KOTOMONO.CO – Terlalu banyak orang menganggap kalau perempuan itu lemah? Ya nggak sih? Kamu gimana? Nganggap perempuan lemah atau nggak?
Terus, apa sih yang jadi anggapan itu seolah-olah bener? Aha! Ternyata, anggapan itu karena kebanyakan orang melihat perempuan itu suka menangis. Apalagi di adegan-adegan yang dipampang di sinetron-sinetron kita. Ya kan?
Umum sih orang beranggapan kalau tangisan itu tanda lemahnya seseorang. Bahkan, kalau menangis itu “dipraktikkan” sama seorang laki-laki, biasanya orang itu akan dianggap cengeng, lemah, dan disamakan dengan perempuan. So, menangis bagi laki-laki itu dianggap tabu.
Tak heran jika kaum Adam memilih untuk membendung air mata agar tak tumpah sampai daratan. Takut kalau gara-gara air matanya itu ruang publik bisa kena banjir. Seketika, pesona maskulinitasnya pun merapuh dan roboh. Dunia pun seakan ikut roboh bersama derasnya air mata lelaki. Oh!
Iya sih, air mata bagi laki-laki semacam teror berbuah trauma tak berkesudahan. Efeknya bisa berkepanjangan. Sementara bagi perempuan, air mata kadung menjadi stigma. Seolah-olah tak ada tempat bagi perempuan yang mampu menguasai air matanya. Mereka, perempuan yang sanggup membendung air matanya, dianggap tidak lumrah.
Dengan kata lain, anggapan itu membuat posisi perempuan serba salah. Perempuan dinilai tidak pernah memiliki kemampuan dan kekuatan seperti laki-laki. Anggapan itu “dikultuskan” sebagai kodrat dari Tuhan.
Ah, rasanya membicarakan perempuan sebagai objek derita sudah menjadi akrab di telinga. Sampai-sampai sempat pula saya mengaminkan pandangan itu. Terutama, saat sebelum menyentuh kursi di ruang kelas kampus.
Pikiranku tak jauh dari pandangan masyarakat pada umumnya. Begitu pula teman-teman saya yang merasa sebagai laki-laki sejati. Bahkan, oleh pikirannya itu, seorang teman sempat tak membolehkan istrinya bekerja. Ia khawatir kalau-kalau kondisi kesehatannya terganggu gara-gara kecapaian. Ia tak mau membuat istrinya terbebani dengan banyak pekerjaan karena secara naluriah, seorang istri tentu akan sibuk pula mengurusi pekerjaan rumah tangga yang tak ada habisnya.
Mula-mula saya pandang pikiran teman saya masih wajar dan baik. Melindungi istri dari situasi-situasi yang mengancam. Namun, seiring waktu berjalan, saya merasa ada sesuatu yang kurang pas. Argumen yang disampaikan teman saya itu sebenarnya tak cukup menjadi sebuah alasan. Sekalipun tampaknya masuk akal, alasan teman saya itu sejatinya bukan argumentasi. Lebih tepatnya, itu adalah bentuk pengucilan perempuan. Menganggap perempuan itu lemah.
Tidak. Perempuan tidak selemah itu. Justru perempuan itu kuat. Sebab, sebagai perempuan, saya sendiri tidak merasa lemah menjalani berbagai aktivitas yang tidak sepele.
Butuh energi besar untuk mengerjakan tugas dari dosen, memproduksi dagangan yang dijajakan di kampus, mengurus urusan domestik, hingga aktif di organisasi. Belum lagi saya harus bolak balik Pekalongan-Pemalang yang jaraknya tidak dekat agar aktivitas tersebut bisa berjalan lancar.
Kemampuan perempuan untuk melahirkan bayi nyatanya tidak diperhitungkan oleh masyarakat luas sebagai kekuatannya. Padahal untuk mengeluarkan bayi dari dalam perut yang keluar melalui lubang kecil adalah bukan satu hal yang harus diremehkan. Rasa sakitnya luar biasa. Tidak pula pada saat melahirkan, melainkan pula pasca melahirkan. Tetapi, perempuan kuat menghadapi itu. Bahkan, Ibu saya sampai harus menghadapi empat kali rasa sakit dari persalinannya agar kami bisa dilahirkan.
Saya juga menolak keras anggapan bahwa menjadi ibu rumah tangga adalah pekerjaan yang sederhana dan mudah dikerjakan. Tidak. Menjadi ibu rumah tangga tentu bukanlah sebagai bentuk bahwa perempuan adalah makhluk lemah. Anggapan dari teman laki-laki saya tersebut jelas suatu anggapan yang keliru.
BACA JUGA: Perempuan Maskulin dan Laki-laki Feminin Itu Tidak Salah
Memasak, menyapu, mengepel lantai, membersihkan jendela, hingga mendampingi anak belajar di rumah di tengah pandemi bukanlah pekerjaan yang sepele. Sekali lagi, bukan pekerjaan sepele. Butuh energi yang besar untuk menuntaskannya hingga beres. Rasa capek jangan dikira tidak bakal menghinggap di badannya.
Perempuan adalah makhluk yang kuat sering saya saksikan melalui dunia olahraga. Saya pernah membaca Instagram Story-nya Debby Susanto, atlet badminton Indonesia, yang pernah mengatakan bahwa ketika darah menstruasi keluar melalui vaginanya, yang biasanya diikuti sakit perut, letih, dan lesu, atlet perempuan asal PB Djarum mampu melewatinya. Gelar All England 2016 yang diraihnya bersama Praveen Jordan adalah salah satu bukti bahwa perempuan tidak selemah itu dan mampu melewati berbagai rintangan.
Selain itu, banyak atlet badminton perempuan yang mampu meraih prestasi di dua nomor sekaligus pada satu ajang turnamen. Misalnya Zhao Yunlei, atlet asal Tiongkok, yang kerap bermain di dua sektor, yaitu di nomor ganda campuran dan di nomor ganda putri pada satu kejuaraan. Kejuaraan Dunia tahun 2015 yang dihelat di Istora Senayan, Jakarta adalah menjadi saksi bahwa Zhao Yunlei, sebagai atlet perempuan, mampu meraih prestasi yang sama-sama bisa diraih oleh atlet laki-laki.
Zhao Yunlei berhasil menggondol dua medali emas di dua sektor tersebut setelah mengalahkan lawan-lawannya dari babak 32 besar hingga babak final yang berlangsung selama satu minggu. Biasanya, untuk bermain di dua sektor, atlet tersebut harus bermain dua kali dalam sehari. Tak hanya di ajang tersebut, Zhao Yunlei juga kerap meraih prestasi di dua sektor di kejuaraan-kejuaraan lainnya.
Dari banyak contoh di atas dapat menepis anggapan bahwa perempuan nggak lemah apalagi dinilai tidak dapat berdaya. Stigma tersebut yang seharusnya mulai dicabut dari otak masyarakat luas. Pasalnya, jika masih saja terus tertanam di otak mereka, maka ruang untuk perempuan berekspresi akan semakin sempit. Mimpi yang mereka canangkan dari kecil terancam tak tercapai hingga bisa mengakibatkan tekanan mental bagi banyak perempuan.
Jika contoh tersebut belum cukup untuk menutup mulut orang-orang yang menilai perempuan itu lemah, kita, sebagai perempuan bisa wujudkan bersama mimpi-mimpi kita agar tak lagi dikatakan makhluk yang lemah.
Komentarnya gan