KOTOMONO.CO – Tak hanya dalam sastra, metafora juga sangat perlu dikuasi oleh seorang perupa. Lebih-lebih dalam menggambar kartun. Itulah resep yang dibeberkan Abdullah Ibnu Thalhah, kartunis cum dosen seni di Jurusan Ilmu Seni dan Arsitektur Islam, UIN Walisogo Semarang, saat mengisi workshop kartun dan ilustrasi di Joglomberan, 9 Januari 2021.
Seperti dalam kitab Al Barzanji, keindahan syairnya terletak pada kekayaan metafora. Di sana ada ungkapan Wa mu-hayyan kasy-syamsi minka mudhî’un (Engkau laksana bulan dan matahari). Jelas-jelas, ungkapan itu sangat metaforis. Tetapi, apa maksud dari ungkapan itu? Tentu, maksud sang mualif kitab tersebut adalah untuk menggambarkan kesempurnaan baginda Nabi Muhammad saw yang tak bisa digambarkan secara gamblang.
Begitu pula dengan bahasa kartun. Tidak bisa semerta menggunakan bahasa yang gamblang. Misal, dalam menyimbolkan koruptor, seorang kartunis boleh-boleh saja menggambar sosok manusia tikus. Simbol perdamaian, bisa juga digunakan gambar merpati putih. Selain itu, simbol dalam gambar juga bisa dibuat melalui permainan warna.
Memang, untuk menggambar sosok manusia, terkadang akan menemukan banyak kendala. Terutama berkenaan dengan proporsi anatomi manusia. Meski begitu, pria asal Limpung Batang ini memberi semacam penyemangat kepada peserta workshop, bahwa di dalam menggambar kartun, tak mesti persis, yang penting benar.
Tentu, penyemangat ini memberi sedikit angin segar bagi peserta. Minimal, mereka jadi tahu bagaimana harus mengambil sikap saat menggambar kartun. Apalagi, tema yang diambil dalam workshop kali ini berkenaan dengan penguasaan anatomi wajah dan menghidupkan gambar realis.
Thalhah juga menyemangati peserta dengan menyampaikan informasi apik soal dunia kartun. Kata dia, dunia kartun dalam arena Internasional juga kerap disebut sebagai Diplomasi Budaya. Seperti yang ditunjukkan Meksiko dan Iran. Keduanya banyak melahirkan kartun setiap tahunnya melalui festival.
Makanya, ia tak pelit-pelit pula membagikan tips dan trik dalam mengikuti event Internasional. Pertama, ide haruslah orisinal sebab plagiat mudah dicari tahu dan mudah ditemukan. Ide ini juga mesti menarik. Kedua, visual mesti juga menarik seperti teknik yang detail, pewarnaan yang berani.
BACA JUGA: Tetap Bisa Seru-seruan Liburan di Desa Wisata Pandansari Batang
Sohirin, pemilik Joglomberan menyambut antusias ajakan kartun untuk go internasional dengan bertanya bagaimana kartunis Indonesia dalam keterlibatan di dunia Internasional. Sebab bagi Irin, sapaan akrabnya, jika belum ada bisa menjadi penyemangat dan jika sudah ada bisa menjadi pecut percaya diri kita mampu.
Hal ini ditanggapi Thalhah dengan menyebutkan negara kita membuka ruang berkreasi bagi setiap orang. Terbukti dengan adanya asosiasi kartunis yang biasa mengikuti festival termasuk Thalhah sendiri. Bahkan, ada sosok Jitet Koestana yang berasal dari Semarang sering terlibat sebagai juri dalam berbagai event internasional.
Untuk memperkuat karakter dan perspektif para peserta diajak untuk dapat melihat katalog dunia dalam laman irancartoon atau diperbolehkan bertandang ke rumah Thalhah yang berada di Limpung untuk ditunjukkan sejumlah katalog.
GM Sudarta, Kartunis yang tayang reguler di harian Kompas itu menjadi salahsatu acuan Thalhah dalam berkarya. “Goresan hitam putihnya dan pendekatan budaya patut menjadi sudut pandang yang bisa kita amati,” tuturnya.
Dalam penggunaan karakter untuk festival, Thalhah memberi saran agar tidak menggunakan karakter lokal. “Cobalah gunakan karakter yang mampu dipahami publik internasional, seperti penggunaan topi. Jangan gunakan, karakter lokal seperti blangkon dan peci. Itu baru bisa digunakan saat event nasional saja,” ungkapnya.
BACA JUGA: Disini Kopi Sajikan Sensasi Kulineran Senja di Tepi Pantai
Kartun digital yang bertebaran di laman Instagram tak luput dari amatan Thalhah. Seperti adanya akun Tahi Lalat yang memiliki kekuatan pada teksnya ketimbang visualnya. Sementara, untuk tujuan festival bagi Thalhah teks tidak diperlukan. Cenderung festival berciri kartun tunggal, cartoon geek (tanpa teks) ketimbang penggunaan strip dalam akun Tahi Lalat yang memiliki 4 panel layar.
“Festival cukup 1 panel dan 1 gambar saja,” ujar Thalhah. Kertas yang digunakan ukuran A4 atau A3 kemudian dilakukan scan dan berlanjut dikirimkan melalui email.
“Gunakan gambar garis dengan bolpoin drawing, sementara pewarnaan menggunakan manual terlebih dahulu. Jangan gunakan pewarnaan digital untuk tahap awal,” tutur Thalhah.
Saat mulai menggambar kita juga perlu memulai dengan dua hal, yakni pola dan sket. Untuk penggambaran detail, sebaiknya dihindari dulu sebelum mencapai pola yang diinginkan tercapai.
“Seringkali kesalahan tidak menggunakan pola yakni bisa meninggalkan ruang kosong seperti menggambar orang, namun area atas kepala rupanya justru kosong akibat tidak ada pola. Pada momen lain, gambar yang dihasilkan juga bisa terlalu besar tanpa kita sadari,” ujarnya.
Mengenai pola Thalhah mengaku biasanya ia mengulang berbagai pola sebelum memulai sket sampai dimana ia merasa cocok dengan ide yang ia bayangkan.
Thalhah mengajak para peserta menggambar yang tidak takut salah. Semua gambar baginya benar, berdasarkan perspektif masing-masing. Sehingga, sebaiknya dihindari penggunaan penghapus. Bagian tepi kanvas ia sarankan untuk ruang kosong seukuran 3 cm.
BACA JUGA: Pasar Minggon Jatinan Kembali Dibuka, Warga Batang Ceria Lagi!
Para peserta disediakan kertas sebanyak dua lembar lantas bersama-sama menggambar sejumlah tema selama beberapa kali seperti menghidupkan gambar di sekelilingnya, ada yang menggunakan tas, pot bunga, ponsel, buku hingga gantungan kunci. Tak ketinggalan, mencari sesuatu yang khas di Batang misalnya Si Megono yang berbahan baku nangka. Bahkan, memulai penggambaran metafora seperti manusia dan tikus, manusia dan Garuda, hingga mobil dan dinosaurus.
Dalam workshop yang berlangsung sekitar 3 jam ini, Thalhah mengajak peserta untuk mengikuti event internasional di irancartoon dengan batas waktu 31 Januari. Ia berharap setiap Minggu ada progres yang berjalan dengan melalui bimbingan yang bisa berlangsung lewat group WhatsApp. Tidak menutup kemungkinan juga, pertemuan setiap Minggu untuk memastikan keberlangsungan gambar.
Baginya, festival internasional kini lebih mudah yang dikirim melalui email seusai pandemi ketimbang sebelumnya yang mengharuskan gambar dikirimkan tentu saja memakan biaya yang tidak sedikit. Setidaknya 400-500 ribu untuk sekali kirim.
komentarnya gan