• Pedoman Media Siber
  • Disclaimer
  • Privacy Policy
  • Term of Service
  • FAQ
Kotomono.co
  • Login
  • Register
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • OTOMONO
  • DUNIA GAME
  • K-Popers
  • OH JEBULE
  • FIGUR
  • PLESIR
  • NGULINER
  • LAINNYA
    • KILASAN
    • PUSTAKA
    • KEARIFAN LOKAL
    • UMKM
    • NGABUBURIT
    • NYASTRA
    • EDUKASI
    • RELEASE
No Result
View All Result
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • OTOMONO
  • DUNIA GAME
  • K-Popers
  • OH JEBULE
  • FIGUR
  • PLESIR
  • NGULINER
  • LAINNYA
    • KILASAN
    • PUSTAKA
    • KEARIFAN LOKAL
    • UMKM
    • NGABUBURIT
    • NYASTRA
    • EDUKASI
    • RELEASE
No Result
View All Result
Kotomono.co
No Result
View All Result
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • OTOMONO
  • DUNIA GAME
  • K-Popers
  • OH JEBULE
  • FIGUR
  • PLESIR
  • NGULINER
  • LAINNYA

Sastra Jawa di Jawa dan di Bali, Apa Bedanya?

Ribut Achwandi by Ribut Achwandi
April 14, 2021
in ESAI
0
Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsApp

KOTOMONO.CO – Minggu kedua bulan Oktober 2019, saya menyempatkan diri ke Bali. Berlibur? Mungkin iya. Tetapi, sebenarnya nggak berlibur-libur amat. Ada undangan dari Dinas Kebudayaan Provinsi Bali sebagai peserta Simposium Internasional Sastra Indonesia 2019, selama empat hari.

Semula, ketika mendapatkan undangan itu, saya tertarik untuk ikut hadir. Meski begitu, ada banyak hal yang mesti saya pertimbangkan. Terutama, soal ongkos ke Bali. Tetapi, istri saya memaksa. Ia ingin agar saya tetap menghadiri perhelatan itu. Apalagi setelah ia mendengar cerita saya tentang perhelatan yang bergengsi itu.

Meski dipaksa, saya tetap enggan. Uang di tabungan tak cukup. Kalau mau ngutang lagi ke kantor, tak enak. Kalau mau mencari donatur, apalagi. Tambah nggak enak lagi. Karena, apa kontribusi keikutsertaan saya itu untuk donatur itu?

Jelang hari H, saat memeriksa email, saya mendapati kiriman email baru. Isinya pemberitahuan pemesanan tiket Garuda untuk perjalanan pergi-pulang atas nama saya. Rasanya aneh. Saya tak pernah memesan tiket. Terus siapa yang membelikannya?

Rupanya, orang yang membelikan tiket itu adalah istri saya. Heran dengan kenyataan itu saya tanyakan padanya, darimana uang untuk beli tiket itu. Ia jawab, dari tabungannya.

BACA JUGA: Menemukan Kembali Puisi  yang Terselip dalam Jeda Panjang Ruang Pendidikan 

Tidak hanya itu, ia belikan juga tiket kereta api untuk perjalanan ke Semarang, pergi pulang juga. Oh! Saya tentu tak bisa menolak. Saya ikuti saja keinginan istri saya itu. Saya berangkat ke Bali untuk menyenangkan hatinya.

Memang, sebenarnya soal ongkos, dari dulu kami (saya dan istri saya) sepakat, kalau masih bisa membiayai diri sendiri, kami akan biayai sendiri segala keperluan. Tetapi, jika tidak mampu, kami tak mau memaksakan diri. Kesepakatan itu kami ambil karena beberapa kejadian yang saya kira tak perlu saya ceritakan di sini.

Baiklah, sepertinya saya lanjutkan saja tulisan ini dengan melompati beberapa kejadian. Saya langsung saja menuju Bali, pulau dewata.

Singkat cerita, selama di Bali, saya ikuti acara demi acara Simposium Internasional itu. Saya dan semua peserta dari berbagai daerah plus tamu dari beberapa negara, selain mengikuti rangkaian kegiatan yang sifatnya agak akademis itu juga dikelilingkan ke tempat-tempat wisata Bali. Sangat menyenangkan memang. Apalagi ini kali keduanya saya ke Bali setelah 21 tahun tak menengok Bali.

Nah, di hari terakhir helat itu, seluruh peserta diajak mengunjungi pura terbesar di Bali, Besakih. Di atas laju armada bus yang membawa kami ke tujuan, terjadilah sebuah obrolan yang menarik antara saya dengan Jero Arum (dalang wayang Bali). Mula-mula, Jero Arum menanyakan tentang eksistensi Sastra Jawa di pulau Jawa, khususnya di kota tempat saya tinggal, Pekalongan.

BACA JUGA: Sastra Poshumanistik, Sastra Futuristik

“Kang, sampeyan kan orang Jawa, hidup di Jawa, saya mau nanya, sekarang sastra Jawa di Jawa gimana? Masih ada?” tanya Jero Arum dengan ramah.

Spontan, dengan rasa percaya diri yang tinggi saya jawab, “Ada. Masih bertahan.”

Melihat respon saya, Jero Arum mesam-mesem saja. Lalu, ia susulkan pertanyaan kedua, “Gimana itu, Kang perkembangannya sekarang?”

Dengan merasa yakin seyakin-yakinnya, saya jawab lagi, “Sekarang sastra Jawa di Jawa itu mengalami banyak perkembangan. Pilihannya sangat variatif. Ada cerkak, ya macam cerita pendek, tapi berbahasa Jawa. Ada juga geguritan. Dan sebagainya.”

“Kalau macam macapat, kidung, atau kakawin apa masih ada?” tanya Jero Arum lagi.

“Nah, itu dia! Di kota saya, Pekalongan, sepertinya macapat, kidung, apalagi kakawin sudah tak banyak orang yang kenal jenis-jenis sastra itu. Meskipun macapat masih diajarkan di sekolah-sekolah. Tetapi, upaya merevitalisasi atau menyebarluaskannya masih sangat kurang. Di kota saya, lebih banyak orang mengenal karya-karya sastra dari Arab, khususnya yang bermuatan kisah kenabian, nabi Muhammad. Bentuknya lebih ke syair-syair, Jero. Dan karya-karya sastra itulah yang lebih populer. Sebab, di kota saya, kegiatan pembacaan syair-syair itu kerap diselenggarakan dalam beragam acara,” jawab saya.

BACA JUGA: Kota Pekalongan dalam Empat Puisi Pendek Karya Ibnu Novel Hafidz

“Wah, kalau begitu luar biasa ya Pekalongan. Bisa mengenal karya sastra dari negeri lain. Itu artinya, pergaulan budaya lintas negeri di Pekalongan jauh lebih bergema di sana,” puji Jero Arum.

Saya pun manggut-manggut. Saya merasa pujian itu tidak berlebihan. Sebab, bagaimana pun Pekalongan dulunya memang kota dagang kelas dunia. Jadi, itu saya anggap wajar.

“Tetapi, kami cukup gembira di sini, Kang. Karena bisa menjaga sastra Jawa. Terutama sastra Jawa Kuno,” seketika ucapan Jero Arum membuat rasa banggaku luruh. Saya diam. Jero Arum melanjutkan, “Jadi, kami di Bali, masih melestarikan naskah-naskah sastra Jawa lama yang dulu adalah bagian dari kebudayaan orang Jawa. Setiap pagi, di sekolah, sebelum mulai jam pelajaran pertama, anak-anak kami membaca naskah-naskah Jawa Kuno itu satu per satu. Bergilir. Kami juga mentradisikan penulisan ulang naskah-naskah lontar itu. Anak-anak diajari bagaimana menulis naskah itu dengan menggunakan bahan yang sama, yaitu lontar. Aksaranya juga masih sama. Utuh. Tidak diubah.”

Semakin Jero Arum menjelaskan itu, saya merasakan wajah saya memucat. Tetapi, apakah beneran pucat, saya tidak tahu. Saya tidak sempat melihat wajah sendiri dari cermin.

“Jadi, anak-anak di sekolah kami masih mengenal Arjunawiwaha, Mahabharata, dan sebagainya. Kalau di Pekalongan bagaimana, Kang?” tanya Jero Arum.

Saya tidak bisa mengelak kenyataan. Betul, bahwa bahasa Jawa diajarkan di sekolah-sekolah. Mungkin juga sastra Jawanya, sekalipun porsinya bisa jadi tak lebih banyak dari materi-materi kebahasaan. Atau, sastra Jawa hanya dikenalkan sekilas. Maka, sulit rasanya membekas. Saya sendiri hanya mengenal sangat sedikit sastra Jawa. Bahkan, untuk sastra Jawa kuno, nyaris tidak ada satu pun yang saya kenal. Seingat saya, dulu waktu sekolah saya tidak pernah mendapatkan pengajaran mengenai sastra Jawa kuno itu. Atau, mungkin diajarkan, tetapi tak membekas sama sekali dalam ingatan saya.

Penjelasan Jero Arum cukup menohok saya, hingga saya kemudian menyadari jika saya masih perlu banyak belajar tentang sastra Jawa. Kadang, pikiran ini membuat saya merasa cukup menyesal. Mengapa saya dulu tidak menekuni studi sastra Jawa? Padahal, di dalamnya begitu kaya akan nilai-nilai. Saya jadi ingat seorang kawan saya yang asal Pekalongan.

Dia dulu kuliah di prodi sastra Jawa. Tetapi, entah sekarang, apakah ia juga sempat menuliskan pengetahuannya tentang sastra Jawa agar dapat dinikmati dan dipahami apa itu sastra Jawa dan bagaimananya? Apakah ia juga sempat membuat semacam gerakan untuk kembali menekuni sastra Jawa atau tidak? Ataukah, ia justru menjebakkan diri dalam kenyamanan kaum tertib sosial? Entahlah. Yang saya tahu, ia sekarang mukim di Pekalongan. Itu saja.

Baca Tulisan-tulisan Menarik Ribut Achwandi Lainnya

Tags: BaliJawaPekalonganSastra IndonesiaSastra JawaSimposium Internasional

Mau Ikutan Menulis?

Kamu bisa bagikan esai, opini, pengalaman, uneg-uneg atau mengkritisi peristiwa apa saja yang bikin kamu mangkel. Karya Sastra juga boleh kok. Sapa tahu kirimanmu itu sangat bermanfaat dan bisa dibaca oleh jutaan orang. Klik Begini caranya


Ribut Achwandi

Ribut Achwandi

Kepala Redaksi
Ngedanlah asal nggak bikin orang lain jadi edan.

Sapa Tahu, Tulisan ini menarik

Batas Desa Coffee and Eatery

Dibikin Ketagihan Sama Bu Lurah dari Batas Desa Paninggaran

Agustus 2, 2022
243
Ilustrasi tradisi menyumbang

Sokongan

Juli 31, 2022
163
film Journey of the Universe

Doa untuk Semesta

Juni 19, 2022
248
Cerpen Terbaru Negeri Penyemah Kata

Cerpen: Negeri Penyembah Kata

Juni 12, 2022
165
puisi bertema selamat ulang tahun

Puisi: Selamat Ulang Tahun

Juni 5, 2022
175
Tradisi Syawalan Balon Udara Pekalongan

5 Tradisi Syawalan di Pekalongan yang Sayang Untuk Dilewatkan

Mei 7, 2022
8.3k
Load More


Ada Informasi yang Salah ?

Silakan informasikan kepada kami untuk segera diperbaiki. Pliss "Beritahu kami" Terima kasih!


TERBARU

Menteri PPPA: RUU KIA Tak Menimbulkan Diskriminasi Gender

Kepulangan Jamaah Haji Indonesia Sempat Dilanda Badai Pasir

5 Alasan Kamu Perlu Memilih Eranyacloud sebagai Cloud Provider Terbaik di Indonesia

Mobil Tiba-Tiba Mati dan Tidak Bisa Distarter? Cek Cara Ini

Cobain yuk! 8 Game Balap Mobil Android Offline yang Asyik

7 Alternatif Wisata Anak dan Keluarga di Bali yang Bagus Buat Edukasi

Joko Anwar Jamin Pengabdi Setan 2 Lebih Mencekam

LAGI RAME

Wisata Tegal - Villa Guci Forest

Wisata Hits Terbaru Tegal di Villa Guci Forest

Mei 17, 2022
7.3k
Legenda Dewi Lanjar Pantai Utara

Kisah Legenda Asal-usul Dewi Lanjar

Agustus 12, 2016
35.5k
Wisata Jepara - Karimun Jawa

18 Wisata Hits Jepara Terbaru 2022 Wajib Kamu Kunjungi

April 10, 2022
1.6k
Tradisi Syawalan Balon Udara Pekalongan

5 Tradisi Syawalan di Pekalongan yang Sayang Untuk Dilewatkan

Mei 7, 2022
8.3k
Burung Kicau Terbaik 2022

Ini Lho 7 Burung Kicau yang Menjadi Primadona di Tahun 2022

Juni 16, 2022
1.4k
Kepulangan Jamaah Haji Indonesia Sempat Dilanda Badai Pasir

Kepulangan Jamaah Haji Indonesia Sempat Dilanda Badai Pasir

Agustus 10, 2022
156
Baron Sceber Rogoselo

Legenda Baron Sekeber Desa Rogoselo

Januari 10, 2016
14.3k
Asal-usul Karangdowo

Sejarah Desa Karangdowo – Kab. Pekalongan

Mei 3, 2016
1.4k
Resep-Membuat-Megono-Pekalo

Resep dan Cara Membuat Megono Khas Pekalongan

Desember 19, 2018
27.8k
Wisata Pekalongan Pantai Pasir Kencana

New Taman Wisata Pantai Pasir Kencana Kota Pekalongan

Maret 10, 2022
7.7k

TENTANG  /  DISCLAIMER  /  KERJA SAMA  /  KRU  /  PEDOMAN MEDIA SIBER  /  KIRIM ARTIKEL

© 2021 KOTOMONO.CO - ALL RIGHTS RESERVED.
DMCA.com Protection Status
No Result
View All Result
  • ESAI
  • NYAS-NYIS
  • OTOMONO
  • DUNIA GAME
  • K-POPers
  • OH JEBULE
  • FIGUR
  • NGULINER
  • PLESIR
  • PUSTAKA
  • LAINNYA
    • KILASAN
    • KEARIFAN LOKAL
    • UMKM
    • NGABUBURIT
    • NYASTRA
    • EDUKASI
    • RELEASE
  • Mau Kirim Tulisan?
  • Login
  • Sign Up

Kerjasama, Iklan & Promosi, Contact : 085326607696 | Email : advertise@kotomono.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In