KOTOMONO.CO – Kisah ini terjadi di sebuah kota kecil ujung barat daya Provinsi Jawa Timur, tepatnya ialah Kota Pacitan. Semua diawali dari kedatangan seorang laki-laki tunanetra yang memperkenalkan dirinya sebagai praktisi ilmu supranatural atau yang familiar kita kenal sebagai dukun.
Dalam cerita panjang yang ia sampaikan kepada masyarakat. Bersama orang kepercayaannya, ia berangkat dari Gunung Kidul menuju arah selatan Pulau Jawa.
Pengembaraan tersebut dilatar belakangi oleh perintah dari sang guru spiritual. Sepanjang perjalanannya, laki-laki berinisial P ini mengaku sempat melakukan semedi di beberapa bekas pertapaan. Hingga pada akhirnya, ia menetap di sebuah rumah sederhana milik seorang Ketua RT di salah satu desa di Kecamatan Sidomulyo, Kabupaten Pacitan.
Pada awalnya kedatangan P cukup disambut dengan tangan terbuka. Bahkan dalam waktu singkat ia mampu menggaet murid serta pasien dari berbagai desa. Kualitas pelayanan dari dukun ini pun cukup terbilang visioner. Selain menunjukkan persona humanis dan simpatiknya. Ia juga mengakomodasi tempat serta jamuan untuk para tamu. Tak tanggung-tanggung, ia mempekerjakan juru masak pribadi guna memaksimalkan pelayanan.
Menariknya, dengan pelayanan eksekutifnya itu P justru enggan menerima bayaran. Namun, sebagai wujud terimakasih para pasien. Mereka berinisiatif datang membawakan buah tangan. Yang mana apabila dirupiahkan barang tersebut memiliki kesamaan nilai dengan ongkos jasa rata-rata dukun di desa setempat.
Dari berbagai macam ritual nyelenehnya. P lebih dikenal dengan atraksi mendatangkan uang. Atraksi inilah yang memicu segelintir orang meninggalkan pekerjaannya dan lebih memilih menyibukkan diri dengan membuat sebuah kotak. Dimana kotak tersebut dijanjikan muncul uang melalui ritual yang telah mereka pelajari dari P.
Prospek signifikan dari propaganda kegiatan klenik tersebut tentunya memiliki dampak bagi warga sekitar. Khususnya pada pemilik rumah yang ia tinggali. Setelah kondisi rumahnya terkonversi menjadi padepokan ilmu supranatural yang riuh akan mobilisasi kegiatan klenik. Ketua RT pun kerap menahan kantuk bahkan rela mengungsi ke rumah saudaranya. Namun, sebagai bentuk imbalan, P menghadiahkan bahan material guna mewujudkan keinginan Ketua RT untuk merenovasi bangunan rumahnya.
Walaupun namanya sempat naik daun. Segala upaya demi eksistensi yang ia bentuk beberapa bulan ternyata tak menghalangi tersingkapnya sebuah tabir kebenaran. Satu persatu warga mengeluh tentang uang yang pernah ia pinjamkan kepada P. Bahkan seorang dukun kondang yang berasal dari desa tersebut justru tertipu hingga puluhan juta. Sedangkan satu diantara pasiennya yang sakit, harus dilarikan ke RS diakibatkan salahnya penanganan dari P.
Bagaikan peribahasa sudah jatuh tertimpa tangga. Setelah rumahnya diintervensi, Ketua RT akhirnya harus menanggung sisa biaya material yang pada kenyataannya masih berstatus sebagai barang hutang.
BACA JUGA: 3 Rekomendasi Film Horor Terbaik untuk Menemani Halloween Kamu
Masalah juga muncul dari biduk rumah tangga muridnya. Seorang ayah rela meninggalkan keluarganya demi bersama si dukun. Sedangkan para suami berhenti mencari nafkah dan memilih menghabiskan waktu dengan tidur sepanjang hari.
Setelah segala kekacauan dan kerugian yang terjadi. Masyarakat pun melakukan sebuah kaukus guna merencanakan pengusiran. Namun, ternyata upaya yang dilakukannya tidaklah berhasil. Warga berpikir P dengan kekuatan magisnya berhasil menyihir dan membuat mereka tak perdaya.
Sehingga lahirlah sebuah kesepakatan baru yang menurut saya adalah klimaks dari kisah ini. Yaitu ide untuk menggunakan jasa dukun lain agar membuat P keluar dari desa tersebut. Walaupun pada akhirnya P dan anak buahnya melarikan diri setelah mengendus kedatangan pihak kepolisian. Ironisnya, dari segala akumulasi peristiwa yang terjadi tak kunjung mengubah persepsi masyarakat mengenai profesi dukun.
Di era modernisasi, ternyata eksistensi dukun masih begitu masif di kehidupan bermasyarakat. Bahkan demi bertahan di tengah berkembangnya ilmu agama dan iptek. Dukun, memutuskan untuk mengganti atribut serba hitamnya dengan pakaian syar’i sebagai bentuk legitimasi. Berbekal hafalan sepenggal ayat Al-Quran mereka mengatasnamakan dirinya sebagai ustaz guna memanipulasi pemikiran awam masyarakat.
BACA JUGA: Tanaman Dan Rumah Hantu
Meskipun berdasarkan data, pendidikan di daerah pedesaan berkembang ke arah yang baik. Tetapi disisi lain relasi antara masyarakat dengan dukun tidak menunjukkan perubahan signifikan.
Keterangan hoax sekalipun masih bisa diterima asalkan dikemas dalam bentuk narasi mistis. Sehingga sikap gullibility inilah yang menyebabkan masyarakat rentan dieksploitasi oleh segelintir oknum. Dalam hal ini adalah dukun.
Frustrasi yang melibatkan permasalahan ekonomi, kesehatan, jodoh serta kerasnya tuntutan sosial merangsang seseorang untuk berpikir irrasional dan mencari solusi alternatif. Dukun dianggap memiliki kemampuan menyelesaikan berbagai masalah dengan cara instan tanpa membutuhkan banyak biaya maupun waktu.
Sayangnya, degradasi logika yang satu ini kerap diabaikan dan tidak dimaknai sebagai kondisi darurat dikarenakan jarang menimbulkan kerugian materil. Padahal mundurnya mutu sumber daya manusia menghambat segala aspek kehidupan yang nantinya berkaitan dengan kualitas sebuah peradaban.
BACA JUGA: Professor Iyad Qunaibi, Sang Akademisi Inspiratif dengan Jutaan Follower
Diantara keterbatasan faktor yang mempengaruhi, seharusnya sikap ignorant tersebut tidak diperburuk dengan dipromosikannya hegemoni klenik melalui pertunjukan atau konten-konten mistis. Dimana konten-konten tersebut berisikan kebohongan-kebohongan yang bersifat khayali.
Jika seluruh segmen stakeholder masih terus-menerus menganggap fenomena ini sebagai sebuah identitas budaya. Tentu sikap tersebut akan menimbulkan sebuah resesi intelektualitas maupun moral.
Karena berdasarkan bukti empiris. Jenis tayangan ataupun bacaan yang dikonsumsi, menjadi faktor determinan yang mempengaruhi kualitas pemikiran dan karakter pada suatu individu. Lalu apakah kita akan terus menjejali generasi-generasi penerus dengan sebuah kebohongan dan kebodohan?
Komentarnya gan