KOTOMONO.CO – Cerita tutur mengenai Raden Bahurekso a.k.a Joko Bahu yang merupakan putra dari Ki Ageng Cempaluk sangat populer di kawasan Pekalongan dan Batang bahkan di Kendal. Tak luput jika cerita rakyat ini sangat melegenda di masyarakat daerah tersebut. Cerita ini bisa menjadi pelengkap mengenai Sejarah Babad Pekalongan yang pernah ditulis dengan judul “Kisah Ki Bahurekso Adipati Kendal Pertama” yang menceritakan mengenai awal mula Sejarah Pekalongan yang sangat dikenal.
Ada yang menyebutkan bahwa Rantamsari merupakan perwujudan manusia dari sosok Bidadari Kayangan yang diutusan Ratu Kidul untuk diberi kekuasaan di patai utara, kemudian kita kenal sebagai sosok “Dewi Lanjar“. Benarkah ?
Bagaimana dengan Kisah Bahurekso dan Rantamsari ? dan apa hubungannya dengan Serabi Kalibeluk ? Monggo bisa disimak ceritanya dibawah ini :
Sultan Agung hatinya sangat lega setelah mendengar laporan Raden Bahu, bahwa pembuatan bendungan Kali Sambong telah dapat selesaikan dengan baik. Kemudian raja bertitah “Raden Bahu, tugasmu telah kau selesaikan dengan baik, maka pengabdianmu di Mataram dapat diterima. Namun, masih ada tugas berat yang harus kamu laksanakan yaitu menjemput anak gadis di Desa Kalisalak yang akan saya persunting”. Raden Bahu menyanggupi dengan menyembah hormat dan mohon pamit serta mohon restu, dan selanjutnya Raden Bahu berangkat ke Desa Kalisalak.
Alkisah, Raden Bahurekso telah sampai telah sampai ke Desa Kalisalak, bertemu dengan Rantamsari, gadis desa yang dikehendaki Sultan Agung. Raden Bahu menyampaikan perintah raja, yang isinya Rantamsari harus harus mau dibawa ke Mataram untuk diperistri baginda raja Sultan Agung. Mendengar apa yang dikatakan Raden Bahu tersebut, Rantamsari merasa keberatan, ia tidak mau dibawa ke sana.
Demi tugas yang diembannya sebagai prajurit yang harus taat kepada titah raja, maka Raden Bahu akan menjemput Rantamsari dengan kekerasan. Rantamsari melihat Raden Bahu akan bertindak dengan kekerasan, menangislah ia dengan tersedu-sedu seraya berkata: “Duh Raden, walaupun bagaimana aku tidak mau dipersunting sang baginda raja, lebih bahagia aku menjadi istri Raden Bahu”. Mendengar ratapan tangis Rantamsari, hati Raden Bahu menjadi luluh, benih-benih cinta mulai bersemi di hatinya.
BACA JUGA: Asal-Usul Nama Desa Lebakbarang Kabupaten Pekalongan
Sorot mata gadis desa yang penuh kesucian itu mulai menghiasi hatinya sehingga dua manusia yang berlainan jenis itu saling jatuh cinta. Namun pikiran Raden Bahu masih dibayangi tugas dan kewajiban yang diembannya. Sehingga, Raden Bahu menjadi bingung dihadapkan pada dua masalah yang sangat berat antara tugas dan cinta. WAlaupun Rantamsari gadis desa, namun ia dapat membaca kesulitan yang dialami oleh Raden Bahu. Maka dengan lemah lembut, Rantamsari berkata: “Wahai Raden, janganlah gusar dan bingung, adinda mengetahui Raden pasti tidak sampai hati untuk menyerahkan dinda kepada sang baginda.
Masih ada jalan keluar untuk menyelamatkan dinda, Raden”. “Jalan apakah yang bisa menyelamatkan kita berdua, adinda? Aku juga tidak rela kehilanganmu” kata Raden Bahu. Kemudian Rantamsari bercerita bahwa di Desa Beluk ada seorang gadis yang sangat cantik bahkan melebihi dirinya. Gadis tersebut namanya Endang Wuranti, dia adalah anak penjual serabi, kiranya dapat dipersembahkan kepada Sri Baginda. Raden Bahu mengangguk, hatinya merasa lega karena tugasnya berhasil dan dapat mempersunting gadis idaman hatinya.
Berangkatlah Raden Bahu ke Desa Kali Beluk. Sesampai di sana Raden Bahu menyampaikan maksud dan tujuannya, bahwa kedatanganya sebagai utusan Raja Mataram untuk menjemput Endang Wuranti yang akan dipermaisurikan Sri Baginda. Hati Endang Wuranti merasa gembira yang tak terlukiskan. Kemudian setelah dirasa cukup, berangkatlah mereka menuju Mataram untuk menghadap Sri Baginda. Sesampai di kerajaan, Raden Bahu menghadap Sri Baginda, dengan hormat ia melapor telah memboyong puteri Kali Salak ke Keraton.
Mendengar laporan Raden Bahu, segeralah Sri Baginda memanggil puteri tersebut. Alangkah kecewanya Sri Baginda. Puteri dari Kali Beluk tersebut tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan sang raja, ia malah jatuh pingsan tak sadarkan diri. Sri Baginda menduga bahwa puteri tersebut bukan yang dikehendaki. Sri Baginda beranggapan bahwa Raden Bahu mengkhianati janjinya sebagai seorang kesatria.
BACA JUGA: Kisah Asal-usul Kesenian Sintren Pekalongan
Timbullah dalam hati Sri Baginda ingin membalas dendam dengan cara halus. Karena kesalahan tidak terletak pada Endang Wuranti, maka anak bakul serabi itu diperintahkan untuk kembali ke Kali Beluk, dan diberikan padanya sejumlah uang untuk mengembangkan dagangannya. Hingga sekarang makanan serabi Kalibeluk sangat terkenal.
Pada suatu hari Sri Baginda memanggil Raden Bahu dan memberi titah kepadanya untuk membuka hutan Gambiran. Seperti diketahui bahwa hutan Gambiran merupakan salah satu hutan yang masih lebat, angker, binatang buas banyak berkeliaran, setan-setan gentayangan sebagai penghuni hutan. Namun, sudah menjadi takdir Tuhan bahwa meski hutan Gambiran itu gawat, toh akhirnya tugas membuka hutan tersebut menjadi perkampungan dan persawahan bisas berhasil dengan baik.
Walaupun untuk mengerjakan tugas berat itu Raden Bahu harus melakukan “tapa ngalong”. Dari cerita inilah di kemudian hari terkenal dengan nama daerah “Pekalongan” hasil kerja keras Raden Bahu atau Bahurekso.
Siapa sebenarnya Rantamsari itu sehingga Sultan Agung sangat berkeinginan untuk menjadikannya istri ? sobat bisa membacanya di tulisan berikut ini, Kisah Misteri Dewi Rantamsari Yang Melegenda.