KOTOMONO.CO – Kalau mau nyari tempat healing di Batang yang nentremin, Sapta Wening mungkin tempat yang kamu butuhkan.
“Manjing wening ing kahanan tentrem”
Begitu profil yang tampak jika kamu berkunjung ke Instagramnya. Saat membaca itu, saya auto merasa tenang. Entah karena ada kata “tentrem” dalam kalimatnya, tingkatan bahasa Jawa yang dipilih, atau efek teringat atmosfer Sapta Wening saja.
Sejarah perkenalan saya dengannya bukan karena saya mengikuti trend tempat nongkrong. Sapta Wening juga belum terlalu hits kala itu.
Saat itu, teman saya yang sedang berjuang move on -dari someone she can’t have– merayu saya agar menemaninya ke sana. Rupa-rupanya, perjalanan itu dalam rangka napak tilas masa lalu. Sebagai teman yang baik, saya biarkan dia berdamai dengan keadaan, dan nggak sekalipun saya menyesal berada di sana. Saat perjalanan pulang, saya justru berjanji “Lain waktu aku yang ngajak kamu ke sini”.
Hidden game yang terletak di daerah Blado ini berada persis sebelum curug Genting. Kalau kamu sudah masuk lokasi tiket curug, artinya Sapta Wening di depan mata. Kamu cuma perlu tengok kiri dan julurkan lehermu sedikit melihat bangunan di atas. Tiket tadi bisa kamu tukarkan di kasir dan dapat diskon. Entah besarannya berapa, saya lupa, karena sempat terjadi perubahan.
Sapta Wening benar-benar menciptakan hawa damai. Paduan panorama alam, konsep kedai, dan perjalanan yang panjang menjadi racikan pas sebagai usaha healing. Perjalanan dari Pekalongan bisa memakan waktu hampir satu setengah jam. Tapi jangan risau, semuanya akan terbayar tuntas saat kamu melihat hamparan sawah, perkampungan khas desa, terasering, sungai besar, hutan pinus, dan kabut.
Pondok sederhana yang dijadikan tempat singgah itu menyajikan berbagai menu. Kita bisa memesan makanan berat, snack, juga aneka jenis minuman yang cocok dipadukan dengan suasananya. FYI nih, dulu, kali pertama saya ke sana, Sapta Wening belum menyajikan makanan berat. Sangat disayangkan karena perjalanan jauh yang ditempuh “hamba galau” pasti menguras tenaga. Apalagi hawa dingin bisa membikin perut keroncongan. Syukurlah banyak perubahan yang terjadi.
BACA JUGA: Menikmati View Gunung Merapi-Merbabu dari Argo Loro Kopi Selo Boyolali
Beberapa menunya yaitu singkong keju, pisang cokelat, mendoan, kentang goreng dan kawan seperjuangannya, ingkung ulam, ingkung pedesan, aneka jenis minuman cokelat dan kopi, kopi rempah, wening ayu, sangkala, wedang raja dan ratu, juga masih banyak lagi. Nggak usah khawatir, harganya terbilang normal. Rasanya juga nggak mengecewakan.

Nggak cuma tambahan menu, beberapa hal juga diubah. Seperti atap pondok yang dulunya memakai jerami, sekarang sudah ditambahkan bahan lain. Juga bar yang tadinya kayu, saat ini sudah disemen dengan tambahan aksen bebatuan. Mungkin hal ini dimaksudkan demi kenyamanan bersama. Tapi sebagai seorang yang menyukai nilai tradisional, saya pribadi prefer dengan konsep sebelumnya yang lebih alami. Maklum, hal ini jarang saya dapati di tempat lain.
BACA JUGA: Sensasi Kulineran Ala Eropa Di Dago Bakery Punclut Bandung
Seperti langgar (tempat sholat) yang disediakan. Saung kecil di samping kiri kedai itu benar-benar membawa kedamaian. Saya merasa bisa duduk berjam-jam dan berdiam diri di sana dengan masih mengenakan mukena. Kalau saja saya nggak diingatkan kami perlu bergantian, mungkin hal itu sudah saya lakukan.
Keistimewaan lain Sapta Wening adalah nggak ada musik. Jika tempat nongkrong biasanya full music, penuh suara lantang, hal itu nggak berlaku di sana. Sapta Wening punya musiknya sendiri: obrolan pengunjung, jangkrik, daun yang bergesekan sebab ulah angin, atau burung yang sesekali menjerit. Sekali waktu orang datang membawa gitar akustik. Mereka memainkannya, tapi terdengar berbeda dengan musik biasanya.
Something magical happened?
Saya rasa tidak. Kita hanya sedang menyatu dengan alam tanpa banyak distraksi seperti lalu lalang kendaraan dan orang berteriak, dan kita bisa menikmati keberadaan kita saat itu.
BACA JUGA: Warmindo Sadjiwo Jadi Trendsetter Tempat Nongkrong Kekinian
Saking istimewanya tempat ini, teman saya berharap Sapta Wening keep in secret. Dia bahkan meminta saya agar nggak membawa orang lain ke sana. Bukan apa, dia hanya nggak mau Sapta Wening menjadi seperti tempat nongkrong lainnya yang sementara kemudian hilang begitu saja. Dia berharap, keasrian dan ketenangan tempat ini musti terjaga.
Terdengar agak masuk akal, menurut saya. Tapi saya nggak bisa mewujudkan keinginannya. Justru karena istimewa tadi, saya ingin berbagi rasa. Jika teman saya membaca tulisan ini, mungkin dia akan kesal. Tapi maaf kawan, kita perlu mendukung UMKM. Berbagilah sedikit tempat nyamanmu, siapa tau kamu bisa menemukan kebahagiaan lain di sana.
Sebagai penutup, (setahu saya) ada dua kucing yang sering berada di sana. Sebut saja si telon dan putih merah bata. Mereka bersih dan menggemaskan, gampang akrab juga nggak sungkan mendekat. Ya saya hanya kasih tau saja, siapa tau kamu butuh teman saat ke sana sendirian.
Komentarnya gan