KOTOMONO.CO – Novel Janji yang diluncurkan oleh Tere Liye pada tahun 2021 ini menarik untuk kita bahas.
Tere Liye sendiri merupakan seorang penulis yang namanya cukup terkenal di kalangan pembaca memulai karir kepenulisannya sejak 2005, dengan novel debutnya berjudul ‘Hafalan Sholat Delisa’. Novel tersebut boleh jadi menghantarkannya menjadi penulis papan atas. Hingga saat ini, pria kelahiran tahun 1979 itu telah menulis lebih dari 50 buku.
Pun novel ‘Janji’ yang merupakan salah satu novel Tere Liye terbaru. Dengan tebal 486 halaman, ia tetap bisa membuat novel ini tidak membosankan untuk dibaca sampai habis. Alur cerita yang terasa ‘mengalir’ membuat pembaca akan terus penasaran dengan halaman selanjutnya.
‘Janji’ bercerita tentang tiga sekawan yaitu Hasan, Baso dan Kaharuddin yang bersekolah di suatu sekolah agama terpencil, jauh dari hiruk pikuk kota. Tiga sekawan itu sangat terkenal di sekolah, bukan karena prestasi melainkan karena kenakalannya yang kerap kali melewati batas.
Puncak kenakalan mereka terjadi saat sekolah kedatangan ‘tamu agung’. Ketiga anak nakal itu membuat ulah dengan sengaja mencampurkan garam ke dalam teh yang akan dihidangkan untuk para tamu.
Meski dilakukan dengan ‘rapi’, sayangnya Buya (Ayah), selaku kepala sekolah agama tersebut mengetahui perbuatan mereka. Maka, bukan para guru lagi yang mereka hadapi kali ini. Buya sendiri yang langsung memanggil mereka ke ruangannya.
BACA JUGA: Kigeki, Lagu Santuy Penutup Anime Spy x Family yang Penuh Makna Tentang Keluarga
Baik Hasan, Baso dan Kaharuddin, ketiganya sama-sama berharap bahwa kenakalan kali ini akan membuat mereka dikeluarkan dari sekolah. Mereka tidak suka dengan sekolah agama ini. Namun, Buya bahkan tahu niat mereka itu. Alih-alih mengeluarkan mereka dari sekolah, Buya malah memberikan mereka pilihan.
Pilihan pertama, merekan harus mencari seseorang yang telah hilang sejak 40 tahun lalu, namanya Bahar. Dulu Bahar juga sama seperti mereka; sama-sama murid sekolah ini, dan sama-sama suka membuat onar. Bahkan lebih parah lagi, Bahar pernah menyebabkan kebakaran sekolah hingga salah satu temannya tewas.
Ayah Buya yang juga pendiri sekolah agama, saat itu terpaksa mengeluarkan Bahar dari sekolah. Namun setelah keputusannya itu, hidup beliau malah jadi ‘tak tenang’. Ia terus mencari Bahar kemana-mana, namun tak pernah berhasil. Maka kali ini, tiga sekawan inilah yang ditugaskan untuk mencarinya.
Buya menawarkan, jika mereka berhasil menemukan Bahar maka mereka boleh memilih untuk keluar dari sekolahan. Tetapi, jika mereka tidak ingin pergi mencarinya, mereka masih punya pilihan kedua: tetap bersekolah disana sampai tamat, dan artinya tidak akan ada lagi siswa yang dikeluarkan dari sekolah seperti Bahar.
BACA JUGA: Menambah Wawasan Tentang Islam Dengan Buku Journey To The Light
Dengan niat berhenti sekolah yang tinggi, maka tiga sekawan itu memilih pilihan yang pertama. Lumayan, bisa jalan-jalan tanpa harus mengikuti kelas yang membosankan, itu pikir mereka. Mereka tidak pernah menduga bahwa perjalanan ini akan menjadi perjalanan yang penuh makna dan pelajaran hidup.
Setelah memutuskan untuk mengunjungi rumah lama Bahar dan tidak mendapatkan hasil apapun, mereka memutuskan untuk pergi ke kota besar yang diduga kuat sebagai tempat pelarian Bahar. Selama ‘misi’ ini, mereka memutuskan untuk mencoba berpikir seperti Bahar.
Ternyata, keputusan untuk pergi ke kota besar tidak salah. Dan keputusan untuk menjalankan tugas dari Buya pun tidak salah. Perjalanan ini membawa mereka untuk melihat berbagai pelajaran hidup yang mungkin tidak bisa mereka dapatkan saat di kelas.
Mereka tahu bahwa kenakalan Bahar bahkan ‘jauh’ diatas mereka. Ia nakal, pemabuk, suka membuat onar, bahkan suka berjudi. Mereka tidak pernah menduga bahwa mereka akan menemukan Bahar dengan ‘versi baru’ lewat cerita orang-orang yang pernah mengenalnya.
BACA JUGA: 4 Film Pendek Keren yang Bisa Kamu Tonton Gratis di Youtube
Bahar dikenal acuh, cuek, namun peduli dengan tetangga sekitar. Awal kedatangannya ke kota, ia masih menyempatkan diri untuk mabuk—anehnya ia juga menyempatkan diri untuk sholat. Ia tidak pernah bekerja untuk mendapatkan banyak uang. Ia bekerja untuk menolong orang lain, untuk berbagi dengan orang lain, pokoknya melakukan apapun yang bermanfaat.
Bahar hidup berpindah-pindah tempat, mengikuti apa kata hatinya—bahkan terkadang terpaksa memutuskan pindah karena kejadian yang ia alami. Tapi kehadirannya di setiap tempat yang ia datangi selalu bermakna. Setidaknya bagi orang-orang yang ada disekitarnya saat itu, mereka menilai Bahar sebagai seorang yang baik.
Hingga suatu waktu, setelah mengalami segala peristiwa sedih maupun bahagia, ia akhirnya tiba di tempat ‘pemberhentian’ terakhir. Tempat ia akhirnya memutuskan untuk menetap, mengabdikan sisa hidup di kota itu untuk membantu dan secara tidak langsung menginspirasi banyak orang. Bahar suka tempat itu, tempat ia bisa memeluk erat segala kenangannya yang telah tertinggal di belakang.
BACA JUGA: Tentang Sosok Kinan, Si Wanita Tangguh dari Novel Laut Bercerita
Di masa kini, saat tiga sekawan itu tiba di tempat terakhir, setelah menjahit seluruh benang cerita yang tidak mereka duga tentang Bahar, mereka akhirnya mengetahui satu fakta: Bahar telah tiada. Ia wafat 7 tahun lalu.
Apa perjalanan mereka sia-sia? Tentu tidak. Perjalanan ini mengubah cara pandang mereka terhadap banyak hal. Mereka akhirnya tahu, bagaimana mereka harus menghadapi kejadian paling menyedihkan, bahkan bagaimana mereka tetap dapat melihat sisi positif dari kejadian buruk sekalipun.
Yang terpenting, mereka juga tahu satu hal. Bahar memegang teguh lima janjinya kepada Ayah Buya, janji yang ia ucapkan sesaat sebelum meninggalkan sekolah dulu. Ia menebus segala kesalahannya selama di sekolah agama, dengan tidak melupakan satupun dari janji-janji itu.
BACA JUGA: Film Godse (2022), Potret Orang Baik yang Kadung Kecewa Dengan Pejabat Korup
Buku ini sangat menarik, mengandung banyak pesan yang bisa kita ambil. Buku ini seolah mengingatkan kita bagaimana menjalankan perintah agama yang bukan hanya sekedar ‘kalimat di mulut saja’, tetapi juga harus memberikan dampak baik bagi sekeliling kita. Kita juga seperti disadarkan, bagaimana terkadang kita dengan gampangnya menilai seseorang hanya dari masa lalunya, tanpa melihat seperti apa dia sekarang.
Buku ini cocok dibaca mulai dari kalangan remaja hingga orangtua. Semoga dengan membaca buku ini, kita jadi lebih bijak dalam menghadapi segala hal yang diizinkan oleh Yang Maha Kuasa untuk terjadi dalam kehidupan kita.
Tulis Komentar Anda