KOTOMONO.CO – Masalah sampah sudah tidak asing lagi di telinga kita. Bahkan sampai sekarang, sampah masih terus menjadi problematika masyarakat dan belum ada solusi yang benar-benar bisa mengurangi keberadaan sampah tersebut terutama sampah plastik yang semakin hari semakin bertambah.
Berbagai upaya dari pemerintah dan juga dari komunitas pecinta lingkungan untuk menanggulangi sampah terus dilakukan. Mulai dari program pelaksanaan go green, bus berbayar dengan botol plastik, pemilahan sampah organik dan non organik, sampai program pembangunan tempat pengolahan sampah yang menggunakan sistem reduce, reuse, dan recycle atau dikenal dengan TPS-3R.
Namun, upaya tersebut hanya bersifat sementara, tidak dapat secara keseluruhan mengurangi keberadaan sampah. Mengapa bisa demikian?
Padahal setiap manusia itu pasti menghasilkan sampah namun, tidak ada seorang pun yang mau ketempat sampah. Sebagai contoh: Tidak ada seorangpun yang mau menyimpan sampah tetapi orang selalu memproduksi sampah setiap harinya. Ketika ada yang menyimpan sampah sekali pun, itu hanyalah orang tertentu yang akan mengolahnya menjadi produk baru dan akan diperjualkan lagi untuk dijadikan sampah kembali. Siklusnya terus seperti itu dan akan terus bertambah seiring berjalannya waktu.
Lalu, bagaimana cara mengurangi sampah dan bagaimana cara meningkatkan kesadaran masyarakat tentang sampah itu sendiri?
Pada sebuah artikel yang ditulis oleh Harwanto Bimo Utomo pada tahun 2017, menunjukkan bahwa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mencatat tonase sampah di Indonesia terbilang tinggi yang mencapai 65 juta ton per tahun. NASA juga pernah merilis sebuah animasi singkat yang menunjukkan sampah di lautan dunia.
BACA JUGA: Memaklumi Biaya Penanganan Rob Pekalongan yang Sampai Triliunan
Dari animasi itu, terlihat bila sampah menumpuk di lima bagian samudra terbesar di Bumi, yakni Samudra Hindia, Pasifik (Utara dan selatan), dan Atlantik (utara dan selatan). Semua sampah itu terbawa arus hingga membentuk pulau-pulau sampah raksasa.
Data NASA juga menunjukkan bila per tahunnya ada sekitar delapan juta ton sampah yang sebagian adalah sampah plastik berakhir di lautan. Celakanya, mayoritas sampah-sampah itu berasal dari negara-negara di Asia, yakni China, Indonesia, Filipina, Vietnam, dan Sri Lanka. Saat ini sampah-sampah itu membentuk pulau sampah di sekitar Amerika, Kepulauan Karibia, Chile, Brasil, dan Australia. Selain membahayakan lingkungan, sampah-sampah tersebut sangat mematikan bagi hewan liar.
World economic Forum (NEF) memprediksi pada 2050 mendatang, jumlah plastik yang diproduksi secara global meningkat tiga kali lipat menjadi 1.124 miliar ton. Dan, Indonesia menjadi negara keempat pengguna botol plastik terbanyak di dunia. Tercatat penggunaan botol plastik di negara kita mencapai 4,82 miliar.
Padahal, seperti yang kita tahu, sampah plastik merupakan sampah yang sulit sekali terurai oleh alam. Maka dari itu, ada beberapa orang yang akan mengumpulkan sampah plastik seperti botol yang nantinya diolah menjadi produk plastik lainnya dengan kualitas yang tidak seperti sebelumnya.
Lalu ketika plastik tersebut sudah menjadi sampah lagi, sampah tersebut akan diolah lagi menjadi plastik baru dengan kualitas yang tentu saja semakin rendah. Seperti kantong plastik warna hitam misalnya. Plastik tersebut merupakan olahan plastik sampah yang terakhir yang nantinya ketika itu menjadi sampah, benda tersebut sudah tidak dapat diolah lagi.
Jadi, kita hanya menghambat produksi sampah plastik dengan cara mendaur ulangnya. Tidak dapat sepenuhnya mengurangi keberadaan sampah plastik itu sendiri. Apalagi, pabrik plastik sampai saat ini masih berdiri megah, membuat produksi plastik semakin hari semakin bertambah.
Lalu bagaimana dengan sampah organik seperti daun, sisa makanan, kotoran manusia dan hewan, kardus, kertas, dan lain sebagainya? Walaupun sampah organik dapat terurai oleh alam karena nantinya akan membusuk sendiri, tapi tetap saja jika tidak diolah dan membusuk di tempat sampah yang tercampur dengan sampah non organik lainnya, pasti akan sulit untuk diolah.
Ketika sampah plastik terkontaminasi oleh zat dari sampah organik yang membusuk, sampah itu akan sulit diolah dan nantinya pasti akan dibuang. Oleh sebab itu, penting bagi kita untuk membuang sampah dengan memisahkan antara sampah organik dan sampah non organik. Karena dengan begitu, kita dapat dengan mudah mengolah sampah tersebut sesuai kebutuhannya.
Kebanyakan orang pasti akan mengabaikan sampah organik dan lebih memikirkan bagaimana mengolah sampah non organik yang sulit membusuk. Padahal, kedua sampah tersebut tetaplah sampah yang harus diolah bersama agar bisa menghambat pertumbuhan sampah yang semakin hari semakin bertambah.
BACA JUGA: Banjir Rob, Antara Relokasi VS Pembangunan Tanggul
Maka dari itu, kesadaran masyarakat dalam hal menanggulangi sampah itu perlu. Tidak harus langsung ke hal-hal besar, kita mulai dari yang terkecil, misalnya membuang sampah pada tempatnya atau membuang sampah berdasarkan jenisnya.
Karena, seperti yang kita ketahui sebelumnya, sampah yang di produksi manusia setiap harinya haruslah kita tangani. Jika kita tidak bisa mengurangi keberadaan sampah, setidaknya kita dapat menghambatnya agar produksi sampah di dunia bisa berkurang sedikit demi sedikit.
Problematika masyarakat mengenai sampah tidak akan ada habisnya. Kita memerlukan kesadaran masyarakat untuk bisa menanggulangi sampah bersama-sama. Terciptanya lingkungan sehat, bersih, dan nyaman bukan merupakan tanggungjawab pemerintah semata melainkan tanggungjawab seluruh lapisan masyarakat.