola agar membuat siapa saja yang datang kemari seakan-akan bernostalgia dan serasa mengunjungi rumah masa kecil di kampung halaman mereka. Terlebih letaknya yang berada di sekitar hutan sengon makin menjadikan suasana Pawone Simbah semakin candu.
Tanpa fafifu, kami pun langsung bergegas masuk dan yang paling pertama dituju adalah dapurnya. Sebelum itu kami harus melewati ruangan didalam rumah joglo, nampak aksesoris-aksesoris jadul dan kuno bisa ditemui ditiap sudutnya.
Mulai dari jam dinding antik, radio, tivi, lampu hingga meja dan kursi yang serba kuno.Ruangan yang kami lewati inilah yang menjadi tempat utama para tamu menyantap hidangan yang telah dipilih.
BACA JUGA: Disini Kopi Sajikan Sensasi Kulineran Senja di Tepi Pantai
Untuk memilih menu makanan dan minuman, self service berlaku disini. Yang perlu pengunjung lakukan adalah pergi ke dapur dan ambil makanan yang disuka kemudian bayar di kasir.

Menilik dapur Pawone Simbah terbilang cukup luas tanpa sekat dan hanya berdinding bambu. Di pinggir ada meja berisi tumpukan piring, mangkuk dan sendok garpu. Sementara di bagian tengah adalah meja prasmanan di mana pengunjung bisa memilih dan mengambil lauk yang diinginkannya.
Saya simpulkan bahwa disinilah inti dari rumah makan Pawone Simbah, yakni dapur berkonsep open space lengkap dengan tungku yang masih menyala dengan masing-masing ada panci / wajan besar di atasnya berisi masakan yang hangat.
Semua tamu bisa secara langsung melihat aktivitas para ibu-ibu yang sibuk menyiapkan lauk makanan. Sembari mengambil makanan, para tamu juga bisa berinteraksi dan mengamati para ibu-ibu yang memasak. Pemadangan ini sangat familiar dan menjadi nostalgia kenangan-kenangan masa kecil.
Sangat tidak berdosa jika perut kami keroncongan. Pasalnya, aroma masakan khas pedesaan benar-benar menggugah selera makan kami. Diatas meja tersaji beragam jenis masakan, mulai dari yang asin, pedas, ber-santan, gorengan, sayuran dan hingga bakar-bakaran atau panggang.
Ah masakan ‘ndeso’ ala simbah, seperti mangut lele, sayur lodeh, urap, sayur asem, tahu bacem, aneka bothok, dan berbagai gorengan yang masih hangat benar-benar membikin nafsu makan kita meningkat drastis.
BACA JUGA: 7 Makanan Khas Batang Yang Terkenal Enak dan Menggoda Selera
Ditempat ini, pengunjung seolah dibawa bernostalgia di rumah pedesaan dengan interior klasik, lengkap dengan barang-barang antik. Sepertinya memang menyantap makanan disini akan mengobati kerinduan masa lalu.Pawone Simbah benar-benar sukses menyuguhkan putaran kenangan masa silam yang indah.

Disana pengunjung disediakan tempat makan menggunakan meja kayu lengkap dengan resban (kursi panjang), kemudian makannya pun menggunakan piring seng, serta mug seng jadul pula. Memori-memori nostalgia siapa yang nggak langsung aktif bila datang kemari?
Rasa penasaran saya terhadap konsep dan cerita awal bagaimana rumah makan Pawone Simbah ini muncul, tiba-tiba mengiang-ngiang di kepala. Beruntung saya bertemu dengan Bu Diyan dan Pak Satrio selaku pendiri sekaligus pemilik Pawone Simbah yang juga turut menemani kami disana.
Pak Satrio dengan humble menjelaskan perihal awal mula rumah makan ini yang berdiri sejak bulan Syawal tahun 2019. Berawal dari hobinya mengoleksi barang antik dan kebetulan orang tua beliau dahulunya merupakan rias pengantin jadi agaknya banyak barang antik yang ia punya yang sekarang ini dimanfaatkannya.
BACA JUGA: Sangria Resto dari Gelato hingga Familiable Place Super Cozy
Sembari berkeliling menunjukan tiap sudut ruang dan bangunan rumah makan ini, Bu Diyan bercerita panjang lebar. Singkatnya, Bu Diyan dan sang suami ini merasa eman dan bingung dengan benda-benda peninggalan dari orang tuanya. Dan atas kebingungan tersebut, maka kemudian dibawalah semua barang-barang antik tersebut dari Semarang ke Batang untuk dinikmati sebagai koleksi sendiri.
Sejurus itu, sang istri mencetuskan sebuah ide yang tidak disangka-sangka yakni membuka warung makan.Seperti tumbu ketemu tutup, ide itu lantas diakselerasikan dengan memadukan hobi mengoleksi barng antik Pak Satrio dan hobi Bu Diyan dalam membuat hidangan.
Fakta unik yang ada di Pawone Simbah adalah konsep dapurnya yang open space layaknya dapur di rumah nenek jaman dahulu. Hal ini bukan tanpa sebab, melainkan memang sebagian besar perkakas yang digunakan untuk memasak adalah benar-benar peninggalan dari sang Simbah (Nenek).
“Kayak panci-panci gosong itu ya semuanya warisan dari simbah, warisan dipake biar bermanfaat” tutur Bu Diyan sembari cekaka-an saat saya tanyai.
Nggak cuma panci dan peralatan dapur, isian dalam rumah joglo juga sebagian besar adalah warisan dari simbah bahkan dari simbahnya simbah. Seperti bilik kamar yang sekarang menjadi mushala adalah salah satunya. Kemudian ada pula dipan termpat tidur yang usianya sudah ratusan tahun.
BACA JUGA: Metsa Kopi Batang, Kedai Kekinian Bergaya Industrial Cafe di Tengah Hutan Damar
Kemudian menyosal menu-menu yang tiap hari dihidangkan, Bu Diyan sendirilah yang memilih. Ia mencanangkan bahwa menunya harus menu Jawa dan ‘Ndeso’. Hal ini dimaksudkan agar para pengunjung yang datang dan makan disini merasa seolah pulang ke rumah nenek mereka.
“Memang di desa ya mas, istilahnya biar pada kesini itu kayak ngangeni dan pulang di rumahnya simbah” begitu jelasnya.
Maka jangan heran bilamana menjumpai interaksi di media sosial akun Pawone Simbah akan berperan seolah-olah sang nenek beneran kepada followers-nya.
Lebih lanjut, guna menjaga cita rasa masakan ‘ndeso’nya, terlebih menu-menu khas Batang agar tetap mempunyai taste yang otentik dan pas dilidah, Bu Diyan mempercayakannya kepada seseorang yang didaulat menjadi kepala koki atau dalam bahasa lokalnya disebut “Jedot”.
“Jadi memang kita gali, kayak kemarin itu kayak kita nggali menu-menu yang ndeso, lokal, lha itu kita gali semua mas. Kalau misalkan rendang, kita bikin rendang tapi rendangnya rendang yang bener-bener taste-nya ndeso. Taste ndeso kalo istilahnya yang jaman dahulu buat berkatan itu lho mas. Jadi rendangnya bukan rendang padang tapi ndeso itu”, papar Bu Diyan dengan senyum bersemangat.
Memang betul, taste menu masakan yang ada disini tiada duanya. Dalam kesempatan itu kami mencicipi beberapa menu yang dipilihkan khusus oleh mas Arie parikesit buat bahan review Max Farlin untuk kontennya dan tentu saja buat sarapan kita serombongan.

Diatas meja kayu yang cukup panjang, telah tertata beragam menu siap santap. Ada mangut ikan, kemudian ada telor dadar, ayam panggang, ayam bakar, sayur daun pepaya, sayur daun singkong, bothok dan masih banyak lagi. Oh iya, untuk nasinya para tamu dibebaskan untuk memilih nasi biasa atau nasi liwet.
Yang pertama yang menjadi bakan review Max adalah ayam panggang santan. Pedas gurih santan dipadukan dengan daging ayam yang dibakar matang benar-benar menyatu dengan sempurna. “Mantab, mantab” begitulah kata yang keluar dari mulut bule asal Amerika itu.
BACA JUGA: Koenokoeni Cafe Gallery, Kafe Resto dengan Kearifan Lokal di Semarang
Saya sendiri benar-benar dibuat kagum dengan taste ayam panggang santan ini. Gurihnya pas, pedasnya pas, dan ayamnya empuk selalu ingin melahapnya lagi dan lagi. Kemudian pilihan saya selanjutnya jatuh ke ayam bakar. Bertekstur kering namun bumbunya benar-benar meresap sempurna kedalam daging, wah rasanya satu porsi kurang cukup.
Memang rasanya sangat berbeda antara ayam yang dibakar selain pakai arang dengan yang bukan. Barang kali inilah yang menjadi rahasia enaknya ayam panggang santan maupun bakar dari Pawone Simbah. Disana dimasak menggunakan bara api dari arang bathok kelapa.
Tak terasa seluruh menu lauk pauk dan nasi liwet satu piring sudah kita habiskan. Tinggallah es teh yang ada di mug bercorak jadul untuk kita tenggak. Nggak mung es teh atau teh hangat saja yang bisa dipesan pengunjung. Aneka minuman tradisional macem wedang uwuh hingga gula asem pun bisa dinikmati.
Rata-rata untuk harga masakan dan minuman disini sangatlah terjangkau meski Pawone Simbah sudah ramai dan dikenal dari beragam kalangan. Mulai rakyat biasa, pejabat pemerintahan, kepolisian hingga artis ibukota sering datang kemari. Dan paling banyak juga paling padat tatkala hari minggu, sedari pagi sudah banyak yang mengantre hidangan matang. Oleh sebab itu kalau kamu datang pada hari minggu jangan kaget ya kalau tidak kebagian tempat didalam rumah joglo.
BACA JUGA: Makan Nasi Megono dan Pindang Tetel Sekaligus, Bisa Kamu Dapatkan Di Tempat ini
Menariknya lagi, tepat berada di belakang rumah joglo, ada spot kafetaria milenial yang khusus disediakan pengelola. Yakni spot instagenic, dengan konsep café retro yang sepertinya banyak digunakan untuk latar foto yang menghiasai lini masa sosmed khususnya bagi yang muda-muda.
“kalo yang disini untuk yang tua-tua, nah yang disini untuk yang muda-muda” ujar sang owner sembari menunjuk ke arah joglo dan kafe.
“Kalo misal pada suka kesini, mereka kan suka bawa putra-putranya, cucu-cucunya, lha mereka tetap enjoy semua, harapannya seperti itu.” Imbuhnya

Oh gitu tho, gumam saya sambil manthuk-manthuk. Masuk akal juga jikalau melihat sepintas, ada dua konsep tempat yang berbeda jauh. Bagian depan ada konsep kampung jawa dan yang belakang ada kampung milenial dengan konsep kekinian, ternyata semua itu agar semua generasi nyaman untuk berada disini.
BACA JUGA: Mie Ayam Jogja Istimewa “Pak Jono” Udah Ngeksis di Pekalongan Sejak 2009
Tak hanya soal makanan ndeso yang tersaji, disini juga ada jajanan-jajanan produk UMKM sekitar yang bisa dibawa pulang sebagai buah tangan. Hal ini tak terlepas dari peran Bu Diyan yang merupakan ketua UMKM Batang. Wah, meski bukan orang asli Mbatang, Pak Satrio dan Bu Diyan dengan rela hati mau berkontribusi untuk kemajuan kabupaten Batang khsususnya dalam sektor daya tarik wisata dan kuliner.
Sungguh bikin betah lahir batin berlama-lama menikmati suasana di Pawone Simbah.