• Pedoman Media Siber
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Term of Service
  • FAQ
No Result
View All Result
  • Login
  • Register
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • UMKM
  • OH JEBULE
  • FIGUR
  • PLESIR
  • NGULINER
  • WISDOM
  • PUSTAKA
  • LAINNYA
    • KILASAN
    • NYASTRA
    • NGABUBURIT
    • RELEASE
    • EDUKASI
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • UMKM
  • OH JEBULE
  • FIGUR
  • PLESIR
  • NGULINER
  • WISDOM
  • PUSTAKA
  • LAINNYA
    • KILASAN
    • NYASTRA
    • NGABUBURIT
    • RELEASE
    • EDUKASI
No Result
View All Result
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • UMKM
  • OH JEBULE
  • FIGUR
  • PLESIR
  • NGULINER
  • WISDOM
  • PUSTAKA
  • LAINNYA
Ironi Mendapatkan Kuliah Bidik Misi

Gambar oleh Wilhan José Gomes wjgomes dari Pixabay

Perlombaan Menderita 4.0

Muhammad Arsyad by Muhammad Arsyad
Maret 18, 2021
in ESAI
0
Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsApp

KOTOMONO.CO – Dulu sewaktu saya masih jadi murid SD, Bapak saya ogah untuk meminta Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) ke kelurahan. Padahal, kalau diukur-ukur lagi, tingkat kemampuan Bapak sebagai kepala keluarga yaaa belum bisa dibilang sudah mampu. Makanya, saya pikir, ketika itu sebetulnya saya sangat membutuhkan surat yang menerangkan ketidakmampuan itu alias SKTM. Untuk apa? Sudah pastilah untuk mengajukan keringanan biaya sekolah.

Berbeda dengan Bapak, pikiran dan sikap Ibu tampaknya lebih realistis. Rasional pula. Ibu membujuk Bapak supaya mau memintakan SKTM ke kelurahan. Tentu, dengan berbagai macam argumentasi yang meyakinkan, meski cara Ibu bergartumentasi tak seilmiah Karlina Supelli saat berorasi di atas podium. Tapi apa jawab Bapak?

Bapak memang tidak langsung bilang “tidak!”. Bahkan, tidak pula diucapkan dengan nada menghentak. Suara Bapak masih datar dan cenderung rendah, hanya mengatakan, “Kita ini masih mampu, kok njaluk SKTM?.

Makjleb! Seketika hati terasa dipukul palunya Thor. Nyali pun terasa terpukul mundur. Menciut di sudut paling jauh. Entah, mungkin juga Ibu merasakan hal yang sama. Maklumlah, Ibu saya ini juga bisa dibilang iri. Apalagi ketika mengetahui kalau tak sedikit orang, bahkan tetangga saya, yang mengajukan SKTM. Tentulah tujuannya agar mendapat keringanan dan bantuan segala rupa.

Kalau mau jujur, rasa iri Ibu saya itu sangat beralasan. Tetapi, agar tidak tampak terlalu jujur, rasa iri Ibu saya itu cukuplah punya alasan. Waktu itu, banyak juga orang-orang yang boleh dikatakan mampu tapi ngebet biar dapat keringanan biaya sekolah anaknya dan bantuan pemerintah. Jadi, mungkin saja benar bahwa Ibu saya iri pada orang-orang mampu itu. Mampu untuk mengatakan tidak mampu.

BACA JUGA : Bagaimana Media Lokal Berbasis Akun Alter Menulis Berita Kekerasan Seksual dengan Buruk?

Tanpa disadari hal-hal serupa juga terjadi lagi. Ketika SMP, SMA, bahkan kuliah. Pemandangan serupa masih cukup dapat saya lihat. Nggak cuma saya, Ibu saya juga menyaksikan.

Tapi kali ini, Ibu saya sepertinya harus lebih besar daya kesabarannya. Godaan-godaan semacam itu memang kadang suka bikin hati anyel. Dan, yang namanya sabar memang nggak bisa ditentukan garis batasnya. Walhasil, pada suatu ketika, Ibu saya mangkel juga. Wis tah!

Kemangkelan Ibu bukan lagi soal iri hati. Tetapi, kemangkelan Ibu saya dikarenakan Ibu tak sanggup memberi uang jajan lebih pada anak-anaknya. Perekonomian kami pas-pasan, tapi nyaris tidak pernah mendapat bantuan subsidi untuk perkara pendidikan. Satu-satunya beasiswa yang pernah saya dapat adalah beasiswa berprestasi. Alhamdulillah, kami sedikit lega kala itu. Tetapi, beasiswa berprestasi punya jangka waktu tertentu. Makanya, sembari memutar otak, Ibu meminta saya mendaftar beasiswa bidik misi. Ya supaya kuliah nggak pusing mikirin biaya.

Karena takut kuwalat, waktu itu, saya pun mencari-cari infonya. Ibu saya juga demikian. Tanpa henti-hentinya mencari informasi bidik misi. Nah, setelah dapat informasinya, saya pun urung untuk mengajukan bidik misi. Ibu juga tak lagi memaksa saya untuk mengajukan beasiswa itu. Kenapa?

Huft! Saya terpaksa harus memberikan alasan yang jelas dan tepat sebagai jawaban. Saya katakan, bahwa syarat dan ketentuannya juga prosedur untuk mendapatkan beasiswa bidik misi itu begitu ribet. Dari informasi yang kami dapat, beasiswa bidik misi punya segudang persyaratan. Membayangkannya saja boleh jadi bikin saya harus minum Bodrex Flu dan Batuk. Salah satu persyaratan paling “horor” saat itu adalah nilai yang mesti konsisten memuaskan, tak boleh kurang barang sedikitpun.

Tentu ada persyaratan lain, tapi tidak perlu saya sebutkan karena Anda bisa cari sendiri di laman Google. Lantaran persyaratan ribet itu, saya akhirnya batal mengajukan bidik misi dan SKTM. Walaupun kami tahu, dua hal itu bisa membantu, setidaknya perkara biaya pendidikan saya.

BACA JUGA : 2036 Kota Pekalongan Terancam Tenggelam, Tapi Kita Nggak Tahu Harus Apa

Dari kedua hal itu: SKTM dan bidik misi, saya bisa melihat bagaimana seorang manusia begitu menyukai posisinya sebagai makhluk paling menderita. Ya gimana ya, dengan segudang persyaratan yang sudah jelas bikin menderita saat ngurusnya saja mereka mau. Walaupun dua hal itu semakin menasbihkan diri manusia sebagai makhluk yang paling menderita.

Saya melihat ada semacam perlombaan paling miskin di sana. Miskin begitu identik dengan menderita. Mau gimanapun, miskin itu sesuatu yang tidak menyenangkan lagi menggembirakan. Perlombaan ini bukan hanya saat mengurus “akta kemiskinan” seperti itu.

Namun pada saat ngobrol, diskusi, atau sekadar curhat. Di situ akan muncul hasrat manusia untuk saling menunjukkan penderitaannya. Mungkin anda pernah curhat ke teman, terus teman anda bilang “Kamu sih masih mending.”

Nah itulah manifestasi paling sederhana manusia sebagai makhluk yang suka unjuk gigi penderitaan. Saya juga pernah melakukan hal itu.

Menderita akan selalu ada di kehidupan manusia. Sebab penderitaan sudah menjadi semacam Sunatullah, seperti apa yang pernah dibilang Imam Al-Ghazali. Namun penderitaan terlanjur melebur dan menjadi satu dalam tatanan kehidupan manusia. Sehingga manusia pun berbesar hati dengan penderitaan yang ia alami.

Di satu sisi, ini hal yang positif, karena dengan menderita saja bangga bagaimana kalau sedang bahagia? Harusnya sih begitu. Tapi yang terjadi muncul satu perlombaan yang belum pernah tercetus di acara Agustusan: lomba menderita.

Semakin ke sini, perlombaan menderita itu semakin menggurita. Manusia sudah tidak lagi malu menunjukkan bahwa dia menderita. Padahal dulu, sebuah kenestapaan itu aib. Orang miskin yang ketahuan miskin itu aib. Orang nganggur yang ketahuan nganggur itu juga aib.

Perlombaan menderita ini bertambah sering digelar sejak Robert E. Kahn dan Vinton G. Cerf menciptakan internet. Kemudian terus bermetamorfosis kala media sosial macam Facebook dan Twitter lahir. Tak bisa dipungkiri, dua media sosial tersebut telah beralih menjadi semacam arena perlombaan menderita. Dalam hal ini media sosial bikinan Jack Dorsey lebih favorit dijadikan gelanggang perlombaan menderita.

BACA JUGA : Viral Itu Perlu dan Memang Harus

Lihatlah sendiri di Twitter. Bagaimana satu orang dengan satu orang lain saling mengadu kenestapaan di sana. Penderitaan yang semula ranah privasi kini seolah penting dan harus diketahui publik. Manusia kini lebih memilih mengumbar penderitaannya, alih-alih mengatasi penderitaan itu.

Kita yang mungkin terbiasa saling curhat secara langsung, kini lebih memilih menyerahkan penderitaan kita kepada algoritma media sosial. Barangkali itu dilakukan karena kita menganggap tidak ada lagi orang yang bisa dipercaya untuk menampung keluh kesah kita. Atau bisa jadi agar kita mendapat respon orang lain yang belum pernah kita jumpai.

Ini bisa menjadi semacam gejala antisosial. Manusia tidak lagi mengandalkan sesama manusia. Sebab untuk urusan yang menyangkut kehidupan privatnya saja, manusia lebih memilih untuk menyerahkan diri pada Twitter, Facebook, dan sebangsanya. Media sosial yang semestinya menjadi media sosial justru sudah bersalin menjadi sosial itu sendiri.

Masalahnya, aksi saling unjuk gigi penderitaan di media sosial ini pun justru berpeluang membiaskan sesuatu. Biasanya orang akan cenderung lebih memilih untuk tampil menderita di media sosial, padahal kenyataannya ia begitu bahagia. Sebaliknya mungkin saja bisa, tapi hal itu jarang sekali terjadi.

Perkara ada faktor yang melatarbelakangi hal itu di masing-masing orang saya tidak mau ikut campur. Tetapi dari situ saya tahu bahwa manusia punya kecenderungan memanusiakan media sosial daripada manusia itu sendiri. Lewat apa yang disebut sebagai perlombaan menderita 4.0.

 

BACA JUGA Tulisan-tulisan menarik Muhammad Arsyad lainnya.

Tags: Bidik MisiEsaiKuliahOpiniSKTM

Mau Ikutan Menulis?

Kamu bisa bagikan esai, opini, pengalaman, uneg-uneg atau mengkritisi peristiwa apa saja yang bikin kamu mangkel. Karya Sastra juga boleh kok. Sapa tahu kirimanmu itu sangat bermanfaat dan bisa dibaca oleh jutaan orang. Klik Begini caranya


Muhammad Arsyad

Muhammad Arsyad

Redaktur
Tukang nulis dan penggemar Super Sentai. Santri Youtube. Bermukim di Kota Pekalongan bagian utara.

Sapa Tahu, Tulisan ini menarik

Sosok Penting Pelopor Penerbangan Dunia

4 Sosok Penting Pelopor Penerbangan Dunia

Mei 19, 2022
141
mata uang kripto

Mengenal Lebih Jauh Apa Itu Mata Uang Kripto

Mei 16, 2022
139
Mengulik Asal Muasal Sejarah Wingko Babat

Mengulik Fakta Wingko Babat; Berasal dari Lamongan yang Kadung Terkenal di Semarang

Mei 13, 2022
160
Kampung Naga Tasikmalaya

Sekelumit Tentang Kampung Naga, Kampung Unik Tanpa Modernisasi di Tasikmalaya

Mei 12, 2022
152
Alasan Kenapa Film KKN Desa Penari Bisa Booming

Alasan Kenapa Film KKN Desa Penari Bisa Booming

Mei 10, 2022
461
Jasa desain interior Semarang

7 Jasa Desain Interior Semarang Terbaik yang Bisa Jadi Pilihan Kamu

Mei 8, 2022
151
Load More


Ada Informasi yang Salah ?

Silakan informasikan kepada kami untuk segera diperbaiki. Pliss "Beritahu kami" Terima kasih!


TERBARU

Koenokoeni Cafe Gallery, Kafe Resto dengan Kearifan Lokal di Semarang

4 Sosok Penting Pelopor Penerbangan Dunia

Tradisi Pesta Giling Tebu di Pabrik Gula Sragi, Sebuah Upacara Spesial Pengantin Tebu dan Pengantin Glepung

Wisata Hits Terbaru Tegal di Villa Guci Forest

Mengenal Lebih Jauh Apa Itu Mata Uang Kripto

Mengulik Fakta Wingko Babat; Berasal dari Lamongan yang Kadung Terkenal di Semarang

Sekelumit Tentang Kampung Naga, Kampung Unik Tanpa Modernisasi di Tasikmalaya

LAGI RAME

Wisata Pekalongan Pantai Pasir Kencana

New Taman Wisata Pantai Pasir Kencana Kota Pekalongan

Maret 10, 2022
6.4k
Cafe Hits Batang Hello Beach

20 Cafe Hits Kekinian di Kabupaten Batang yang Keren Abis Buat Nongki-Nongki

Februari 13, 2022
2.9k
Wisata Hits Terbaru Jogja di HeHa Ocean View

Wisata Hits Terbaru Jogja di HeHa Ocean View

Maret 3, 2022
1.8k
Tradisi Syawalan Balon Udara Pekalongan

5 Tradisi Syawalan di Pekalongan yang Sayang Untuk Dilewatkan

Mei 7, 2022
7.7k
Tradisi Pengantin Glepung di Pabrik Gula Sragi

Tradisi Pesta Giling Tebu di Pabrik Gula Sragi, Sebuah Upacara Spesial Pengantin Tebu dan Pengantin Glepung

Mei 18, 2022
353
KH Abdul Gaffar

Kisah KH. Abdul Gaffar Ismail di Pekalongan

Mei 19, 2020
1.3k
Legenda Dewi Lanjar Pantai Utara

Kisah Legenda Asal-usul Dewi Lanjar

Agustus 12, 2016
34k
Wisata Tegal - Villa Guci Forest

Wisata Hits Terbaru Tegal di Villa Guci Forest

Mei 17, 2022
254
Makam Sapuro

Wisata Religi : Makam Habib Ahmad Sapuro Pekalongan

Agustus 7, 2016
11.6k
Dewi-Rantamsari-Dewi-Lanjar

Kisah Misteri Dewi Rantamsari Yang Melegenda

Oktober 16, 2018
15.6k

TENTANG  /  DISCLAIMER  /  KERJA SAMA  /  KRU  /  PEDOMAN MEDIA SIBER  /  KIRIM ARTIKEL

© 2021 KOTOMONO.CO - ALL RIGHTS RESERVED.
DMCA.com Protection Status
No Result
View All Result
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • UMKM
  • OH JEBULE
  • FIGUR
  • NGULINER
  • PLESIR
  • LOCAL WISDOM
  • PUSTAKA
  • LAINNYA
    • KILASAN
    • NGABUBURIT
    • RELEASE
    • EDUKASI
    • NYASTRA
  • Mau Kirim Tulisan?
  • Login
  • Sign Up

Kerjasama, Iklan & Promosi, Contact : 085326607696 | Email : advertise@kotomono.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In