KOTOMONO.CO – Bila Anda sudah menonton Gundala (2019), maka Film Sri Asih (2022) juga wajib Anda tonton.
Film besutan Upi Avianto ini merupakan adaptasi dari komik superhero berjudul sama karya RA Kosasih. Menjadi salah satu film superhero lokal hasil kongsi Jagat Bumilangit dan Screenplay Film, Anda saya jamin puas menonton film ini, sepuas Anda menonton Gundala sebelumnya.
Kisah dimulai dari Alana kecil yang lahir di tengah letusan Gunung Merapi. Kedua orangtuanya sudah meninggal, sehingga Alana kecil dibawa ke sebuah panti asuhan dan tumbuh di sana tanpa mengetahui siapa orangtuanya. Sejak kecil Alana sudah berbakat bela diri, ditambah lagi dia peduli dengan sesama. Tak heran, bila dia berani pasang badan melawan tiga orang yang merampas buku milik Tangguh, teman baiknya.
Sampai kemudian, datang seorang perempuan bernama Sarita (Jenny Zhang) ingin mengadopsi Alana. Sebelum berpisah, Alana sempat berpesan bila Tangguh harus berani melawan bila dizalimi. Tangguh pun berjanji bila dirinya akan menyusul ke Jakarta suatu hari nanti.
Hari demi hari berganti. Alana dewasa (Pevita Pearce) menjelma sebagai seorang petarung MMA. Di bawah tempaan Sarita, Alana berhasil memenangkan sejumlah pertandingan dan menjadi petarung tak terkalahkan.
Tapi, ada satu kelemahan Alana. Sejak kecil hingga dewasa, dia selalu diteror oleh sesosok penuh kilat api, yang belakangan adalah Dewi Api (Dian Sastrowardoyo). Sarita tahu itu, sehingga dia tak saja melatih fisik Alana, tapi juga melatihnya supaya mampu mengontrol nafsu pemarahnya.
Alana yang suatu malam didatangi Dewi Api dalam tidurnya, berlatih tanding dengan Sarita keesokan harinya dalam keadaan emosi luar biasa, sampai tak bisa mengendalikan diri. Sarita yang melihat Alana demikian memutuskan untuk mengistirahatkan Alana sementara waktu dan meyakinkannya bila dia dapat mengalahkan kekuatan jahat Dewi Api suatu saat nanti.
BACA JUGA: Dorama Silent (2022), Drama Bagus dengan Premis Menarik, Tapi Nanggung
Di lain tempat, Mateo (Randy Pangalila) baru saja bebas setelah ditahan beberapa hari karena dugaan kekerasan terhadap seorang perempuan. Perempuan itu dinarasikan mencabut laporannya ke polisi, sehingga ada spekulasi bahwa Mateo bersama ayahnya, Prayogo (Surya Saputra), menekan perempuan itu dan menyogok polisi agar kasusnya ditutup. Spekulasi itu muncul dari pemberitaan seorang wartawan senior, yang kemudian mati dibunuh Jagau (Revaldo), ajudan Mateo.
Prayogo berpesan kepada anak semata wayangnya itu agar tak usah repot-repot menghadapi keusilan orang lain dan cukup menyuruh centeng saja. Prayogo tak ingin usahanya mempersiapkan Mateo menjadi suksesor bisnis propertinya sia-sia karena ulah putranya itu.
Mateo punya kebiasaan bertanding MMA di bar miliknya. Setiap lawannya sudah disogok Jagau agar mengalah dan roboh dihantam Mateo. Semua lawannya menyanggupi, kecuali Alana dan Sarita. Sarita jelas emoh menurutinya, tapi Jagau cs mengancam akan menghancurkan sasana milik Sarita. Alana yang tak ingin itu terjadi, akhirnya mengiyakan maunya Jagau tanpa sepengetahuan Sarita.
BACA JUGA: My Ice Girl Series, Drama Remaja Dengan Nuansa Beda
Hari pertandingan pun tiba. Bentrok Mateo versus Alana di ring MMA pun berlangsung tiga ronde. Dua ronde berhasil direbut Alana tanpa beban, tapi Alana oleng di ronde ketiga. Mateo yang keasyikan selebrasi setelah berhasil mengalahkan Alana tak sadar bila Alana berusaha berdiri lagi. Tanpa babibu, Alana lantas membalas Mateo, menendangnya hingga terpental dan KO.
Alana menyesali itu, meskipun sempat puas sudah merobohkan Mateo. Penyesalannya makin menjadi-jadi manakala dia mendapat kabar Sarita dilarikan ke rumah sakit karena dianiaya beberapa orang suruhan Jagau. Alana ingin melabrak Mateo di barnya, bahkan sudah merobohkan beberapa ajudannya, tapi dicegah oleh seorang lelaki bernama Kala (Dimas Anggara).
Kala pula yang kemudian diketahui membawa lari Sarita dari rumah sakit untuk disembunyikan di rumah ibunya, Eyang Mariani (Christine Hakim). Kala sudah tahu bila rumah sakit akan dibom Jagau cs untuk melenyapkan Sarita. Apalagi, belum lama setelah Alana berupaya melabrak, Mateo ditemukan tewas di bar.
BACA JUGA: Blonde, Biopik Marilyn Monroe yang Dinilai Mengeksploitasi Trauma sang Aktris
Prayogo yang sangat terpukul dengan kematian putra tunggalnya itu menganggap kelalaian Jagau menjadi penyebabnya. Prayogo menduga itu ulah Alana yang tak terima Sarita dianiaya. Dia meminta Jatmiko (Reza Rahadian) dan jajaran kepolisian untuk mengusutnya.
Alana yang semula tak tahu tampak limbung, lalu emosi begitu dia dan Kala dikepung anak buah Jagau. Tak butuh waktu lama, Alana berhasil merobohkan mereka. Kala kemudian membawa Alana pergi ke rumahnya. Alana yang tadinya kalang kabut, perlahan tenang setelah melihat Sarita selamat.
Sementara Sarita masih tergeletak di ranjangnya, Eyang Mariani kemudian membeberkan jatidiri Alana. Rupanya, ada darah Dewi Asih (Maudy Koesnaedi) yang mengalir dalam diri Alana. Karenanya, Alana merupakan Sri Asih kedua setelah Sri Asih pertama (Najwa Shihab). Itulah kenapa Alana selalu diteror Dewi Api, karena begitu potensialnya kekuatan Alana untuk kehidupan umat manusia ke depannya, sehingga kedatangan Alana sudah lama ditunggu-tunggu.
Eyang Mariani tak saja membeberkan jatidiri asli Alana, tapi juga memberitahu siapa sebenarnya Prayogo dan kekuatan jahat seperti apa yang dimiliki pebisnis gondrong itu. Kalung yang selalu dipakai Prayogo menjadi kunci kekuatannya, sehingga ketika dicabut maka kekuatannya memudar.
BACA JUGA: Film 21 Bridges (2019) ini Semacam Gambaran Ironi di Balik Penegakan Hukum
Tantangan Alana tak hanya melawan Prayogo cs, tapi juga menyelamatkan warga sebuah rumah susun dari teror yang tak ada habis-habisnya. Rupanya, salah satu penghuni rumah susun itu adalah Tangguh (Jefri Nichol) yang bekerja sebagai jurnalis. Pertemuan kembali keduanya berlangsung emosional di tengah teror yang terus mengganggu warga.
Serentetan teror itu sebenarnya ulah Prayogo yang ingin melebarkan sayap propertinya. Menurut Prayogo, adalah tidak adil bila dirinya harus berbagi lahan dengan orang-orang miskin yang keberadaannya hanya membebani negara.
Bersama Tangguh, Alana dan Kala mencoba mengurai benang merah antara bisnis Prayogo dan teror di rumah susun itu. Dari Jatmiko, ketiganya mendapat informasi kalau Prayogo bakal mengadakan pesta topeng di rumahnya sekaligus penggalangan amal sosial untuk mengenang Mateo. Jatmiko juga meyakinkan mereka bila tak semua polisi bisa dibeli.
Alana dan Kala menyusup ke lokasi pesta, lalu membuntuti Prayogo yang beranjak pergi ke gedungnya. Keduanya terlibat perkelahian dengan para ajudan Prayogo sesampainya di sana. Sementara Kala berusaha menangkis serangan para ajudan Prayogo, Alana berhasil menemukan Prayogo dan melawannya.
BACA JUGA: 4 Pelajaran yang Bisa Dipetik Dari Film Miracle In Cell No. 7
Alana kemudian berhasil mencabut kalungnya dan pergi meninggalkan Prayogo. Tapi, Alana merasa bila kalung itu bukan yang ditunjukkan Eyang Mariani tempo hari.
Tangguh yang berada di rumah susun memberitahu bila anak buah Prayogo terus meneror warga. Alana dan Kala segera meluncur ke sana dan berupaya melawan sebagian preman itu. Tak lama kemudian, datang polisi bersenjata lengkap menyerbu rumah susun itu dan berhasil menangkap semua pengacau.
Menurut info yang didapat Tangguh, warga rumah susun seharusnya dibawa ke penampungan sementara. Namun, yang terjadi sebenarnya adalah mereka dibawa ke suatu tempat yang ternyata bekas pabrik di pinggiran Jakarta. Di sinilah villain yang sebenarnya muncul. Kecurigaan Alana dan Kala tentang kalung Prayogo pun terjawab. Bukan Prayogo yang berkalung setan sebenarnya, tapi justru Jatmiko!
Ternyata, evakuasi warga malam itu hanyalah akal-akalan Jatmiko untuk mengumpulkan mereka. Tujuannya satu, tumbal seribu nyawa harus dilakukan untuk membangkitkan roh sejumlah panglima jahat.
Alana terlibat perkelahian seru dengan Jatmiko, sementara Kala dan Tangguh berusaha mencari para warga yang ditawan, plus melawan para centeng Jatmiko. Pintu di mana warga ditahan ternyata dipasang bom yang meledak dalam sepuluh menit dan dikunci sedemikian rupa sampai tak bisa dilepas.
BACA JUGA: Film Mencuri Raden Saleh, Ketika Lukisan Menjadi Inspirasi Perlawanan
Jatmiko rupanya tahu bila kelemahan Alana adalah amarahnya, sehingga Dewi Api pun muncul di belakang Jatmiko. Sayang, Alana tak terpancing, bahkan menggandakan dirinya menjadi tiga. Mirip dengan Naruto yang mengeluarkan jurus seribu bayangannya. Sementara dua bayangannya berkelahi dengan Jatmiko, Alana menyusul Kala dan Tangguh untuk membuka pintunya.
Warga rumah susun itu akhirnya berhasil meloloskan diri bersama Kala dan Tangguh, sementara Alana terbang ke langit membawa bom yang berhasil dicabutnya. Bom itu meledak di udara, menyebabkan ritual tumbal seribu nyawa tak jadi terlaksana. Jatmiko sendiri keburu lenyap setelahnya.
Di akhir cerita, terbongkar pula bila Sarita mengadopsi Alana sebagai anak atas sepengetahuan Eyang Mariani sejak lama. Eyang Mariani juga memberitahunya bila nanti Alana akan berkongsi dengan Gundala melawan kejahatan. Itulah kenapa Sri Asih sempat muncul saat Gundala mengejar mobil vaksin di film Gundala.
Kisah Sri Asih rasanya relevan dengan kehidupan sehari-hari kita. Seperti Jatmiko yang selalu dipandang sinis para tetangga karena profesinya. Profesi polisi dipandang mereka sebagai kumpulan orang culas berpistol yang hanya berani pada orang kecil namun ciut di depan orang berkuasa, sehingga menjadi polisi itu memalukan.
Lalu, kata-kata Alana kepada Tangguh juga masih terngiang-ngiang di telinga saya. “Kalau hakmu dirampas, lawan! Kamu harus tangguh seperti namamu.” kurang lebih demikian yang saya ingat. Meski memang, tak mudah melawan kejahatan bila penjahatnya hanya berani keroyokan atau pakai senjata api. Bila berhasil mengalahkan begal, korbannya malah dibui karena si begal merasa dianiaya. Mirip sekali dengan negeri Wakanda…..hehehe.
Plot twist Sri Asih juga bisa dibilang membagongkan, sebab villain yang sebenarnya justru Jatmiko yang sebelumnya dicitrakan sebagai polisi jujur. Pertanyaannya sekarang, bagaimana latar belakang Jatmiko? Adakah hubungannya dengan Prayogo? Apakah dia bak bunglon yang bisa berkamuflase?
BACA JUGA: Melawan Nazi Jerman Melalui Sepak Bola dalam Film The Match (2021)
Plot twist-nya memang berhasil mengejutkan penonton yang budiman, tapi saking mengejutkannya sampai-sampai tak ada penjelasan detailnya mengapa bisa demikian. Ini berbeda jauh dengan Gundala, di mana Pengkor sebagai villain utama memiliki riwayat hidup yang tragis saat masa kecilnya dan itu penyebabnya menjadi penjahat.
Sebelum film diputar dan di bagian post-credit, ada bocoran tentang siapa pahlawan selanjutnya. Ada Virgo and The Sparklings (Adhisty Zara) dan Godam (Chicco Jerricho). Virgo digambarkan sebagai seorang anak SMA yang bermusik bersama teman-temannya, tetapi punya sisi lain sebagai manusia yang tangannya mengeluarkan api. Sementara Godam digambarkan sebagai seorang sopir truk yang punya tendangan maut, yang bisa bikin siapa saja yang mengganggunya terpental jauh.
Anda penasaran? Sama, saya juga. So, mari kita tunggu kehadiran mereka tahun depan!
Komentarnya gan