KOTOMONO.CO – Anak berkebutuhan khusus sepintas berbeda dengan anak-anak pada umumnya dalam segi fisik. Tapi apakah kalian tahu, bahwa dibalik keterbatasan dari anak berkebutuhan khusus itu ada beberapa kelebihan yang terpendam.
Anak adalah pionir masa depan bangsa. Tanpa terkecuali bagi anak yang berkebutuhan khusus. Namun sayangnya masih banyak orang tua yang malu untuk memperkenalkan dunia dan seisinya kepada anak tersebut untuk mengeksplor dan merangsang keterampilan anaknya.
Anak berkebutuhan khusus (ABK) merupakan klasifikasi dari seorang anak yang memiliki karakteristik yang berbeda seperti anak normal pada umumnya, secara klinis mempunyai hambatan atau kelainan dalam sistem pancaindera yang tidak tersalurkan melalui saluran otak.
Lantas, bagaimana kita bisa mengenali dan membedakan jenis-jenis kelainan anak yang berkebutuhan khusus tersebut? Kita uraikan satu persatu, antara lain:
1. Tunanetra
Istilah ini pasti sudah tidak asing lagi, bukan? Tunanetra adalah hambatan pada seseorang atau anak dalam melihat objek yang ada pada lensa matanya. Biasanya kondisi mata akan tertutup rapat dan ada juga yang terbuka namun menghadap ke atas (juling).
2. Tunarungu
Kelainan ini diakibatkan karena terdapat gangguan pada telinga yang menimbulkan anak tersebut tidak bisa mendengar. Nah, solusi efektif bagi anak berkebutuhan khusus klaster tunarungu ini biasanya menggunakan bahasa isyarat untuk berkomunikasi kepada lawan bicaranya.
3. Tunawicara
Jenis lain dari anak berkebutuhan khusus yakni tunawicara. Tunawicara adalah gangguan pancaindera yang mengakibatkan anak tersebut tidak bisa berbicara secara normal atau bisa dikatakan dalam mengartikulasi sebuah kata itu tidak sempurna. Sehingga adanya kesulitan dalam berinteraksi.
4. Tunagrahita
Golongan anak berkebutuhan khusus selanjutnya adalah tunagrahita. Keadaan seperti ini terjadi karena fungsi kognitif anak yang berada di bawah rata-rata anak sebayanya dan bersamaan dengan ketidakmampuan anak dalam beradaptasi dan berperilaku.
5. Tunadaksa
Kelainan selanjutnya dari anak berkebutuhan khusus ialah tunadaksa. Kondisi seperti ini dikarenakan adanya hambatan dari sistem gerak akibat lumpuh atau adanya kelainan pada tulang.
BACA JUGA: Pentingnya Kerja Sama Orang Tua dalam Mendampingi Pertumbuhan Anak
6. Tunalaras
Kesulitan untuk mengontrol emosi secara berlebih menjadi salah satu dari jenis-jenis kelainan anak berkebutuhan khusus selanjutnya. Tunalaras ini ada karena ketidakstabilan emosional anak dalam bersosial.
7. Autisme
Banyak yang salah kaprah mendeskripsikan anak yang menderita autisme, padahal autisme sendiri ialah suatu kelainan pada sistem syaraf yang mengakibatkan adanya gangguan syaraf dan akhirnya anak tersebut kesulitan dalam berinteraksi. Maka dari itu, anak yang menderita autisme cenderung asyik bermain dengan dunia dan imajinasinya sendiri.
8. ADHD (attention deficit hyperactivity disorder)
Sebenarnya, ADHD ini agak mirip seperti autisme, cuma yang membedakan disini adalah anak yang mengalami gangguan Attention deficit hyperactivity disorder akan mengalami hambatan untuk mengendalikan diri, susah fokus, hiperaktif, dan bertindak tanpa berfikir terlebih dahulu.
Dari 9 jenis kelainan anak berkebutuhan khusus, pada faktanya masih banyak anak berkebutuhan khusus yang tidak mengenyam bangku sekolah karena ada beberapa faktor yang mempengaruhinya, yakni:
- Orang tua kurang percaya diri untuk menyekolahkan anaknya karena mendengar stigma-stigma negatif dari masyarakat
- Jika anaknya sekolah takut nantinya akan memalukan anggota keluarga yang lain
- Takut anaknya akan dikucilkan kepada teman-temannya
- Mahalnya biaya sekolah luar biasa (SLB) di Indonesia
- Ketidaksiapan sekolah di Indonesia dalam mendampingi anak berkebutuhan khusus yang mampu untuk dididik
- Fasilitas alat pendidikan SLB yang kurang memadai
Lantas bagaimana caranya agar pihak orang tua, lembaga pendidikan, dan pemerintah bisa selaras dalam menanggapi dan menanggulangi permasalahan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus?
Pertama, melakukan pendekatan emosional secara individu kepada pihak orang tua yang merasa minder akan keberadaan anaknya yang berbeda dari anak-anak lainnya adalah wajib dilakukan.
BACA JUGA: Parenting, Pelajaran yang Tak Didapat di Sekolah tapi Penting untuk Bekal Masa Depan
Ini menjadi langkah awal yang harus dilakukan, dengan melibatkan komunikasi yang baik antar pihak terkait untuk keberlangsungan anak berkebutuhan khusus dalam mendapatkan pendidikan yang layak seperti anak-anak pada umumnya. Karena pendidikan bukan menjadi masalah yang sepele. Ingat, beda cara mendidik anak bukan berarti tidak adanya usaha untuk meningkatkan pendidikan anak berkebutuhan khusus. Bakat-bakat terpendam sebenarnya masih tersimpan dalam diri anak tersebut.
Dari pihak orang tuanya pun, harus kooperatif. Anak berkebutuhan khusus itu perlu dampingan yang ekstra daripada anak pada umumnya. Dengan mengasah bakat yang ada, kiranya bisa menjadi poin penting untuk mengimbangi kekurangan yang ada pada diri anak tersebut.
Kedua, melakukan sosialisasi dan melakukan pelatihan caring bagi guru atau tenaga pendidik juga tak boleh dikesampingkan. Hal ini untuk membantu meningkatkan pendidikan anak berkebutuhan khusus (ABK) juga memerlukan kompetensi tenaga pendidik yang mumpuni dan berkualitas.
Pasalnya tidak semua guru bisa mengajar anak berkebutuhan khusus tanpa bekal (caring) khusus. Namun sepertinya masih banyak guru yang belum memiliki kompetensi yang maksimal dalam mengajar anak berkebutuhan khusus.
Ketiga, keberadaan sekolah SLB terbilang tidak banyak ini menimbulkan permasalahan pelik untuk menghadirkan pendidikan kepada anak berkebutuhan khsusus. Sedikit sekali kita bisa menemukan Sekolah Luar Biasa (SLB) di berbagai wilayah dan desa yang bisa menampung anak-anak berkebutuhan khusus. Seyogyanya, pemerintah bisa memperhatikan kembali sekolah-sekolah yang berkualitas tinggi bagi anak berkebutuhan khusus.
Keempat, buang jauh-jauh mindset SLB itu sekolah yang dibedakan. Menjadi dampak diskriminasi yang menonjol sekali apabila sekolah luar biasa akhirnya hanya dipandang sebelah mata bagi masyarakat. Keberadaannya yang dianggap biasa-biasa saja tanpa ada rasa empati perlu disingkirkan. Mempunyai perspektif positif bagi anak berkebutuhan khusus itu menjadi suatu upaya agar mutu pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus meningkat dan layak.
Komentarnya gan