KOTOMONO.CO – Cara umat beragama dalam merayakan Hari Besarnya biasanya menggunakan berbagai macam cara sesuai dengan tradisi masing-masing daerah.
Di Pekalongan dan sekitarnya dari dulu saat Hari raya tiba (Idul Fitri) ada salah satu tradisi yang sudah hampir pupus yaitu memasang Sumping di soko-soko (tiang-tiang) rumah kalau tidak ada tiang, biasanya akan digantung disudut-sudut rumah dan atau di pintu. Biasanya berjumlah Tujuh rangkaian.
Apa itu Sumping ?
Sumping adalah untaian beberapa macam bunga (biasanya bunga Tembelekan , Melati dan bunga Kancing) dan daun pandan yang dirangkai dengan semacam tali yang dibuat dari serat pelepah pisang yang dikeringkan. Sumping biasanya hanya keluar pada saat menjelang Hari Raya Idul Fitri.
BACA JUGA: Tradisi Syawalan Balon Udara di Pekalongan
Dulu waktu masih kecil jika kita masuk rumah orang (biasa nya di kampung)pasti ada Sumping nya, dan hal ini akan membuat hati kita langsung ciut karena akan mengira itu ada unsur mistik (mirip sesajen). Ternyata Sumping itu salah satu tradisi kita orang Jawa ketika merayakan Hari Raya Idul Fitri.
Sumping juga berarti semacam perhiasan wanita yang berbentuk sayap yang suka diselipkan ditelinga. Jadi Sumping juga bermaksud menghiasi rumah menjelang Hari Raya.
Sumping juga boleh jadi diambil dari bahasa Sunda yaitu Wiluneng Sumping yang berarti Selamat Datang. Karena di Hari Raya Idul Fitri biasanya akan ada banyak tamu.

Bisa juga Sumping diambil dari kata Sungkem Kaping-kaping (Sungkem Berkali-kali). Karena di Hari Raya Idul Fitri kita akan banyak sungkem (hormat) pada Sesepuh, Orang orang Tua ,Kerabat dan Handai Taulan.
Tadi saya lewat depan pasar ada penjual Sumping saya beli dan dirumah saya jelaskan pada anak anak saya tentang tradisi ini yang sudah mulai pudar.
Saya lihat Sumping yang saya beli tidak serapi dan sebagus yang dulu. Tali penguntai nya pakai rafia dan kurang rapi.
Ada satu lagi yang belum tahu pasti mengenai tradisi Sumping ini apakah hanya tradisi di Pekalongan dan sekitar saja atau seluruh Jawa Tengah atau seluruh Jawa.
(Habib Muhamad D. Shahab)
Berikan komentarmu